Meretas Kehidupan Monoton dalam Sepetak 'Room'

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Kamis, 11 Feb 2016 19:31 WIB
Bertahun-tahun tinggal dalam sepetak gudang berukuran 3 x 3 meter, Ma (Brie Larson) dan Jack (Jacob Trambley) berusaha keluar menjelajah luasnya dunia.
Jacob Tremblay, pemeran Jack dalam Room. (REUTERS/Danny Moloshok)
Jakarta, CNN Indonesia -- Seumur hidup Jack hanya tahu dunianya terbatas di ruangan seukuran tiga kali tiga meter. Di luar ada makhluk angkasa yang tak pernah balas berteriak meski ia sudah menyapa mereka sekuat tenaga.

Ia harus masuk lemari untuk tidur jika malam tiba, apalagi saat si Nick Tua datang menghampiri ibu yang dipanggilnya Ma. Jack juga tak pernah memotong rambut. Yang ia tahu hanya hidup harus berhemat.

Namun suatu hari, usianya menginjak lima tahun. Ia punya truk mainan dengan pengendali jarak jauh sebagai hadiah dari Nick Tua. Jack merasa makin dewasa. Rasa ingin tahunya semakin merajalela.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, Ma semakin muak dengan kehidupan tujuh tahun di dalam ruangan yang sama. Ia bahkan tak punya kontrol akan hidupnya sendiri. Listrik, pemanas, air, bebas dihidupmatikan si Nick Tua.

Padahal dahulu Ma, yang ternyata bernama Joy Newstone, adalah gadis periang dan populer. Hidupnya berubah di usia 17 kala menolong seorang pria dan anjingnya yang sakit. Itu si Nick Tua.

Dunia Ma lantas mengerucut menjadi hanya seukuran gudang. Tujuh tahun berikutnya, Ma tak pernah lagi melihat matahari terbit atau bulan purnama. Ia tak lagi melihat rumah sungguhan dengan ayunan di halaman belakang yang indah.

Sampai kemudian Jack muncul mewarnai harinya. Mengobarkan semangat untuk menjaga buah hatinya tetap selamat. Semangat itulah yang membuat Ma memikirkan trik-trik cerdik mengelabui si Nick Tua.

Ia "mengirim pesan" ke dunia luar lewat Jack. Bocah lima tahun yang tak pernah melihat dunia itu dibuatnya pura-pura mati. Sampai di luar, ia berharap Jack menyampaikan di mana ia tinggal selama ini.

Tapi Jack terlalu syok saat akhirnya ia melihat daun, pohon, rumah, bahkan anjing dan orang sungguhan. Kalau pun akhirnya ia bisa membawa polisi menyelamatkan Ma, sanggupkah mereka berdua bertahan di dunia yang ternyata terlalu luas ini?

Room dikembangkan dari ide sederhana yang ditulis oleh Emma Donoghue. Dari novel, cerita itu dikembangkan menjadi skenario yang kemudian diarahkan oleh sutradara Lenny Abrahamson.

Mengingat sutradara dan penulisnya sama-sama perempuan, Room sangat menonjolkan kekuatan perempuan. Brie Larson sebagai Ma, digambarkan sebagai ibu muda yang kuat dan bersedia berjuang apa pun demi buah hatinya, Jack (Jacob Tremblay).

Itu terlihat dari upayanya menjauhkan Jack dari si Nick Tua (Sean Bridgers). Setiap kali Nick Tua berusaha menyentuh Jack, ia menyentak. Larson memerankan apik mimik protektif seorang ibu.

Larson juga menunjukkan mimik rindu sekaligus khawatir yang sempurna, saat untuk pertama kalinya berpisah dengan Jack demi menyelamatkan mereka berdua. Pertemuan kembali mereka, diiringi lagu mendayu, membuat penonton menitikkan air mata.

Lagi-lagi Larson menyuguhkan akting yang menarik saat ia diwawancara salah satu stasiun televisi dan menyadari dirinya bukan ibu yang baik. Meski tak banyak dialog, ia bisa menunjukkan dirinya sedang dalam pergulatan batin yang kuat, lewat mimik.

Tak heran jika Larson membawa pulang Piala Golden Globes untuk Aktris Pemeran Utama Drama Terbaik. Dalam Oscar, ia juga mendapat nominasi serupa.

[Gambas:Youtube]

Namun yang lebih menarik lagi adalah akting yang disuguhkan si bocah Tremblay. Di usianya yang masih sangat belia—10 tahun pada 5 Oktober mendatang—Tremblay memikat lewat aktingnya yang sempurna.

Ia sukses menjadi bocah yang sangat bergantung pada ibundanya sekaligus mencintainya, bocah yang sama sekali tak pernah melihat dunia luar. Keterkejutan Tremblay saat pertama kali melihat langit biru, pepohonan, dan anjing, sungguh apik.

Apalagi ia banyak diberi porsi adegan sendiri. Jack pertama menyentuh lantai yang bukan kamarnya, melihat jalanan dari ketinggian kamar rumah sakit, bertemu orang asing, bermain Lego, serta banyak hal pertama lainnya, dimainkan dengan memukau.

Begitu pula saat ia memainkan akting khawatir terhadap ibundanya, menghibur Ma, sampai akhirnya bisa beradaptasi dengan dunianya yang baru. Seperti kata Ma dalam film itu, "Kau lagi-lagi menyelamatkanku, Jack. Dua kali." Tremblay memang menjadi pahlawan dalam film Room.

Aktingnya seharusnya layak diganjar Piala Oscar untuk Aktor Utama Terbaik. Tremblay bukan pendukung, ia lebih tepat jadi bintang utama Room.

Di luar akting, Room juga menampilkan cerita yang lebih menyentuh. Dialog-dialognya tidak terlalu frontal tentang hubungan ibu dan anak, tetapi itu semua dirangkum lewat akting dan mimik.

Hubungan yang disajikan pun lebih komplet ketimbang nomine Oscar tahun sebelumnya, Boyhood, yang juga bercerita soal pertumbuhan seorang anak sampai dewasa. Room hanya mengambil satu fase kehidupan Jack dan Ma, tetapi mampu membungkusnya dengan sangat apik. Tak perlu menunggunya tumbuh besar selama 12 tahun.

Konflik dalam Room pun terasa lebih membumi dan konkret, lebih menyentuh bagi penonton. Dialog-dialog kecilnya, seperti bagaimana Jack merelakan rambut panjang—yang ia sebut sumber kekuatan—untuk sang ibunda, juga bagaimana ia mengungkap kata cinta untuk neneknya, amat menyentuh.

Tak kalah menyentuh, momen ketika Jack meminta Ma mengucap selamat tinggal kepada ruangan kecil mereka, sebagai simbol peralihan hati keduanya.

Layak jika Room menjadi nomine Film Terbaik Oscar. Sutradara Abrahamson mampu menggali potensi akting bintang-bintangnya, meramu konflik, memasukkan mimik di adegan tertentu sehingga tak terasa datar, serta memberi sentuhan adegan haru. (rsa/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER