Jakarta, CNN Indonesia -- Kampanye politik dan hiburan seperti dua sisi mata uang. Berbeda, namun tetap satu. Hiburan dihadirkan sebagai penyeimbang kampanye politik. Namun tak jarang malah hiburan yang menarik minat massa, bukan sosok politikus yang berkampanye.
Di Indonesia, sajian hiburan musik dangdut terbilang paling sering memeriahkan panggung kampanye politik, terutama menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Para artis dangdut tampil setelah politikus berorasi tentang visi dan misinya.
Diakui Marketing Manager PT Nagaswara Julius Wijaya, para artis dangdut paling sering diminta untuk mengisi acara kampanye Pilkada. Bahkan permintaan itu melonjak tinggi dibandingkan artis genre lain di bawah payung label rekaman Nagaswara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu memasuki masa kampanye Pilkada, para artis dangdut yang dikontrak Nagaswara pasti kebanjiran order. Tak jarang para kandidat Pilkada berebut mengorder artis dangdut tertentu untuk memeriahkan kampanye dan menjaring massa pendukung.
“Bahkan ada (penyanyi dangdut) yang hingga saat ini masih sibuk mengisi acara di beberapa daerah,” ujar Julius kepada CNN Indonesia via sambungan telepon. Order manggung untuk penyanyi dangdut berdatangan dari seluruh penjuru Indonesia.
Di antara sederet penyanyi dangdut terkenal, nama Siti Badriah dan Zaskia Gothic termasuk dua yang terbilang paling laris, atau paling sering diminta
manggung untuk memeriahkan kampanye Pilkada. Menurut Julius, fenomena ini wajar-wajar saja.
Dangdut memang merakyat, sebagaimana lirik lagu
Dangdut is The Music of My Country yang dinyanyikan kelompok vokal Project Pop. Julius mendefinisikan dangdut sebagai musik selera umum yang dapat diterima di sebagian besar masyarakat.
Sajian dangdut, diakui Julius, membuat "acara kampanye (politik) lebih meriah,” karena musik ini sendiri memiliki keberagaman jenis yang menyentuh selera banyak orang. Dampaknya lebih terasa, orang-orang mudah "tergerak" oleh dangdut.
Saat intro musik dangdut mengalun, spontan orang-orang bergoyang mengikuti irama. Inilah keistimewaan dangdut yang mungkin tak dimiliki genre musik lain, terutama bila disajikan di hadapan massa pendukung kampanye politik.
“Bahkan untuk band seperti Keris Patih kalah populer dengan artis dangdut selama masa kampanye Pilkada ini,” kata Julius seraya menegaskan bahwa panitia kampanye politik lebih memilih musik dangdut sebagai sajian hiburan.
Agar pamor musisi genre lain tak makin terlibas di musim kampanye politik, menurut Julius, salah satu solusinya adalah membawa artis dangdut bersama artis genre lain. Jadi rangkaian hiburan kampanye diisi berbagai genre musik.
Sekalipun tak ada paksaan, namun menurut Julius, ada baiknya artis genre lain bersedia membawakan
cover version lagu dangdut, selain lagu-lagu milik sendiri. Semata untuk mencuri perhatian massa, dan menampilkan aksi berimbang.
“Seperti yang diperlihatkan oleh grup band The Virgin, beberapa waktu yang lalu. Selain membawakan lagu andalannya, mereka juga memainkan karya dangdut untuk massa kampanye Pilkada,” Julius menambahkan.
Namun selaris-larisnya artis dangdut, ternyata tidak semua daerah di Indonesia memperbolehkan mereka tampil di hadapan massa, kecuali bersedia menaati peraturan setempat yang meliputi pemilihan lagu, gaya busana, sampai goyangan.
(vga/vga)