Jakarta, CNN Indonesia -- Kisah antara orang tua dan anak masih menjadi salah satu hal yang paling mudah dijual di Indonesia. Apalagi ditambah dengan bumbu-bumbu moral dan religi.
Novel religi
Ada Surga di Rumahmu adalah salah satu yang mengangkat tema pengaruh magis orang tua dengan kesuksesan anaknya.
Akisah, Ramadhan, anak yang memiliki niat mulia untuk membahagiakan kedua orang tuanya dengan menjadi ustaz, sesuai keinginan sang Abuya (ayah) dan Umi (ibu).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memakai latar budaya khas Palembang, novel ini cukup mampu membawa nuansa Melayu bercampur rona religi keluarga Ramadhan.
Diakui penulisnya, Oka Aurora, novel yang diambil dari kisah ustaz terkenal Ahmad Al-Habsyi, ini memang sarat teladan dan nilai-nilai agama yang baik untuk kehidupan.
Salah satunya, orang tua merupakan jalan tercepat dan terdekat untuk mendekatkan seorang anak dengan surga selepas mati kelak.
Namun rasanya kisah mulia yang tertulis dalam novel ini terlalu mengadaptasi dari kisah-kisah para pengikut Nabi Muhammad yang biasa dipelajari dalam kajian-kajian agama Islam. Hanya kemudian diganti tokoh dan latarnya supaya terkesan bagian dari keseharian kita.
Entah apakah benar ini pengalaman sang ustaz ataupun sekadar khayalan penulis yang tercampur aduk dengan kisah para sahabat Nabi.
Novel fiksi ini dianggap mampu menguras emosi hingga bercucuran air mata karena kisah mengharukan antara Ramadhan dan kedua orang tuanya.
Itu pun hanya karena tulusnya cinta orang tua yang ditulis menyadur dari kisah teladan para sahabat Rasul, bukan dari khalayan penulis ataupun dari kisah sang ustaz.
Jalan cerita yang tertutur dalam novel pun banyak yang tidak runtut sehingga membingungkan. Lompatan waktu yang kerap kali digunakan Oka terkesan terlalu imajiner untuk dibaca.
Permasalahannya, cerita tersebut kadang memiliki dampak yang menarik untuk dibaca, tapi tidak memiliki kronologi jelas.
Entah apa yang dipikirkan Oka saat membuat novel ini. Banyak bagian bab dalam novel yang terkesan dipaksa untuk dimasukkan dan disambung-sambungkan dengan alur yang ada.
Sehingga banyak kisah yang tidak relevan dan hanya membuang-buang kertas serta membosankan. Agaknya Oka harus banyak belajar dari Habiburrahman El-Shirazi dalam menyadur kisah para sahabat dengan imajinasi novel drama.
Ketika buku terbitan Mizan ini diangkat menjadi film oleh Aditya Gumay dengan judul yang sama, dapat dikatakan kisah Ramadhan menjadi lebih masuk akal dan nyaman untuk diikuti.
Siapa pun penonton, tak harus seorang muslim, bisa memahami pesan moral yang ingin disampaikan kisah ini.
Terlepas dari ketidakjelasan yang dituturkan dalam novel ini, nilai-nilai budi pekerti universal yang disampaikan patut untuk diteladani oleh anak-anak zaman sekarang, tanpa terkait dengan aliran tertentu dari umat Islam seperti yang dikhawatirkan banyak pihak.
(end/vga)