Jakarta, CNN Indonesia -- Baru dua pekan menghiasi layar lebar, film
Gila Jiwa yang diproduseri Ria Irawan terpaksa menyingkir, karena jumlah penontonnya terbilang sedikit. Meski begitu, tak menyurutkan semangat sang perempuan Minangkabau ini.
“Aku masih semangat dan enggak stres, enggak nyesel,” kata Ria kepada CNNIndonesia.com, baru-baru ini. Sebagai produser, ia mengaku, tak melulu memikirkan keuntungan, melainkan memberikan suasana dan pilihan baru kepada penonton.
Semangat yang sama juga ditularkan Ria kepada empat sutradara film ini: Afgansyah Reza, Julia Perez, Aming, dan Ade Paloh. “Kalau [filmnya] tidak dipuji, ya jangan berkecil hati, karena di Indonesia, film bagus cepat terbawa angin.”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan mimik muka serius, putri pasangan sineas Bambang Irawan dan Ade Irawan ini menyatakan, tidak ingin menderita sakit jiwa lantaran hanya ingin dipuji. Namun di sisi lain, ia pun memaklumi bila filmnya juga tidak dikritik.
“Nah, kesalahan kami, film ini juga tidak bisa dikritik. Tapi tidak perlu berkecil hati,” katanya, optimis. Yang penting, menurut Ria, dirinya selaku produser tidak melakukan tindakan tercela, seperti berhutang atau menipu.
Lebih jauh, saudari kandung aktris Dewi Irawan ini menyebut film
Gila Jiwa sebagai “monumen” yang menandai 40 tahun kiprahnya di ranah sinema Tanah Air. Idenya sendiri sudah mengendap bertahun-tahun, namun baru direalisasikan sekarang.
Soal keterlibatan Afgansyah Reza, Aming, Julia Perez dan Ade Paloh, menurut Ria, merupakan bentuk apresiasinya bagi keempat insan ranah hiburan yang pernah membintangi film box office Indonesia sesuai peran masing-masing.
“[Film] itu ucapan terima kasihku sebagai orang film lama, apresiasiku terhadap mereka yang pernah terlibat di film
blockbuster,” kata Ria, yang segera menambahkan, “Tapi bukan berarti aku enggak
ngajak [pesohor] yang lain.”
Diakui Ria, sebelum menggarap film
Gila Jiwa bersama keempat selebriti tersebut, dirinya telah menghubungi sederet selebriti lain untuk diajak bekerja sama, dari Giring “Nidji,” Didi Petet, sampai Jajang C. Noer, namun urung.
Pada akhirnya, Afgansyah Reza, Aming, Julia Perez dan Ade Paloh menyatakan bersedia bekerja sama dengan Ria. Namun mengingat keempat pesohor itu bukan sineas, Ria menggelar
workshop, agar mereka lebih memahami peran baru sebagai sutradara.
“Supaya mengerti
dramaturgy,
decoupage, teknis syuting film, bukan cuma
ngomong, ‘
Camera rolling,’ ‘Cut,’ ‘Action,’” kata Ria. Hingga akhirnya, lima sekawan ini mampu bekerja sama menggarap film yang “
fun dan komersil banget.”
Begitu belakangan ternyata filmnya
flop—tak ditonton banyak orang di bioskop, Ria pun menyadari, kiprah sineas bukan semata soal produksi film, melainkan juga bisnis film. Untuk itu, ia bertekad membuat
blue print bisnis film.
Kini, Ria bersemangat memboyong filmnya untuk
special screen—layar tancap—di berbagai daerah di Indonesia, juga diikutsertakan ke beragam festival film mancanegara. “Saatnya kembali ke zaman gerilya: membawa
screening di mana-mana.”
(vga/vga)