Jakarta, CNN Indonesia -- Pelajaran sejarah dunia di sekolah mengajarkan bahwa dinosaurus punah akibat asteroid yang menghantam Bumi. Kepunahan makhluk raksasa yang dulu pernah menguasai Bumi itu, mengantarkan pada kejayaan manusia di masa sekarang.
Namun bagaimana jika asteroid tidak pernah menghantam Bumi?
Pertanyaan itulah yang dijawab oleh film terbaru garapan Disney-Pixar,
The Good Dinosaur. Di Indonesia, film tentang dunia dinosaurus itu mendapat sentuhan personal. Judulnya berubah menjadi
Dino yang Baik. Dari situ sudah bisa ditebak, seluruh film disulih suara menjadi berbahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasannya sederhana, agar
Dino yang Baik lebih mudah diterima berbagai kalangan di Indonesia, terutama target penontonnya: anak-anak.
Dino yang Baik mengisahkan tentang perjalanan Arlo, seekor Apatosaurus atau dinosaurus berleher panjang yang lemah dan penakut.
Alkisah, ada sebuah pertanian jagung yang besar di kaki gunung salju. Di sana, hidup sekeluarga Apatosaurus. Papa, mama, Buck, Libby dan si bungsu Arlo.
Kendati menetas dari telur yang paling besar, Arlo justru bertubuh paling kecil. Dia pun punya sifat yang jauh berbeda dibanding kedua saudaranya.
Buck sangat lincah dan bertenaga besar. Libby, ceria dan punya banyak akal. Sementara Arlo, lemah dan penakut. Sekalipun Papa selalu mendorong Arlo untuk lebih berani, si bungsu tetap takut pada semua hal, bahkan daun yang jatuh pun bisa membuatnya kaget.
Suatu hari, pertanian mereka yang damai, diganggu oleh pencuri jagung yang kerap memakan persediaan musim dingin. Papa pun menugaskan Arlo untuk menjaga gudang dan menangkap si pencuri.
Beruntung bagi Arlo, si pencuri masuk perangkap. Namun melihat wajah si pencuri yang imut dan tubuh yang kecil, Arlo tak tega membunuhnya. Dia malah melepaskan pencuri kecil itu.
Akibatnya, Papa marah besar. Dia mengajak Arlo untuk mengejar si pencuri. Tapi Arlo yang lemah tak bisa mengejar Papa, dan justru jadi beban. Pada saat yang sama, badai besar datang menerjang. Arlo selamat, tapi tidak demikian halnya Papa.
Keluarga Arlo berduka. Pekerjaan di ladang menjadi berat tanpa Papa. Arlo begitu dendam pada si pencuri. Namun dia terlalu takut untuk pergi keluar pagar.
Suatu hari, si pencuri kembali datang dan memakan persediaan jagung musim dingin. Kesal, Arlo mengejar si pencuri, tapi mereka malah jatuh ke sungai dan hanyut jauh dari rumah.
Di situlah, petualangan Arlo dimulai. Si dinosaurus yang penakut harus belajar berani, mengatasi rasa takutnya dan bertahan seorang diri mencari jalan pulang ke rumah.
Sisi unik di film ini muncul ketika, Spot si pencuri, yang ternyata seorang bocah gua berusia sekitar lima tahun, bertindak layaknya anjing penjaga bagi Arlo. Sang dinosaurus remaja kini punya peliharaan manusia.
Berdua, mereka menjelajah dunia luas, mencari lereng gunung salju, tempat rumah Arlo berada.
Bagi para penggemar film kartun kompleks besutan Pixar,
Dino yang Baik memang sangat sederhana. Meskipun begitu, ceritanya kuat, visualnya pun menarik serta mengundang tawa sekaligus haru.
Diakui sutradara dan animator film ini, Peter Sohn, karakter Arlo sedikit banyak menggambarkan dirinya sebagai warga minoritas keturunan Korea di belantara New York, Amerika Serikat.
“Berusaha lebih percaya diri adaah persoalan besar bagi saya,” kata Sohn kepada laman NPR. “Saya merasa ujian ini mengikuti saya seumur hidup—berusaha menemukan cara melampaui ketakutan-ketakutan kecil atau bahkan yang besar.”
Diakui Sohn sebagaimana dikutip NPR, pembuatan film
Dino yang Baik diawal dari pertanyaan sederhana: “bagaimana jika.” Pertanyaan berputar dalam benaknya, “Bagaimana jika dino bercocok tanam andai mereka herbivor? “Jika anda seorang karnivor mungkin anda juga petani?”
Lalu, soal dipilihnya karakter dinosaurus juga tak terlepas pengalaman Sohn semasa kecil kala mengunjungi American Museum of Natural History di New York, dan melihat patung belulang barosaurus di atrium.
“Ini melahirkan imajinasi sesuatu sebesar ini mengaum di sekitar New York,” kata Sohn yang juga terlibat dalam tim sejumlah film animasi, antara lain
Finding Nemo (2003),
The Incredibles (2004),
Ratatouille (2007),
Toy Story 3 (2010),
WALL-E (2008),
Monsters University (2013)
Segala pengalaman pribadi, gagasan dan imajinasi itu dirangkum Sohn dalam film
Dino yang Baik dengan pesan moral kuat, bahwa memiliki rasa takut itu baik. Justru dengan mengenal takut, maka keberanian akan muncul.
Pesan moral lainnya, kebaikan akan menuai kebaikan. Dengan kata lain, film
Dino yang Baik sangat cocok untuk ditonton pada akhir pekan bersama seluruh keluarga.
[Gambas:Youtube] (vga)