Jakarta, CNN Indonesia -- Jim Kay sempat ragu saat menerima telepon mengejutkan dari agensinya. "Apakah kamu sedang duduk?
Harry Potter. Tujuh buku. Bagaimana menurutmu?" begitu sang agen membuka percakapan. Kay jelas terbelalak.
Tapi kemudian Kay khawatir karena ia sendiri merupakan penggemar berat film
Harry Potter. Seluruh imajinasi pembaca sudah terlanjur "terdoktrin" oleh film itu. Apalagi ia bukan penggambar "keceriaan."
Mengutip Telegraph, Kay merupakan sosok di balik gambar-gambar dalam
A Monster Calls. Itu memang buku anak-anak, tapi lebih bercerita soal kegelapan monster. Baru-baru ini ia menggarap gambar monokrom dari koleksi cerita tentang Perang Dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tidak terlalu [mahir] menggambar untuk anak-anak," kata Kay. "Dan saya tidak dikenal sebagai penggambar ilustrasi bergaya ceria," lanjutnya. Apalagi
Harry Potter sudah pernah "digambarkan" ke film.
Namun ia kemudian berubah menjadi optimistis. "Hei, saya bisa mendesain semuanya: kostumnya, arsitekturnya, orang-orangnya, makhluknya," pikirnya saat itu. Ia bisa meniupkan nyawa baru di sana.
Kay kemudian menyetujui permintaan tim JK Rowling, penulis asli kisah
Harry Potter itu. Setelah hampir dua tahun bekerja selama tujuh hari seminggu, Kay akhirnya menuntaskan gambar dari adegan-adegan dalam buku. Rowling ternyata menyukainya.
"Melihat ilustrasi Jim Kay sangat menggugah saya. Saya suka interpretasinya tentang dunia Harry dan saya merasa terhormat serta bahagia dia menggunakan talentanya untuk itu," komentar Rowling.
Selain lewat media, Rowling juga memberi apresiasi pada Kay secara pribadi. Kata Kay, ia mendapat "surat cinta" dari penulis yang karyanya ia idolakan itu.
"Bayangkan Anda seorang pendeta dan menemukan catatan dari Tuhan tertempel di kulkas Anda. Rasanya seperti itu," Kay mengungkapkan rasa kebahagiaannya.
Selama sekitar dua tahun menggarap ilustrasi
Harry Potter, Kay tinggal di sebuah studio mini yang dirancangnya sendiri. Ada jam kecil berdetik. Maket kastel Hogwarts. Model kereta Hogwarts Express dari karton. Laba-laba.
Semua ia gunakan sebagai model menggambar. Pada Entertainment Weekly Kay mengatakan, sejak kecil ia harus menggambar mencontoh model. Kalau tidak ada model sungguhan, model tiga dimensi pun ia bikin sendiri.
Yang menarik, ia juga punya manekin tengkorak di dalam studio itu. Dalam video "di balik layar" yang diunggah Bloomsburry Publishing ke YouTube, terlihat ia memain-mainkan tengkorak itu sesekali.
Kay tidak menjelaskan apa pentingnya tengkorak itu baginya. "Saya hanya meminjam pada Leonard," ia berujar santai.
Namun hal yang jelas penting baginya adalah kebun cantik di belakang rumah. Dari sana, dalam videonya Kay mengatakan, ia mendapat banyak inspirasi. Kadang warna jingga bunga memberinya ide untuk ilustrasi. komposisi, struktur, bahkan bentuk tanaman pun meliar di imajinasinya.
Semua itu bisa menjadi runcing menara kastel, patung monster, sampai arena permainan Quidditch di lapangan sekolah.
[Gambas:Youtube]"Terdengar bodoh, tapi saya banyak mendapat inspirasi dari tanaman," katanya.
Bakat Kay dalam menggambar sudah terlihat sejak kecil. Ia dilahirkan di sebuah kota kecil di Derbyshire, Inggris. Ayahnya bekerja di perusahaan asuransi. Ia mungkin menuruni bakat menggambar dari sang kakek.
Gambar pertamanya adalah sketsa Pink Panther. Usianya masih enam tahun saat itu. Ia menggambar di sisi kakeknya. Hingga kini, gambar kenangan itu masih disimpan rapi di salah satu sisi dinding studio Kay. Ia juga belajar akting.
"Karena kami belajar drama, kami mengenal banyak hal tentang sastra," katanya. Ia sering mematri cerita di kepalanya. Lalu berimajinasi. Imajinasi itulah yang akhirnya membuatnya jadi ilustrator.
Meski bakatnya sudah muncul sejak kecil, perjalanan Kay sampai ke telinga Rowling dan ujung tongkat sihir Harry Potter tidak mulus. Ia belajar menjadi ilustrator di universitas. Ia juga pernah mencicipi pekerjaan itu selama beberapa saat.
Namun Kay kemudian kesulitan uang. Ia menyerah dan tak menggambar lagi selama 10 tahun. Pekerjaannya berganti-ganti: inventarisasi karpet, pengepakan kalender, sampai pencatatan medis di rumah sakit.
"Itu penyesalan terbesar saya," katanya.
Kemudian Kay bekerja di bagian arsip galeri Tate. Di sana, ia melihat dokumen-dokumen seniman Inggris. Kay pun menyadari ia itu kali pertamanya masuk ke kehidupan seniman dari dokumen tangan pertama. Yang ia ingat, korespondensi Stanley Spencer.
Dari sana, Kay mendapat pekerjaan sebagai kurator di koleksi ilustrasi di Royal Botanic Gardens di Kew. Suatu hari, ia mengkritik beberapa seniman bersama temannya. Ia mendapat komentar, "Setidaknya mereka mencoba [menggambar]."
Kay sadar itu benar. Tak lama setelah itu, Kay tak perlu berpikir panjang untuk menjawab "ya" saat Direktur Galeri Riverside di Richmond, yang pernah melihat karya-karyanya, menawarinya untuk pameran.
Satu dekade ia tak menggenggam pensil dan menggoreskan kuas. Namun Kay tak menyerah. Berkat kerja keras, pamerannya jalan.
"Jangan pernah mencoba mengisi dua ruangan galeri jika Anda tinggal di kamar sempit dan bekerja seharian. Saya harus membingkai semuanya sendiri karena tak punya uang. Saya membuat bingkai, memotong kaca. Itu mimpi buruk," Kay menceritakan.
Beruntung pasangannya, Louise Clark yang ditemui 13 tahun lalu saat menjadi petugas perpustakaan di Tate, mendukung penuh. Kay pun memutuskan kembali ke dunai ilustrasi.
Tahun pertama, ia bekerja 360 hari. Tapi saat membayar pajak ia baru sadar keuntungannya kurang dari satu poundsterling (kurang dari Rp20 ribu) per hari. Karenanya saat menggarap
A Monster Calls, ia kerja paruh waktu di Paperchase.
"JK Rowling rupanya datang ke Paperchase," kata Kay. Demikianlah bagaimana ia ditemukan, meski Kay sendiri belum pernah bertemu Rowling di Paperchase maupun saat menggarap ilustrasi untuk Harry Potter.
(rsa/vga)