Menguak Asal Usul White Shoes di Cikini dari Film Dokumenter

CNN Indonesia
Selasa, 05 Apr 2016 20:03 WIB
Manajer band White Shoes and the Couples Company mengatakan kalau film dokumenter musik sangat jarang di Indonesia. Mereka berniat membuatnya.
White Shoes and the Couples Company saat tampil di Music at Neswroom. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Musik dan film yang menghasilkan karya gambar serta suara menjadi dua hal yang tak bisa dipisahkan. Sayangnya, tidak semua pelaku seni memiliki niat untuk menggabungkan kedua hal tersebut.

Padahal akan sangat menarik jika ada film yang berkisah mengenai musik.

Hal serupa disepakati oleh Indra Ameng, manajer White Shoes And The Couples Company (WSATC).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia merasa banyak band-band di Indonesia yang memiliki video dokumentasi penampilan mereka tapi hanya berakhir di dalam harddisk.

"Semua hanya disimpan. Kalau disiarkan paling hanya sampai Youtube. Belum pernah ada video dokumentasi yang dijahit menjadi cerita terencana," kata Ameng saat media gathering Film Musik Makan kepada CNNIndonesia.com pada akhir bulan lalu.

Berawal dari kegelisahan itu, Ameng bersama personel WSATC dan seniman sekaligus personel Goodnight Electric, Hendry Foundation, ingin membuat film dokumenter dari video dokumentasi WSATC.

Film dokumenter itu akan berkisah mengenai perkembangan karier WSATC sejak 2002 lalu.

"Film ini mau ceritain gimana WSATC lahir di Cikini. Mereka punya cerita dan hubungan yang spesial sama kampus Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Ya, bisa sampe seperti ini kan juga karena nongkrong dan ketemunya di Cikini," ujar Ameng yang juga produser dalam film dokumenter WSATC itu.

Ameng mengaku awalnya hanya ingin mendokumentasikan konser WSATC yang digelar di Cikini pada Agustus 2015.

Ia beranggapan bahwa sangat sayang apabila dokumentasi itu bernasib sama dengan dokumentasi lain yang hanya berakhir dalam harddisk.

Akhirnya mereka memutuskan membuat film yang disutradarai oleh Henry.

Pria yang juga lulusan IKJ ini juga ingin membuat karya visual tersebut karena film dokumenter tentang musik sangat jarang dibuat sineas Indonesia.

"Sekitar era 70-an, 80-an, dan 90-an kita tidak pernah tahu dokumenter musik seperti apa. Paling baru ada juga tahun 2000-an dan itu pun sedikit," ujar Ameng.

Ia menambahkan bahwa produksi film ini tidak mengeluarkan biaya terlalu banyak.

WSATC bekerja sama dengan komunitas seni kontemporer Ruru Corps dan komunitas audio visual Digilive selama syuting.

"Ya, selain itu film ini juga dibantu dengan lingkaran pertemanank kami di Cikini. Karena teman jadi aman lah," kata Ameng sambil tertawa.

Uniknya, sampai saat ini personel WSATC belum ada yang melihat isi film dokumenter yang masih dalam proses paska produksi itu. Ameng menginginkan film ini juga menjadi kejutan bagi para personel WSATC.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER