Jakarta, CNN Indonesia -- Ajang Venice Film Festival yang berakhir Sabtu (12/9) waktu setempat ditutup dengan film dari China yang menggambarkan tentang kesenjangan generasi di negeri tirai bambu itu.
Film berjudul Lao Pao Er (Mr. Six) itu adalah karya sutradara Guan Hu memang tidak diikutkan dalam kompetisi. Namun cerita tentang perubahan masyarakat yang digambarkan dalam perseteruan antar generasi yang kini terjadi di China banyak menarik minat penonton.
Dikisahkan seorang anggota hooligan tua mengumpulkan kembali anggota perkumpulannya untuk menyelamatkan anaknya yang dijadikan sandera oleh sekelompok anak muda kaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Film ini diputar usai penyerahan semua dari 21 kategori penghargaan Singa Emas kepada pemenang yang dipilih dewan juri pimpinan sutradara asal Mexico Alfonso Cuaron.
“Saya lahir di pinggir jalan atau hutong di Beijing yang tradisional dan masalah di China adalah mengejar perkembangan yang tertinggal 30 tahun dibanding dunia barat,” kata Guang Hu pada Reuters.
“Perkembangan itu sangat cepat dan banyak masalah muncul dari situ.”
Guang Hu mengatakan dengan menampilkan kelompok hooligan tua dalam filmnya yang diperankan oleh aktor dan sutradara Feng Xiaogang, yang berhadapan dengan kelompok anak muda yang kaya, dia ingin menarik perhatian tentang sesuatu yang terjadi di seluruh negeri. Bukan hanya Beijing.
“Saya ingin menggambarkan berbagai kelompok manusia yang berbeda ini. Orang-orang yang berada di kelompok masyarakat bawah, di tengah dan di kelas atas, pihak berwajib dan bagaimana mereka saling berinteraksi dalam fungsi sosial,” kata Guang Hu. “Jadi saya menuju pada realisme itu.”
Feng sutradara yang diajak kerja sama Guang Hu dikenal sebagai sutradara yang juga menikmati berada di depan kamera sebagai aktor. “Menjadi aktor itu menyenangkan karena sederhana, Anda berada di sana, Anda berada dalam sebuah adegan dan Anda hanya harus berpikir tentang satu hal dan melakukannya dengan benar,” kata Feng.
“Sementara menjadi sutradara, Anda punya banyak hal yang harus dilakukan di kepala Anda. Anda harus mengkordinasikan banyak hal, jadi pecahnya perhatian Anda bisa mengganggu proses mencipta dan kreativitas. Saya sendiri menikmati melakukan sesuatu yang lebih sederhana dan hanya menjadi aktor saja.”
Peserta festival yang tak juga mengikuti kompetisi adalah sutradara asal Taiwan Tsai Ming-Liang yang membawakan film tentang refleksi proses menua berjudul Na ri xiawu atau Siang Hari.
Dalam film itu dia dan kekasihnya Li Kang-sheng memainkan peran yang para pengunjung festival menggambarkan film itu sebagai “percakapan antara seorang pria yang sekarat dengan orang yang paling dicintainya.”
“Sangat sulit membuat film ini, sangat sulit berbicara dengan dia, dia tak suka bicara banyak dan sangat pendiam. Saya mencoba untuk memfilmkannya sehingga kami bisa taat pada proses dan tak bisa berhenti begitu saja,” kata Tsai yang sempat meraih banyak pujian lewat film Stray Dog (2013).
“Pada akhirnya pembicaraan di transkipsikan dan dimasukkan ke dalam film dan saya sangat menyukai sisi sinematografi darinya dan memutuskan untuk membuat film ini,” Tsai menambahkan.
(utw/utw)