'Anak-anak' Teater Populer, dari Panggung ke Layar Lebar

Resty Armenia | CNN Indonesia
Minggu, 04 Des 2016 13:38 WIB
Teater Populer melahirkan banyak selebriti berbakat yang aktingnya tidak hanya di atas panggung tetapi juga depan kamera.
Christine Hakim mendapatkan penghargaan Lifetime Achievement Award dalam FFI 2016. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagai pelopor teater modern di Jakarta, Teater Populer sukses mencetak para sineas yang terbukti telah menorehkan berbagai prestasi. Kemampuan mereka bahkan seperti tak lekang masa. Di usia yang tak lagi muda, masih dihormati.

Berikut lima anggota Teater Populer yang kini menuai kesuksesan sebagai sineas. Selain mendapat penghormatan sebagai senior di dunia perfilman, beberapa dari mereka bahkan telah dikenal secara dalam skala global.

Christine Hakim

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nama Christine Hakim sudah tidak asing di telinga publik di Indonesia, bahkan internasional. Ia sering menuai pujian dan meraih penghargaan atas puluhan film yang ia bintangi. Piala Citra sudah menjadi ‘koleksi’ baginya.

Beberapa filmnya yang memenangi penghargaan bergengsi itu seperti Cinta Pertama (1973), Sesuatu yang Indah (1977), Pengemis dan Tukang Becak (1978), Di Balik Kelambu (1982), Kerikil-Kerikil Tajam (1984), dan Tjoet Nja' Dhien (1988). Dari film-film itu ia dapat predikat Pemeran Utama Wanita Terbaik.

Karya Christine lain yang pernah masuk nominasi berbagai penghargaan lokal dan internasional antara lain; Daun di Atas Bantal (1988), Pasir Berbisik (2001), Sang Kiai (2013), dan lain-lain.

Selain itu, aktris kelahiran Kuala Tungkal, Jambi ini juga pernah tampil di dalam film Hollywood populer karya Ryan Murphy yang berjudul Eat Pray Love (2010). Dalam film itu, ia beradu akting dan satu frame dengan Julia Roberts.

Christine Hakim masih dihormati sebagai aktris senior hingga saat ini.Foto: CNN Indonesia/ Rizky Sekar Afrisia
Christine Hakim masih dihormati sebagai aktris senior hingga saat ini.
Alex Komang

Aktor sekaligus penulis skenario Alex Komang juga merupakan salah satu 'produk' Teater Populer. Selama hidup, seniman kelahiran Jepara, Jawa Tengah itu bahkan aktif sebagai pengurus harian yayasannya.

Keterlibatan Alex berkat ajakan Teguh Karya, pendiri Teater Populer pada 1985. Ia diminta bermain sebagai aktor utama di film Merobek Angan-Angan (judul awal: Secangkir Kopi Pahit). Di waktu yang bersamaan, ia juga diajak berkreasi dalam film Doea Tanda Mata. Di sana, ia juga menulis skenario.

Melalui dua proyek tersebut, Alex dan Teguh semakin dekat. Alex akhirnya bergabung secara aktif dalam Teater Populer. Ia berpandangan, dalam komunitas itu, seluruh anggotanya bisa bebas untuk berkreasi sesuai potensi yang dimilikinya: akting, menulis skenario, pengarah kamera, dan lain sebagainya.

Alex pernah menjadi Ketua Badan Perfilman Indonesia pada periode 2014-2017, setelah terpilih dalam Musyawarah Besar Pembentukan Badan Perfilman Indonesia yang berlangsung 15-17 Januari 2014 di Hotel Balairung, Jakarta.

Selama berkarier di industri perfilman, Alex pernah menyabet Pemeran Utama Pria Terbaik Festival Film Indonesia pada 1985 berkat aktingnya dalam film yang ditulisnya sendiri, Doea Tanda Mata. Pada 2013, ia dinominasikan dalam kategori Aktor Pendukung Terbaik Piala Citra 2013.

Alex Komang dalam film 9 Summers 10 Autumns.Foto: Dok. Film 9 Summers 10 Autumns
Alex Komang dalam film 9 Summers 10 Autumns.
Nungki Kusumastuti

Nama Nungki Kusumastuti dikenal karena profesinya sebagai penari di Istana Negara, Istana Kepresidenan. Pada saat itu, ia juga mengajar di Institut Kesenian Jakarta.

Ia kemudian beralih menjadi aktris saat berperan sebagai Ayu dalam film Rembulan dan Matahari (1979). Film itu disutradarai oleh Slamet Rahardjo yang notabene adalah salah satu pendiri Teater Populer. Hingga kini, Nungki tetap aktif sebagai aktris dan anggota komunitas itu.

Belasan film layar lebar maupun sinetron pernah dibintanginya. Berkat perannya sebagai Fitria dalam film Perempuan Dalam Pasungan (1980), wanita kelahiran 29 Desember 1958 itu pernah dinominasikan dalam kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik Festival Film Indonesia pada 1981.

Film terbaru yang dibintangi Nungki berjudul Ketika Mas Gagah Pergi The Movie ditayangkan pada awal tahun ini. Film yang disutradarai oleh Firman Syah ini merupakan adaptasi novel legendaris karya Helvy Tiana Rosa yang ditulis pada 1992 dan diterbikan pertama kali pada 1997.

George Kamarullah

George Kamarullah merupakan contoh nyata bahwa anggota Teater Populer bisa berkembang dan beralih profesi sesuai bakat dan ketertarikannya. George awalnya merupakan seorang aktor dalam film Ranjang Pengantin (1975) dan Badai Pasti Berlalu (1977).

Setelah bergabung dengan Teater Populer, George belajar banyak hal lain selain seni peran. Ia lantas bekerja sebagai editor beberapa film, di antaranya adalah Usia 18 (1980), Tali Merah Perkawinan (1981), Di Balik Kelambu (1983), Ponirah Terpidana (1984), dan Secangkir Kopi Pahit (1985).

Tak berhenti di sana, di saat yang sama, seniman kelahiran 1949 ini juga menekuni profesi sebagai sinematografer.

Tak tanggung-tanggung, ia pernah mengerjakan sinematografi delapan judul film, yakni Seputih Hatinya, Semerah Bibirnya (1982), Cinta Di Balik Noda (1984), Doea Tanda Mata (1985), Ibunda (1986), Selamat Tinggal Jeanette (1987), Tjoet Nya' Dhien (1988), Taksi (1990), dan Taksi 2 (1991).

Hingga sekarang, George masih aktif di Teater Populer. Ia menjabat sebagai pengurus harian komunitas itu. Pria asal Ambon ini pun pernah bekerja di dua stasiun televisi swasta. Beberapa tahun yang lalu, ia pernah menjadi Dewan Juri Anugerah Adiwarta Sampoerna bersama Arswendo Atmowiloto, Bambang Harimurty, Marselli Sumarno, dan Fetty Fajriati.

Henky Solaiman

Wajah Henky Solaiman menjadi salah satu yang paling sering berseliweran di layar bioskop dan televisi. Beberapa film yang dibintanginya pun tembus ke pasar intrenasional, seperti The Raid dan The Raid 2: Berandal.

Henky sendiri termasuk salah satu pendiri yayasan Teater Populer bersama Teguh Karya. Ia dan Teguh merupakan teman akrab sejak keduanya belajar di Akademi Teater Nasional Indonesia di Yogyakarta yang kini telah bubar. Sineas senior ini lantas mengikuti jejak Teguh dan seniman teater lainnya yang memutuskan untuk terjun ke dunia layar perak.

Sejak 1971 hingga saat ini, puluhan barisan judul film telah dilakoni Henky. Tak hanya sebagai pemeran, ia juga berkontribusi sebagai produser dan sutradara. Uniknya, ia sendiri jarang tampil sebagai pemeran utama film yang diproduksinya.

Selain film The Raid, Film terbaru Henky termasuk Comic 8 (2013), Bajaj Bajuri The Movie (2014), Malam Minggu Miko The Movie (2014), dan 7/24 (2014). (rsa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER