Katana: Industri Warisan Samurai di Zaman Modern

Dhio Faiz | CNN Indonesia
Kamis, 23 Jul 2015 11:23 WIB
Ilustrasi samurai (CNNIndonesia GettyImages/Hemera Technologies)
Jakarta, CNN Indonesia -- Banyak senjata beredar di Jepang, tapi katana—pedang para samurai—menjadi satu-satunya senjata yang mampu bertahan di benak hati warga Jepang.

Shogun atau Jenderal Jepang Tokugawa Ieyasu yang berkuasa pada abad ke-17 menyebut, bentuk lengkungan katana yang ikonik tak ubahnya “jiwa seorang samurai.” Itu melambangkan pengabdian sang pendekar terhadap rasa seninya.

Selama lebih dari seribu tahun, para ahli pembuat pedang Jepang telah mengemban tanggung jawab tersebut, memimpin dunia ke standar keahlian, keindahan dan mistik.

Saat ini, lebih dari 100 pedang yang diproduksi selama periode awal, telah mendapatkan status Pusaka Nasional. Penyematan status tersebut mencerminkan kecintaan Jepang terhadap warisan leluhurnya tersebut. Hal tersebut juga dilakukan karena desakan pelestarian, sebab banyak pedang katana yang hilang saat Perang Dunia II dan zaman pendudukan sekutu.

Di zaman ini, saat para samurai sudah tak lagi memperjuangkan kehormatan kerajaaannya, katana masih banyak diminati. Bahkan tak hanya warga Jepang, warga di berbagai belahan dunia pun mulai tertarik akan nilai seni, keindahan, dan mistik dari katana.

Karena banyak minat di pasaran, banyak juga orang yang memutuskan untuk menjual warisan zaman samurai tersebut. Bahkan harga katana di pelelangan terbilang cukup mahal. Bisa mulai dari hanya ribuan dolar AS, dan bisa mencapai ratusan ribu dolar AS untuk katana dari abad ke-13.

Salah satu penjual katana klasik adalah warga Kanada bernama Pablo Kuntz. Kuntz pertama kali datang ke Jepang sebagai pengajar bahasa Inggris, pada 1993, saat masih berusia 22 tahun.

Kuntz mengawali bisnisnya di Jepang, pada 2006. Awalnya lewat Unique Japan ia hanya menjual berbagai cendera mata tradisional Jepang lewat online atau dalam jaringan (daring). Namun ada beberapa permintaan unik yang menyentuh benaknya.

“Saya mencetak katalog angkatan bersenjata Amerika Serikat di Jepang dan mereka sangat tertarik dengan pisau. Seseorang berkata pada saya, 'bisakah anda mencarikan saya sebuah pedang samurai?'” kata Kuntz menjelaskan.

Tadinya ia meragukan bahwa barang semahal katana dapat dijadikan sebuah bisnis yang berkelanjutan. Namun saat ia bertemu teman istrinya yang seorang kolektor, ia menyadari ada pasar yang siap menampung para pedang kuno tersebut. Setelah itu, Kuntz pun menyelami bisnis tersebut.

Setelah mendalami bisnis katana tersebut, Kuntz lebih bisa memahami kebudayaan dan filosofi Jepang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahkan ia sangat senang dapat bertemu dengan banyak orang yang memiliki kesukaan yang sama dengannya. Terlebih lagi, ia menyadari bahwa bisnis ini akan memiliki keberlangsungan yang panjang.

“Saat saya memulai bisnis ini, saya berpikir pelanggan hanya akan membeli satu buah sebagai kenang-kenangan dari Jepang, tapi saya dengan cepat menyadari bukan seperti itu. Para pelanggan akan membeli sampai setengah lusin dengan mudahnya dan akan terus berburu koleksi,” ungkapnya.

Sekarang bisnisnya telah berkembang. Unique Japan mampu menjual 100 pedang dalam setahun ke lebih dari 20 negara, mulai dari Arab Saudi sampai Papua Nugini. Dalam bisnis yang terbilang besar ini, Kuntz melakukan pendekatan-pendekatan khusus dan personal ke para pelanggannya.

“Saya mencoba untuk mengedukasi orang-orang tentang pedang dengan artikel-artikel yang panjang dan berguna. Saya mau membuat mereka berani mendalami dan memikirkan tentang pedang,” ungkap Kuntz.

Ilustrasi (CNNIndonesia Getty Images/WIN-Initiative)
Pelaku Domestik

Pada saat Kuntz dan Unique Japan-nya menjual pedang-pedang klasik buatan para ahli sebelum abad ke-20, ratusan pembuat dan penjual katana yang merupakan orang Jepang asli malah menjual katana modern.

“Saya menjual pedang-pedang modern karena sangat sulit untuk menaksir pedang-pedang tua dan mengetahui nilai sesungguhnya dari pedang tersebut,” ujar Shunsuke Okashita, pemilik toko Jidai Japanese Swords di Kobe.

Ia mengatakan punya pasar yang berbeda dari Kuntz. Banyak pelanggannya yang melakoni iaido fighters (seni bela diri Jepang yang menggunakan pedang). Mereka menyukai pedang-pedang yang baru dan tak mahal.

Ia mengakui memang pedang-pedang yang ia jual tak semahal pedang-pedang klasik. Namun ia mengatakan pedang yang ia jual memiliki kualitas yang baik karena dibuat oleh penempa pedang kawakan.

Dahulu, mereka bekerja sama dengan ahli pedang Kanekuni Ogawa yang sangat terkenal. Namun setelah sang pakar pedang meninggal, anaknya Mitsutoshiu yang menggantikan.

Seperti bisnis pedang klasik yang digeluti Unique Japan, Jidai juga mampu menembus pasar internasional dan melakukan penjualan ke berbagai belahan dunia. Namun masalah pun ditemui Jidai.

Beberapa maskapai penerbangan menolak untuk mengantarkan pedang. Beberapa negara di Eropa, Afrika, dan Timur Tengah pun menolak kiriman secara langsung yang berisi pedang.

Lebih lagi, Google Adwords pun melarang penggunaan kata “sword,” pada 2014, sehingga penjualan lewat dalam jaringan pun terhambat. Belum lagi pesaing yang menjual lebih murah dari negara seperti Tiongkok.

Namun mengenai masalah-masalah tersebut, jawara karate dari Inggris yang beralih jadi ahli pedang, Paul Martin, mengatakan tak terlalu bermasalah karena pedang buatan Jepang selalu terjaga kualitasnya. Terlebih lagi, ia yakin akan selalu ada pasar dalam negeri yang mampu menghidupkan industri pedang samurai ini.

“Dari sudut pandang kebudayaan, orang Jepang akan selalu membeli pedang untuk kebanggaan dan alasan perlindungan, membawa mereka ke permakaman dan meninggalkannya di kuil,” ujar Martin.

“Ada kekhawatiran tradisi membuat katana ini akan mati tapi saya tidak berpikir begitu. Akan selalu ada orang-orang baru yang tertarik dan orang yang akan selalu tertarik,” lanjutnya.

(Sumber: https://edition.cnn.com/2015/07/15/design/samurai-swords/index.html?iid=ob_article_organicsidebar_expansion&iref=obnetwork)

(vga/vga)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK