Jakarta, CNN Indonesia -- Di era digital, arus berita mengalir begitu cepat. Saking cepatnya, sampai-sampai fakta dan data aktualnya kadang terabaikan. Bukan sekali dua kali media massa melakukan kekeliruan: memberitakan pesohor meninggal dunia, padahal nyatanya masih segar bugar.
Hal ini tentu saja fatal, apalagi bila media massa yang bersangkutan memiliki reputasi terpandang. Sebagaimana kekeliruan yang dilakukan USA Today kala mengabarkan kematian penulis Cormac McCarthy via Twitter, pada Selasa (28/6), tanpa melakukan pengecekan kepada pihak keluarga maupun penerbit.
McCarthy termasuk penulis andal. Salah satu novelnya,
No Country for Old Men, diadaptasi ke layar lebar dan meraih empat Oscar termasuk kategori Best Picture. Jumlah penghargaan yang pernah diterima McCarthy jauh lebih banyak ketimbang jumlah novelnya. Salah satunya, Pulitzer Prize 2007 untuk kisah fiksi
The Road.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fatalnya, Di
cuitan pertama, media massa tersebut mengabarkan kematian sang penulis kaliber Pulitzer Prize di usia 82 tahun akibat
stroke, lengkap dengan tagar #
BREAKING. Namun setelah menyadari adanya kekeliruan, mereka pun menayangkan
cuitan ke-dua mengenai upaya verifikasi berita kematian McCarthy.
Kalau saja USA Today teliti dan berhati-hati, tentu mereka terlebih dahulu mengontak pihak humas McCarthy, Penguin Random House. Begitu menyadari telah melakukan kesalahan fatal, mereka langsung mengoreksi berita dengan menayangkan
cuitan ke-tiga. Mereka mengakui kesalahan: telah menyebarkan informasi palsu.
Sejauh ini, belum ada tanggapan dari pihak McCarthy mengenai kabar burung yang beredar. Namun yang jelas, kondisinya baik-baik saja. Hal ini dipastikan oleh pihak
penerbit, "
Cormac McCarthy is alive and well and still doesn't care about Twitter." Namun kabar duka kadung menyebar. Tidak sedikit penggemar yang mengicaukan ucapan belasungkawa.
Sebagaimana dikabarkan Los Angeles Times, informasi palsu tentang kematian McCarthy dibuat oleh penipu berwarganegara Italia bernama Tommaso De Benedetti. Sebelumnya, ia juga pernah menyebar informasi palsu mengenai kematian Paus Fransiskus dari Vatikan, Fidel Castro dan Pedro Almodovar.
The Guardian berpendapat, para penyebar informasi palsu melakukan aksinya demi menunjukkan kelemahan media massa untuk melakukan cek dan cek ulang. Sepekan lalu, De Benedetti pun berusaha melakukan penipuan lain dengan membuat akun Twitter palsu Don DeLillo, penulis buku
White Noise. (vga/vga)