Charlie Chaplin, Kisah Miris Si Komedian Berkumis

Vega Probo | CNN Indonesia
Selasa, 21 Apr 2015 16:30 WIB
Nyaris tak ada keriaan di Hollywood. Padahal salah satu warganya yang legendaris, Charlie Chaplin, bila masih hidup, genap berusia 126 tahun.
Charlie Chaplin, aktor film bisu yang kehidupan pribadinya pun sunyi. (CNNIndonesia Rights Free/Dok. Keystone Studios)
Jakarta, CNN Indonesia -- Nyaris tak ada keriaan berarti di Hollywood, AS, sepanjang sepekan terakhir pada April ini. Padahal salah satu warganya yang legendaris, Charlie Chaplin, bila masih hidup, genap berusia 126 tahun.

Sungguh kontras bila dibandingkan perayaan ulang tahun ikon legendaris lain pada tahun ini, seperti Bob Marley, Elvis Presley, dan Frank Sinatra, bahkan Sound of Music. Mereka, antara lain dibuatkan konser dan film dokumenternya.

Agaknya memang nasib Sir Charles Spencer Chaplin tak jauh-jauh dari pilu. Lahir dari keluarga miskin di Walworth, Inggris, pada 16 April 1889, Chaplin biasa berkawan dengan kesedihan. Semasa sekolah pun ia dianggap underdog.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat masih belia, usia sepuluh tahun, Chaplin bergabung sebagai penari Eight Lancashire Lads. Dua tahun kemudian, ia menjajal akting di panggung teater. Sejak itu, perlahan ia menapaki karier sebagai bintang layar perak.

Saat bermain di film bisu The Tramp (1915), Chaplin tampil dengan topi derby, kumis persegi, juga sepatu kebesaran. Tanpa berkata-kata pun, penonton tersenyum, bahkan tergelak melihat tingkah polahnya saat berpantomin.

“Sehari tanpa derai tawa adalah sia-sia,” kata Chaplin, suatu kali. Namanya semakin terkenal sebagai aktor merangkap sutradara The Kid (1921) dan City Lights (1931). Berkat Limelight (1952), ia meraih Piala Oscar pertamanya.

Sukses di sinema, namun Chaplin gagal di domestik. Bahtera pernikahannya dengan Mildred Harris karam dalam dua tahun. Begitu juga pernikahan berikutnya dengan Lita Grey dan Paulette Goddard. Perceraian mereka jadi skandal di Hollywood kala itu.

In the end, everything is a gag,” kata Chaplin, pasrah. Namun ia tak main-main saat beropini politik tentang toleransi dan perdamaian. Laman National Review menyebutkan, Chaplin pernah dianugerahi International Peace Prize dari World Peace Council.

“Kita semua ingin saling bantu. Memang begitulah fitrah manusia. Kita ingin hidup dengan kebahagian orang lain—bukan kesedihan orang lain. Kita tak ingin saling benci,” kata Chaplin, suatu kali. Karena itu, ia membagi kebahagiaan bagi banyak orang.

Chaplin meninggal di Swiss, bertepatan dengan Hari Natal 1977. Ia juga tak meninggal dengan tenang, karena beberapa bulan kemudian kuburannya diobrak-abrik maling hanya gara-gara warisan. Dua hari setelahnya, jenazah Chaplin dikubur kembali.

[Gambas:Youtube]

(vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER