Jakarta, CNN Indonesia -- Pameran seni bertaraf internasional tengah digelar di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel. Pameran bertajuk Art Stage Jakarta ini digelar pada 5-7 Agustus 2016. Ini merupakan bentuk batu loncatan bagi para seniman kontemporer Indonesia agar mendapat perhatian mancanegara.
Lorenzo Rudolf adalah orang yang patut diacungi jempol pada pameran ini. Setelah sebelumnya membuat Art Stage Singapura, ia kini ingin menggelar pameran serupa d sini.
Alasannya sederhana, "Kami menyukai koleksi dari seniman Indonesia yang sangat unik, dan kami tahu bahwa Indonesia butuh ruang untuk internasional. Kami ingin mendukung Indonesia," katanya pada peluncuran Art Stage Jakarta, kemarin, Jumat (5/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesempatan menggelar pameran ini terbuka ketika pada 2008 Rudolf bertemu dengan Deddy Kusuma, salah seorang kolektor seni Indonesia. Deddy kemudian memperkenalkan dunia seni Indonesia pada Rudolf, dan itu membuatnya sangat jatuh cinta pada seni Indonesia.
Untuk mewujudkan keinginannya membuat pameran seni, Rudolf pun mengajak Tom Tandio yang sebelumnya juga banyak membantu Rudolf dalam penyelenggaraan Art Stage Singapura.
"Saya merasa senang karena dapat membalas budi dengan mempromosikan seni Indonesia ke internasional melalui Art Stage Jakarta," ungkap Rudolf.
Art Stage Jakarta diakui Rudolf sebagai salah satu pameran seni terbesar yang ada di Indonesia. Pasalnya, pameran ini memuat sebanyak 49 galeri seni yang terdiri dari 16 galeri Indonesia dan 33 galeri internasional.
Pun sebanyak 16 negara turut memeriahkannya, seperti Singapura, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, Belanda, Taiwan, Malaysia, Australia, Rusia, Filipina, Spanyol, Prancis, dan Jerman.
Tak sekadar memamerkan karya seni saja, namun Art Stage Jakarta juga menggelar Conversations, yaitu serangkaian pembicaraan untuk membahas karya seni. Ini akan digelar selama dua hari: 6 dan 7 Agustus 2016.
Masing-masing akan memiliki dua sesi. Sesi pertama pada pukul 14.00-15.00 WIB dan sesi kedua pada 16.00-17.00 WIB. "Ini penting untuk semua orang agar mengerti seni yang ada di sini," papar Rudolf.
Topik yang akan dibahas pun berbeda di setiap harinya. Pada 6 Agustus 2016, Deddy Kusuma dan Yue Minjun akan membahas hubungan antara kolektor dengan seniman.
Kemudian pada 7 Agustus, Lorenzo Rudolf akan membahas seni kontemporer dan Mira Lesmana akan membahas proses kreatif sebuah seni.
 (CNN Indonesia/Munaya Nasiri) |
Potret Ekspresi Diri AffandiSalah satu galeri yang menarik adalah pameran tunggal dari Affandi. Rudolf secara khusus menguratori karya-karya milik seniman asal Jawa Barat tersebut.
Pameran Affandi ini bertajuk The Human Face, terdiri dari 17 karya. Ini merupakan bentuk penghargaan untuk sang maestro lukisan ekspresionis dan pelukis humanis Indonesia.
Penempatan lukisan Affandi dibagi menjadi dua bagian:
Daily Life dan
Self Potraits. Mula-mula pengunjung akan menikmati lukisan bertema kehidupan sehari-hari tersebut, bagaimana Affandi melihat dunia. Kemudian pada bagian
self-potraits, pengunjung akan disuguhkan wajah Affandi dari berbagai periode.
Karya Affandi memang sangat unik dan menarik. Ia tidak menggunakan goresan kuas. Seluruhnya dibuat dengan menuangkan cat langsung ke atas kanvas dan kemudian dilukis menggunakan tangan. Cat pun dibiarkan alami, sehingga ada bagian yang tidak rata. Itu membuat lukisan memiliki kesan timbul.
Lukisan ini pun tidak bisa dilihat dari jarak yang terlalu dekat. Butuh sekitar satu atau dua meter agar bentuk yang dilukis terlihat dengan jelas. Teknik lukis itu lah yang akhirnya menjadi ciri khas dari Affandi.
"Untuk melakukan ini (teknik melukis dengan tangan), dia cari selama bertahun-tahun. Mencari cara yang tepat untuk bisa mengekspresikan diri," kata Rudolf.
Bagi Rudolf, sosok Affandi bukan sekadar seniman, tapi juga sebagai manusia biasa. "Dia menggunakan perasaannya untuk melukis. Dia menuangkannya lewat lukisan. Melukis itu bukan untuk membuat dia terkenal atau kaya," katanya.
Sejumlah lukisan potret diri milik Affandi berjudul
Self Potrait,
Affandi with His Adorable Mother dan 3 Faces.
 (CNN Indonesia/Munaya Nasiri) |
Seni Kontemporer dari Singapura dan JepangSejumlah negara turut bergabung memajang karya seni mereka. Salah satu yang menarik adalah dari Singapura, milik Art Porters dan juga Bruno Artgroup. Pada galeri Art Porters terdapat karya milik Iwayan Novianto.
Ia melukis menggunakan cat akrilik dan pulpen di atas kanvas. Tekniknya pun unik. Bukan goresan panjang dari pulpen yang ia buat, melainkan garis putus-putus berpola yangmembentuk sebuah objek.
Tak ketinggalan karya dari Naufal Abshar. Ia membuat sebuah lukisan yang sangat persis dengan realita para pekerja saat ini. Dengan judul
Are We A Robot Nowadays?Naufal ingin menjelaskan bahwa pada zaman sekarang orang terlalu sibuk dengan pekerjaanya, sehingga sering kali malah jatuh sakit. Padahal banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
Naufal menyusun lukisan itu dari sejumlah kanvas kecil. Ia menggambar sosok robot dengan pakaian dan peralatan kerja. Uniknya, ia turut menyertakan infus asli di depan kanvas itu. Selang infus kemudian ditempel ke tangan robot tersebut.
Kemudian karya dari Joel Amit juga salah satu yang menarik. Ia awalnya memncetak logam dengan beberapa bentuk, semisal bentuk ikan, kupu-kupu, hati, dan bintang.
Bentuk tersebut dibuat dengan jumlah yang banyak. Setelahnya, diberi warna dengan akrilik dengan teknik gradasi. Bentuk-bentuk tersebut disusun dengan menggunakan penyangga yang membuatnya terlihat timbul.
Hal serupa juga dilkaukan David Gerstein pada Bruno Artgroup. Ia membuat bentuk orang yang sedang bersepeda.
Selain dari Singapura, juga ada kara dari Tokyo oleh Shonandai Gallery. Salah satu karyanya ingin menggambarkan tradisi Jepang.
Karya tersebut dibuat oleh Ryota Unno. Lukisan tersebut dibuat dengan warna ceria dan detail. Semua sangat kental dengan tradisi Jepang.
Karya ini dibuat dengan kertas khusus berkualitas tinggi dari Jepang yang disebut dengan Washi. Kertas tersebut kemudian dilukis dengan akrilik dan ditempel dengan bubuk emas yang disebu golden leaf.
Bubuk emas tersebut dikabarkan dari emas asli yang ditumbuk. Sebelum ditempel ke Washi, terlebih dulu Washi dioleskan dengan lem tipis. Baru setelahnya
golden leaf dibubuhkan.
Kemudian karya dari Joe Katayama. Karyanya erinspirasi dari teknik pembuatan bak. Kanvas terlebih dulu dioleskan lilin, dan kemudian diberi warna dengan cara yang bertahap. Pewarnaan tersebut lalu dirapikan dengan menggunakan kuas.
(meg)