Jakarta, CNN Indonesia -- Seringkali dalam sebuah pelelangan lukisan kuno, terpajang nilai dari barang seni yang dipamerkan. Dan seringkali harga yang terpasang sangatlah mahal. Sebenarnya, dari mana harga tersebut didapat?
Mikke Susanto, kurator pameran
Rayuan 100 Tahun Basoeki Abdullah memberikan rahasia asal-usul harga lukisan kuno itu kepada CNN Indonesia, beberapa waktu lalu. Hal ini berdasarkan kisah pengalamannya menakar nilai karya seni kuno yang dimiliki oleh Istana Merdeka di Jakarta.
"Saya dan tim menggunakan sebuah pendekatan klasifikasi berdasarkan beberapa indikator penilaian guna menentukan nilai dari sebuah karya seni yang tak diketahui nilainya," kata Mikke.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harga satu lukisan Nyi Roro Kidul karya Basoeki Abdullah itu setara dengan rumah Basoeki yang kini menjadi museum beserta seluruh isi dan koleksi di dalamnya, karena lukisan itu sangat terkenal.Mikke Susanto, kurator |
Kurator yang juga pengajar di Institut Seni Indonesia ini adalah anggota tim kurasi nilai karya seni Istana Kenegaraan pada 2010 hingga 2012 silam. Kala itu, ia ditunjuk oleh Istana menakar harga barang seni koleksi negara yang belum teridentifikasi dengan jelas.
Mikke dan tim pun menghitung 1.200 barang seni dengan metode yang mereka buat. Metode ini dapat digunakan untuk menakar harga secara kasar yang kemudian dapat menjadi patokan dan klasifikasi tingkat "berharga" suatu lukisan kuno.
"Yang pertama kali dilihat adalah, siapakah yang membuat lukisan tersebut," kata Mikke.
Identitas pelukis menjadi yang pertama dilihat, hal ini berkaitan dengan prestasi sang pelukis. Semakin pelukis tersebut populer ataupun berprestasi, maka harga semakin mahal.
Indikator ke-dua adalah jenis tema lukisan. Masing-masing pelukis memiliki tema andalan yang kemudian disusun oleh tim kurasi berdasarkan tingkat kepopuleran atau keutamaannya. Bila sebuah lukisan masuk dalam kategori utama dari pelukis yang sudah diketahui sebelumnya, maka harga lukisan menjadi tinggi.
Contoh dari tema utama adalah, misal, Basoeki Abdullah memiliki keutamaan dalam lukisan bergaya mooi Indie, Jawa, mitologi, juga pemandangan. Sedangkan Affandi memiliki keutamaan di potret diri.
Media yang digunakan dalam lukisan tersebut menjadi indikator ke-tiga yang membuat sebuah lukisan memiliki nilai tinggi. Kanvas tentu memiliki nilai lebih mahal ketimbang kertas biasa.
 Lukisan Nyi Roro Kidul karya Basoeki Abdullah. (CNNIndonesia Internet/Dok. nyairorokidul.com) |
Ukuran lukisan menjadi indikator ke-empat. Lukisan secara umum diklasifikasi menjadi lukisan kecil bila berukuran di bawah 1x1 meter, ukuran sedang diantara 1x1 hingga 3x3 meter, dan ukuran besar bila memiliki ukuran di atas 3x3 meter.
Tapi untuk pelukis tertentu dapat berbeda patokan ukuran, seperti pada Basoeki Abdullah. Basoeki biasanya membuat gambar potret, hingga ukuran 3x3 meter sudah tergolong lukisan besar baginya.
"Kemudian yang ke-lima adalah sejarah akuisisi atau kepemilikan dari lukisan tersebut, ini penting siapakah kolektornya atau dari mana lukisan tersebut didapat," kata Mikke.
"Kami dalam tim sepakat, bila terdapat tanda kepemilikan dari Ir. Soekarno, harga barang tersebut paling sedikit adalah Rp5 miliar," lanjutnya. Mikke mengatakan, biasanya Soekarno membubuhkan "tanda tangan" di belakang lukisan koleksinya.
Indikator berikutnya adalah publikasi. Ketenaran sebuah lukisan dapat menentukan mahalnya harga benda tersebut di pasaran. Popularitas ini juga berkaitan dengan arsip lukisan tersebut di masyarakat.
"Harga satu lukisan Nyi Roro Kidul karya Basoeki Abdullah itu setara dengan rumah Basoeki yang kini menjadi museum beserta seluruh isi dan koleksi di dalamnya, karena lukisan itu sangat terkenal," kata Mikke.
Sejarah proses kreatif sebuah lukisan menjadi indikator terakhir yang dijelaskan Mikke mempengaruhi harga sebuah lukisan. Indikator ini menjadi yang tersulit karena membutuhkan kajian khusus guna mengetahui teknik, pola gambar, dan juga proses pembuatannya.
Setelah ke-tujuh indikator tersebut diketahui untuk setiap lukisan yang dikaji, Mikke dan tim kemudian menghitung persentase setiap indikator yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Dengan perumusan matematis yang menjadi rahasia Mikke dan tim, maka didapatlah harga sebuah lukisan kuno yang tadinya dianggap "tak ternilai" itu.
"Tetapi metode ini hanya untuk lukisan yang tidak dijual, dinilai untuk dimiliki," kata Mikke. "Kalau untuk dijual, dilihat lagi kondisi pasar."
Mikke yakin metodenya ini dapat digunakan untuk seluruh lukisan karya para maestro. Cara ini hanya untuk memudahkan tim akurasi menentukan nilai lukisan "warisan" yang ada di Istana.
Namun Mikke menegaskan bukan hanya untuk lukisan di Istana saja yang membutuhkan penilaian ini. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan setidaknya memiliki lebih dari seratus museum yang harus ditakar nilai barang-barangnya. Belum lagi dari seluruh kedutaan Indonesia di luar negeri yang setidaknya menyimpan satu karya lukis.
"Yang penting sebenarnya kan untuk pelestariannya, daripada nol rupiah nanti juga pemerintah bingung menganggarkan dana untuk konservasi. Kata tak ternilai itukan berarti nol, harusnya diganti menjadi amat berharga," kata Mikke.
(end/vga)