'Making A Murderer' Musim ke-dua Lebih Mencengangkan

Ardita Mustafa | CNN Indonesia
Kamis, 28 Jan 2016 07:28 WIB
Musim ke-dua Making A Murderer akan berkisah mengenai pembeberan bukti baru yang dimiliki oleh pihak penuntut.
Making A Murderer menyoroti proses hukum yang menimpa Stephen Avery dan Brendan Dassey, dua tahanan yang dituduh membunuh Teresa Halbach. (Dok. Wikimedia/Manitowoc Sheriff's Department)
Jakarta, CNN Indonesia -- Serial televisi Making A Murderer dikabarkan akan berlanjut ke musim ke-dua dengan sajian fakta yang lebih mencengangkan.

Making A Murderer menyoroti proses hukum yang menimpa Stephen Avery dan Brendan Dassey, dua tahanan yang dituduh membunuh Teresa Halbach.

Keduanya dihukum penjara seumur hidup sejak dijebloskan oleh pengacara Ken Kratz, pada 2007.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti yang dilansir dari The Mirror, baru-baru ini, musim ke-dua Making A Murderer akan berkisah mengenai pembeberan bukti baru yang dimiliki oleh pihak penuntut.

Bukti tersebut diduga dapat semakin memberatkan hukuman Avery dan Dassey.

Sang kreator, Laura Ricciardi dan Moira Demos menyatakan telah berbicara dengan Avery mengenai kelanjutan kasusnya dan kelanjutan musim ke-dua Making A Murderer.

Ricciardi dan Demos juga mengaku yakin untuk melanjutkan Making A Murderer hingga musim ke-dua karena telah membaca surat terbuka dari Avery.

Dalam suratnya, Avery mengatakan pembunuh yang sebenarnya masih berkeliaran dengan bebas di luar penjara.

Avery juga mengaku kecewa dengan pengakuan Jodi Stachowski, mantan kekasihnya yang mengaku kerap disiksa oleh Avery.

"Berapa uang yang ia terima untuk mengatakan hal buruk seperti itu?" kata Avery dalam suratnya.

Di media sosial, banyak penonton setia dokumenter ini mengaku geram dengan kecurangan pihak berwajib dalam menangani kasus Avery dan Dassey.

Petisi yang disiarkan melalui situs change.org oleh Michael Seyedian itu ditujukkan kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama.

"Mereka tidak bersalah dan penegak hukum di Manitowoc County harus meminta maaf kepadanya. Ini demi penegakan hukum di AS," tulis Seyedian.

Di Gedung Putih, desakan agar proses hukum Avery ditelaah kembali juga meluas. Petisi yang beredar meminta sekitar 100 ribu karyawan Gedung Putih kompak mendukung pembebasan Avery.

Dilansir dari NME beberapa waktu yang lalu, petisi tersebut telah ditandatangani oleh sekitar 58 ribu karyawan.

(ard/vga)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER