Memenangi Hati Penonton Lewat Konten Digital

Resty Armenia | CNN Indonesia
Senin, 24 Okt 2016 10:06 WIB
Sutradara Joko Anwar pun mengakui bahwa jika digarap serius, pemasukan dari pembuatan konten digital bisa lebih besar ketimbang televisi atau film layar lebar.
Joko Anwar pun mengakui kehebatan konten digital. (CNN Indonesia/Munaya Nasiri)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menjamurnya penyedia layanan streaming dan konten digital di Indonesia belakangan ini, membuat persaingan semakin ketat. Layar bioskop bukan lagi satu-satunya tujuan yang diperebutkan oleh sineas.

Mereka juga mengincar penyedia konten digital, yang untuk itu pembuatan produknya tidak perlu se-berbujet besar film layar lebar.

Sineas-sineas seperti Angga Dwimas Sasongko, Joko Anwar, dan Dennis Adhiswara sependapat, semakin lama konten digital semakin berperan besar di industri hiburan Indonesia. Perbedaannya dengan konten televisi atau film, makin hari semakin kecil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Joko menuturkan, kalau dulu masyarakat berpikir durasi konten digital lebih pendek dari konten televisi karena internet mahal dan orang cepat bosan, sekarang hal tersebut tidak lagi terjadi.

"Semakin lama semakin tidak akan ada perbedaan dalam segi konten," ujarnya.


Lantas bagaimana sineas bisa bersaing dengan mereka? Angga menyarankan konten yang berbeda dari kreator televisi, sementara Dennis merujuk pasar yang lebih sempit. Konten digital, kata Dennis, punya karakter yang berbeda dari televisi.

Konten televisi umumnya bersifat komunal, sesuai kultur masyarakat saat menikmati sebuah tayangan. "Kita tahu kebiasaan penonton kalau menikmati konten itu komunal, biasanya bareng bapak dan ibu. Makanya kalau di televisi, variety show paling laris karena bisa ditonton semuanya," katanya.

Dennis menambahkan, "Berbeda dengan konten online, terima kasih kepada ponsel pintar, menonton tak hanya menjadi sarana komunal tapi juga personal. Jadi konten yang ditonton tidak komunal, tapi niche (fokus)."

Bagi Joko, pembeda konten digital adalah faktor penyampaian cerita. Itu harus dibuat kreatif. Sementara faktor audio dan visual mendukung.

"Meski sebuah cerita sudah banyak dipakai orang lain, tidak apa-apa, kita hanya perlu mencari perspektif lain. Kita hanya perlu mencari perspektif yang segar, karena sebagian besar ide cerita sudah pernah digali. Meski ide cerita sama, kita mungkin punya treatment audio visual berbeda," kata Joko.


Angga menambahkan, akan lebih baik jika cerita didasarkan pada apa yang terjadi di lingkungan sekitar. Dengan demikian, penonton lebih terkoneksi dan masuk ke dalam cerita.

"Yang paling penting bukan pakai kamera apa atau syuting di mana, tapi lebih ke ceritanya apa? Nah dari cerita tersebut, nantinya akan keluar sebuah konteks," kata Angga.

Joko juga menekankan pentingnya membentuk karakter yang kuat. Akan lebih menarik, katanya, jika karakter itu dipercaya dan punya konsistensi nilai-nilai. "Karakter menarik kalau mereka dapat dipercaya dan memiliki nilai-nilai yang jelas dalam lima hal yang dominan dalam hidup manusia, yakni politik, seni, agama, cinta, dan seks," ujar sutradara Pintu Terlarang itu.

Jika mampu menghasilkan konten digital yang apik dan mampu bersaing, itu bahkan bisa menjadi ladang bisnis yang lebih menguntungkan ketimbang membuat konten televisi atau film bioskop.

Joko mengakui, selain pemasukannya bagus dan lebih besar, konten digital juga bisa jadi ajang mengeksplor diri dan berlatih. Itu bisa mengajari bagaimana berkolaborasi dengan orang lain, atau menarik penonton via daring.

"Satu lagi, biar filmografinya tidak terganggu. Kalau film kan sepertinya dijaga sekali, serius sekali. Kalau konten-konten pendek begini kan bisa genre komedi romantis dan lain-lain," ujar Joko menambahkan. (rsa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER