Jakarta, CNN Indonesia -- Membicarakan budaya khas Indonesia bersama Yovie Widianto seolah tak pernah ada habisnya. Apalagi jika pembicaraan mengarah ke musik tradisional, sang penggawang Kahitna serta Yovie & Nuno ini bakal makin antusias.
Seperti saat ditemui CNN Indonesia di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta, kemarin (3/9), pria yang selama ini dikenal sebagai komposer lagu pop ternyata tak hanya menyukai musik diatonik, melainkan juga pentantonik.
“Tangga nada Indonesia itu karya spesifik yang luar biasa, indah dan menginspirasi,” katanya tentang pentatonik, musik yang menggunakan lima nada dalam satu oktafnya. Sedangkankan diatonik ala Barat menggunakan tujuh nada dalam satu oktafnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yovie meyakini peleburan lirik Jawa bermusik pentatonik ke dalam musik modern diatonik tak akan melunturkan unsur Jawa-nya. “Ini bukan tempelan,” katanya, “tapi seperti aliran dari hulu ke hilir.”
Lalu, ia mencontohkan musik K-pop yang tak ubahnya lagu Amerika ditempel bahasa Korea. Begitu juga tempelan bunyi saksofon, alat musik gesek, digital ke dalam ramuan musik ekletik bernuansa
Arabian yang bisa menggambarkan suasana kota Seribu Satu Malam.
Pergeseran musik akustik, misalnya Jawa, ke musik digital, ditegaskan Yovie, tak akan begitu saja menghilangkan unsur Jawa. Ada porsi-porsi nada yang dibagi atau dipilah sedemikian rupa sehingga tetap terasa nuansa tradisionalnya.
“Budaya itu progresif,” katanya. Soal upaya pelestarian budaya, ia menyatakan, “Budaya Indonesia harus dilihat dengan sudut kekinian, bukan dipandang antik. Proses budaya itu juga harus dibawa ke alur kekinian tanpa menghilangkan unsur aslinya.”
Selain melestarikan budaya Indonesia, Yovie dan rekan-rekannya di Kahitna juga melestarikan karya mereka. Sebagaimana dibocorkan salah seorang personelnya, Hedi Yunus, bakal ada album baru dan konser tiga dekade Kahitna, pada 2016 mendatang.
(vga/vga)