Jakarta, CNN Indonesia -- Mulai hari ini, Kamis (4/8), para penikmat film bisa menyaksikan
3 Srikandi di bioskop-bioskop di Tanah Air. Film yang diproduksi oleh Multivision Plus ini berlatar kisah nyata dengan sedikit imbuhan fiksi.
Sesuai judulnya, film ini mengangkat kisah tentang Trio Srikandi, julukan yang diberikan kepada tiga perempuan atlet panahan Indonesia: Nurfitriyana, Lilies Handayani dan Kusumawardhani. Ketiganya berhasil menyabet medali Olimpiade pertama untuk Indonesia, di Seoul, Korea Selatan, pada 1988.
Di film ini, Trio Srikandi diperankan oleh Bunga Citra Lestari (BCL), Chelsea Islan dan Tara Basro. Selama kurang lebih tiga bulan, Chelsea dan Tara berlatih mendalami karakter serta memanah. Begitu pula Reza Rahadian yang memerankan Donald Pandiangan, pelatih panahan. Kecuali BCL yang berlatih lima hari saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah diawali sepak terjang Donald yang cukup menarik sebagai salah satu atlet panahan terbaik Indonesia dalam adegan berdurasi sekitar empat menit. Setelah itu, adegan demi adegan bergulir menuju alur cerita utama tentang masing-masing srikandi, dari kegigihan mereka berlatih sampai berlomba.
Sebetulnya, kisah
3 Srikandi menarik. Keberhasilan mereka mengukir prestasi kaliber Olimpiade benar-benar meluapkan rasa bangga. Namun perpindahan alur cerita satu ke alur cerita berikutnya kurang mengalir. Begitu pula beberapa dialog yang tersimak ganjil. Tambah lagi imbuhan fiksi layaknya sinetron.
Sutradara Iman Brotoseno, suatu kali, menyatakan kepada awak media, proporsi fakta dan fiksi di film berdurasi dua jam ini masing-masing 70 persen dan 30 persen. Kenyataannya, bobot fakta dan fiksi terasa berimbang, 50-50. Drama klasik seputar percintaan dibuat dramatis, tapi mudah ditebak.
Bobot drama yang berlebih tentu saja mengaburkan bobot sejarah film ini. Generasi muda yang tidak mengetahui sejarah orisinalnya bakal terbawa arus drama yang sebetulnya tidak terlalu penting untuk ditonjolkan begitu rupa. Bisa jadi juga mereka kebingungan memilah fakta dan fiksi Trio Srikandi.
Iman sendiri berkilah, menambahkan bumbu fiksi lantaran peserta forum diskusi pra-produksi
3 Srikandi menyukai hal tersebut saat. Fatalnya, selera peserta forum diskusi tidak bisa dijadikan acuan, lantaran sebuah film dibuat untuk ditonton ratusan ribu bahkan jutaan pasang mata, bukan hanya segelintir.
Kerancuan juga terjadi di segi pengisian suara. Ada satu adegan yang memperlihatkan gerak bibir aktor tidak sesuai dengan suara yang keluar. Sekalipun hanya satu adegan, namun terbilang fatal mengingat
3 Srikandi diposisikan sebagai film berskala besar yang ditayangkan di beberapa negara Asia Tenggara.
Di sisi lain, Iman berhasil menyelipkan unsur komedi dalam film ini. Kelucuan melebur dengan alur cerita, membuat penonton terpingkal-pingkal.
Selain komedi,
scoring film ini juga menjadi penyejuk suasana setelah melihat begitu banyak drama. Tak salah bila Bemby Gusti ditunjuk sebagai direktur musik
3 Srikandi. Ia memasukkan lagu-lagu '80-an seperti
Ratu Sejagat milik Vina Panduwinata dan
Astaga milik Ruth Sahanaya. Sejenak penonton larut dalam suka cita.
[Gambas:Youtube] (vga/vga)