Hari Ini, Peringatan 100 Tahun Sensor Film Indonesia

Agniya Khoiri | CNN Indonesia
Jumat, 18 Mar 2016 07:45 WIB
Kebijakan sensor karya sinematografi telah diberlakukan oleh pemerintahan kolonial Belanda sejak 18 Maret 1916.
Ilustrasi sensor film (RazoomGames/Thinkstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Industri perfilman Indonesia baru bergeliat pasca era Kemerdekaan. Namun ternyata aksi pengguntingan adegan alias penyensoran sudah berlangsung lebih lama, 100 tahun!

Kebijakan sensor karya sinematografi telah diberlakukan oleh pemerintahan kolonial Belanda sejak 18 Maret 1916. Maka pada hari ini, diperingati 100 Tahun Sensor Film Indonesia.

Memanfaatkan momentum ini, Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia yang kini diketuai oleh Ahmad Yani Basuki mengusung tema Masyarakat Sensor Mandiri Wujudkan Kepribadian Bangsa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tujuan tema ini, ditegaskan Yani, untuk membangun budaya sensor mandiri sebagai cermin keteguhan kepribadian bangsa Indonesia berlandaskan ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku.

Yani menyebut Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai landasan yang mengukuhkan basis ketahanan nasional.

"Masyarakatlah yang harus cermat dalam memilah dan memilih film, baik dan buruk pengaruhnya bagi ketahanan budaya bangsa," ujar Yani di Gedung Film, Jakarta, baru-baru ini.

Sejak awal 1900-an, karya sinematografi telah diputar di wilayah-wilayah Nusantara. Namun, sampai sekarang, LSF merasa masih banyak pro dan kontra akan eksistensi lembaga ini.

Utamanya, menyangkut pemaknaan istilah sensor dan reorientasi lembaga, serta minimnya sosialisasi kebijakan. Guna menyelesaikan masalah tersebut, LSF menempuh beberapa langkah.

Pertama, mendampingi masyarakat mewujudkan sensor film secara mandiri. Kedua, mengajak insan-insan perfilman mengangkat tema yang bernuansa Indonesia.

Ketiga, mengutamakan proses dialog sebagai proses pengambilan keputusan. Dan terakhir, memberi pelayanan cepat dengan membuka perwakilan LSF di sejumlah daerah.

Momentum kali ini ditandai sejumlah kegiatan di beberapa daerah, termasuk di sejumlah kampus. Meliputi sosialisasi kebijakan LSF dan penyerapan kearifan lokal, serta pembentukan perwakilan LSF.

LSF pun melibatkan blogger untuk menulis tentang pentingnya membangun kesadaran masyarakat melakukan sensor mandiri. Hal ini disampaikan Dyah Chitraria, ketua panitia Peringatan 100 Tahun Sensor Film Indonesia.

"Era virtual ini sangat dahsyat, sosial media pun sama dahsyatnya. Blogger memiliki arti penting untuk beropini, bukan hanya untuk LSF tapi juga sineas, bagaimana masukan itu akan jadi pengembangan ke depannya," kata Dyah.

Peluncuran buku Bunga Rampai 100 Tahun Sensor Film, pada 28 Oktober 2016, akan menjadi puncak acara peringatan. Buku ini berisi pandangan tentang sensor film dari beberapa tokoh.

Tokoh-tokoh yang dilibatkan, menurut Dyah, termasuk para pemangku kebijaksanaan. “Kami menargetkan pada [mereka] yang aktif mengkritisi, seperti sutradara, penulis skenario, produser, pengelola bioskop, dan lainnya.”

(vga/vga)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER