Geliat Festival 'Electronic Dance Music' di Indonesia

Fadli Adzani | CNN Indonesia
Jumat, 11 Des 2015 19:06 WIB
Saat tubuh merespon musik, timbul rasa senang. Maka tak heran bila EDM digemari para muda mudi.
Ilustrasi EDM (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Shut up and dance with me," seru Nicholas Petricca, vokalis Walk the Moon, berulang-ulang, mengajak siapa pun yang mendengar lagu berirama rancak ini hanya ingin berdansa, tanpa perlu berkata-kata.

Agaknya semua orang memang suka berdansa, spontan menggerakkan badan seperti anak kecil saat mengalun musik yang menggelitik indra dengar. Karena itu, lantai dansa di mana pun tak pernah sepi!

Apalagi belakangan ini, electronic dance music (EDM) semakin menghebohkan seiring perkembangan era digital. Genre ini tak pernah kehilangan penggemar sejak pertama kali muncul pada era 1960-an.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari masa ke masa, musik elektronik telah mengalami banyak perubahan, dari instrumen musik sampai penikmatnya. Satu hal yang tak pernah berubah: musik elektronik setia menyemarakkan lantai dansa dan pesta.

Lazimnya, sebagaimana disebutkan laman Dance Music North West, saat tubuh merespon musik, timbul rasa senang. Maka tak heran bila EDM digemari para muda mudi karena lantunan musik serba digital yang rancak.

Dengan meningkatnya antusiasme banyak orang terhadap musik EDM, artis-artis EDM pun berevolusi. Tidak sedikit disc jockey (DJ) yang berkolaborasi dengan para penyanyi papan atas untuk menambah seru musik mereka.

Sebut saja, DJ Calvin Harris yang berkolaborasi dengan Rihanna di lagu We Found Love, DJ Zedd yang menggandeng Selena Gomez di lagu I Want You to Know, atau DJ Avicii yang bertandem dengan Alesso di lagu Chase The Sun. 

Sama halnya seperti musisi rock, pop, metal dan jazz yang membutuhkan arena festival untuk unjuk gigi, begitu juga para DJ. Selain lantai dansa pub atau diskotik, arena yang paling pas bagi para DJ yaitu festival musik.

Seiring berkembangnya EDM di Amerika Serikat, Eropa dan belahan dunia lain, Indonesia pun mulai ketularan EDM. Hal itu diakui oleh Anza Mauriza, DJ Indonesia yang namanya melejit bersama duo March Mayhem, yang digawangi Marcel Chandrawinata.

"Musik EDM itu sangat besar sekali di dunia, bahkan di Indonesia. Hal itu dikarenakan karena maraknya musik EDM di Amerika Serikat yang kemudian menyebar ke Indonesia, jadi musik EDM semakin besar," ujar Anza kepada CNN Indonesia ketika dihubungi melalui sambungan telepon, pada Jumat (11/12).

Selain itu, mengutip pernyataan Anza, musik EDM memiliki daya tariknya sendiri, yakni musik yang bisa bikin pinggul bergoyang, dan suara vokal yang memerdukan lagu-lagu EDM.

"Daya tarik EDM itu dari vokalnya, seperti Coldplay, misalnya, itu termasuk EDM. EDM bisa juga buat pumping, membawa suasana lebih senang dan bahagia. Jadi EDM itu nggak cuma buat pumping dan musik elektronik saja, tapi ada vokalnya," Anza melanjutkan.

Berkembangnya EDM di Indonesia dapat dilihat dari menjamurnya festival-festival EDM di Tanah Air. Sejak 2008, Indonesia telah kedatangan festival  EDM, dari Blowfish Warehouse Project, yang sekarang berganti nama menjadi Djakarta Warehouse Project. Perhelatan festival EDM yang diselenggarakan oleh Ismaya Live itu seakan-akan sudah menjadi "hari raya" para pencinta musik pesta.

Setiap akhir tahun, sejak 2008, DWP tidak pernah sepi pengunjung. Bagaimana tidak, DWP dapat dibilang sebagai salah satu festival EDM terbesar di dunia, selain diramaikan oleh DJ dan musisi EDM papan atas dunia, DWP juga menyajikan panggung-panggungnya dengan unik, serta berhasil dikunjungi oleh puluhan ribu orang. DJ seperti David Guetta, Alesson, Zedd, pun pernah menjadi saksi kemegahan festival musik EDM ini.

DWP sempat dihelat di klub Blowfish, dan selama dua tahun terakhir, DWP diselenggarakan di tempat yang sama, yakni JIEXPO Kemayoran, Jakarta.

EDM bisa juga buat pumping, membawa suasana lebih senang dan bahagia.DJ Anza Mauriza
Selain DWP, festival EDM lain yang ramai dikunjungi masayrakat lokal dan asing adalah Dreamfields. Selain lokasinya yang terletak di Bali, Dreamfields juga memanfaatkan lokasi bersejarah di pulau Dewata itu, yakni Garuda Wisnu Kencana (GWK), yang merupakan taman wisata di bagian selatan pulau tersebut.

Sejak pertama kali diselenggarakan tahun lalu, Dreamfields telah berhasil menjual habis tiketnya, tercatat lebih dari 10 ribu penonton memadati GWK pada saat itu.

Karena lokasinya yang terletak di tempat wisata dunia, Dreamfields pun berhasil menyatukan puluhan kebangsaan dari seluruh dunia, untuk menikmati lantunan musik EDM di festival tersebut.

Selain Dreamfields, festival EDM yang digelar di Bali adalah Ultra Music Festival. Festival EDM itu termasuk yang tertua di dunia, umurnya saja sudah mencapai 16 tahun.

Pertama kali diselenggarakan di Miami, Amerika Serikat, pada 1999 silam, akhirnya festival EDM itu masuk ke Indonesia pada 24 hingga 25 September lalu.

Selain DWP, Dreamfields dan Ultra Music Festival, Jakarta juga memiliki Invasion Electric Dance Festival, yang telah dihelat sejak 2013 lalu di Ancol, Jakarta.

Tidak banyak perbedaan antara festival musik EDM ini dengan DWP, keduanya sama-sama mengusung tema musik yang sama. Yang membedakan keduanya hanyalah dari segi panggung dan juga musisi-musisi yang meramaikan festival tersebut.

Invasion Electric Dance Festival dapat dibilang sebagai festival EDM indoor terbesar di Indonesia. Pada 2013 saja, mereka berhasil menjadi magnet dari 15 ribu masyarakat lokal, juga asing.

Indonesia sepertinya tidak akan kehabisan festival EDM-nya. Antuasiasme masyarakat terhadap musik yang penuh dengan lantunan bass dan synthezer itu terus menarik promotor asing untuk membawa festival EDM ke Tanah Air.

Namun sayang, dengan besarnya antuasiasme masyarakat terhadap EDM itu, Indonesia baru berhasil membuat dua festival musik EDM yang asli karya anak bangsa, yakni DWP dan Dreamfields. Padahal festival EDM potensial dijadikan magnet untuk meningkatkan penghasilan pariwisata Indonesia.

(vga/vga)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER