Jakarta, CNN Indonesia -- Belanda boleh saja menjajah Indonesia selama 350 tahun. Tapi sekarang, posisi Indonesia dan Belanda bisa dibilang sejajar. Indonesia bahkan lebih dahulu menjadi tamu kehormatan Frankfurt Book Fair, festival buku terbesar di dunia, dibanding Negeri Kincir Angin itu.
Padahal, baru lima tahun lalu Indonesia melamar menjadi tamu kehormatan dalam ajang itu. Finlandia saja butuh 26 tahun. Tapi panitia Frankfurt Book Fair dan pemerintah Fankfurt memperbolehkan kita menempati stan terbesar yang berukuran 2.500 meter persegi.
Belanda baru mendapat kesempatan itu setelah Indonesia berlaga memamerkan karya-karyanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita lebih dulu dari penjajah kita. Ini cuma sekali, karena itu meskipun persiapan kurang dari setahun kita tidak boleh gagal. Kalau gagal, selamanya kita akan dikenal sebagai negeri yang buruk," ujar Goenawan Mohamad, Ketua Komite untuk Frankfurt Book Fair 2015 saat ditemui di Galeri Nasional, Kamis (30/4).
Menurut Claudia Kaiser, Presiden Pengembangan Bisnis untuk Frankfurt Book Fair, Indonesia adalah kuda hitam. Dijadikan tamu kehormatan, karena Indonesia punya banyak kejutan dan imajinasi bagi orang Jerman.
Selama ini, katanya, orang Jerman belum banyak tahu soal Indonesia. Mereka tahu Indonesia negara Islam terbesar se-Asia Tenggara, juga populasinya terbanyak. Mereka juga tahu tentang Lombok dan Bali. Tapi sebenarnya mereka tak tahu apa-apa soal Indonesia. Hadir di Frankfurt Book Fair membuka mata mereka.
"Konten lokal Anda sangat bagus. Sempurna dan mengejutkan semua orang," katanya menjelaskan.
Tahun ini, Indonesia akan tampil makin menggebrak. Berada di panggung utama, Indonesia harus punya sesuatu yang menarik mata pengunjung. Sebab pengunjung yang berlalu lalang di sana kebanyakan sangatlah sibuk.
Mengusung tema "17.000 Islands of Imagination", Indonesia akan membawa pulau-pulau Nusantara ke Frankfurt. Muhammad Thamrin yang mendesainnya. Ia membuat pengunjung mengarungi lokasi abstrak yang terdiri atas tiang lampion raksasa dengan ruang kosong.
Lampion itu dianggap sebagai "pulau" yang menjadi ruang pamer. Ada sedikitnya tujuh pulau: Island of Words (memamerkan karya sastra), Island of Spices (kuliner), Island of Scene (film), Island of Parchment (naskah kuno), Island of Images (gambar atau komik), Island of Tales (area anak-anak), serta Island of Inquiry (produk digital).
Tujuh pulau itu didesain dengan sangat istimewa. Masing-masing lampion diterangi cahaya warna laut yang berganti-ganti, digabungkan dengan gambar bergerak. Pengunjung akan melakoni pengalaman puitis seperti mengarungi lautan dari "pulau" ke "pulau".
Di Island of Tales, bagian atasnya akan disuguhi layang-layang raksasa dengan dongeng sebelum tidur di dalamnya. Sisi lampion juga diberi dilukisi oleh ilustrator profesional. Semoga, itu semua bisa mencuri perhatian.
(rsa/vga)