Jakarta, CNN Indonesia -- Oscar masih menjadi penghargaan perfilman prestisius bukan hanya bagi Hollywood, tetapi juga seluruh negara di dunia. Sineas mana yang tak mau memajang piala emas berbentuk pria bugil di rumahnya. Siapa sangka, sineas Indonesia ada yang hampir menggenggamnya.
Di ajang Academy Awards tahun ini, nama Livi Zheng pernah disebut-sebut mewakili Indonesia. Sutradara
Brush with Danger itu memang diundang mengikutsertakan film di Oscar. Namun saat itu ia sebagai sineas Amerika Serikat.
Brush with Danger merupakan film pertama Livi yang digarap bersama adiknya, Ken Zheng. Film itu diproduksi pada 2013. Ken menjadi penulis skenario sedang Livi mengarahkan gambar. Tema yang diangkat tak jauh dari kehidupan mereka: kehidupan kakak beradik imigran di AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah konsep jadi, Livi berjuang mencari produser eksekutif untuk mendanai film mereka. Ia lantas mendapat produser eksekutif asal AS, meski harus bolak-balik perbaikan skrip dan ditolak sana-sini. Produksi dimulai, dan
Brush with Danger akhirnya tayang di bioskop.
Di AS, lazimnya sineas tidak ikut campur akan pendistribusian dan penayangan karyanya. Pekerjaan itu diurus oleh distributor film yang berbeda dengan perusahaan pembuat film.
Karena itulah saat Livi mendapat surat elektronik dari Academy of Motion Picture Arts and Sciences (AMPAS), beberapa pekan setelah
Brush with Danger tayang di layar lebar, ia bingung. AMPAS adalah penyelenggara Oscar.
Surel yang ditujukan untuknya menyatakan
Brush with Danger masuk dalam 323 besar calon nominasi Oscar dari 40 ribu film yang beredar di Negeri Paman Sam. Livi menganggap itu bohong, bahkan menyangka surelnya spam.
"Namanya juga baru film pertama, tidak kepikiran untuk masuk Oscar. Yang penting tujuan saya saat itu film
Brush with Danger tayang di bioskop," kata Livi kepada CNN Indonesia di kawasan Kalibata, pada Rabu (7/10).
Ia pun tak menggubris surel dari AMPAS tersebut. Tapi selang beberapa pekan setelahnya, ia kembali mendapat surat yang sama. Kali ini meminta Livi mengirim arsip identitas film dan skenario untuk jadi koleksi perpustakaan AMPAS. Livi jadi penasaran.
Demi membuktikan kesahihan surel itu, ia datang sendiri membawa skenario ke alamat lokasi yang diminta. Livi ternyata benar-benar menemukan markas AMPAS dan mendapatkan konfirmasi undangan Oscar. Tapi ia tetap tak tahu bagaimana filmnya masuk calon nomine.
"Kalau tahu cara masuk nomine Oscar, mungkin saya sudah menang," katanya sembari tertawa.
 Livi Zheng di karpet merah Oscar 2015. (Wikimedia Commons/Richardanmusic) |
Tema Khusus untuk Menembus Oscar
Livi menduga, juri menyukai tema yang diambilnya. Imigran dianggapnya menjadi permasalahan kemanusiaan di AS. Berdasarkan pengamatan Livi, memang ada beberapa kategori film yang dapat merebut hati 600 juri Oscars.
"Sepengamatan saya, film yang bisa masuk Oscar itu film yang sukses secara komersil, ada sisi humanisnya, atau teknologi yang digunakan bagus atau oke banget di zamannya," katanya.
Menurutnya, ada perbedaan sistem penerimaan AMPAS atas film-film yang dikompetisikan di Oscars. AMPAS membedakan menjadi film lokal, untuk sineas dalam negeri AS, dan luar AS.
"Di Oscar itu ada dua jenis, yang lokal Amerika dan di luar yang disebut
foreign. Saya masuknya lokal Amerika karena produser orang Amerika. Nah untuk yang foreign, setiap negara bisa mengajukan masing-masing satu film."
Ia menjelaskan, kategori
foreign atau biasa diterjemahkan menjadi film bahasa asing, mirip dengan kompetisi SEA Games. Masing-masing negara menjagokan satu "kontingen."
"Kalau di Amerika, diundang," tuturnya.
Livi yang kini tengah disibukkan film ke-duanya, tidak ingin berharap lebih ia kembali menjadi calon nomine Oscar. Baginya, menjadi nomine Oscars butuh keberuntungan sangat tinggi. "Berharap sih, tapi
do your best and God will do the rest saja," katanya santai.
(rsa/vga)