Jakarta, CNN Indonesia -- Untuk pertama kalinya film karya sutradara Indonesia berhasil mendapatkan subsidi Aide aux Cinémas du Monde dari Kementerian Komunikasi dan Kebudayaan dan Kementerian Luar Negeri Prancis yang dikelola Centre National du Cinéma et de l'Image Animée (CNC) dan Institut Français.
Film terbaru sutradara Mouly Surya dan produser Rama Adi yang berjudul "Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak" ini menjadi satu dari lima film yang mendapatkan bantuan pendanaan prestisius tersebut dari kategori sutradara berpengalaman lebih dari dua film.
Mouly Surya sebelumnya pernah membuat film Fiksi. (2008) dan What They Don't Talk About When They Talk About Love (2013).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut pemaparan pihak Institut Français d’Indonésie (IFI), Cinémas du Monde memiliki komite yang memilih proyek berdasarkan skenario film dengan kriteria penilaian seperti kualitas artistik, kemampuan menunjukan sudut pandang, ide baru dalam skenario, dan visi sutradara.
Subsidi ini dibuat sejak 2012 sebagai sarana diplomasi budaya dan membuka kesempatan kerjasama antara sineas mancanegara dan Prancis. Pada 2015, Pemerintah Prancis mengeluarkan EU€6 juta untuk skema ini dan memberi subsidi kepada 50 feature film, dokumenter, dan animasi bioskop.
Beberapa sutradara besar yang pernah menerima subsidi ini seperti Nuri Bilge Ceylan untuk film
Winter Sleep yang memenangkan Palme d'Or hadiah utama Cannes Film Festival 2013, Yorgos Lanthimos untuk film
The Lobster yang memenangkan Jury Prize Cannes Film Festival 2015, dan Jia Zangke untuk film
Mountain May Depart yang juga ada di kompetisi utama pada Cannes Film Festival 2015.
Subsidi Aide aux Cinémas du Monde kepada Mouly dan tim produksi diberikan melalui mitra co-production pembuatan "Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak" asal Perancis, yakni Isabelle Glachant dari Yisha Production. Lima puluh persen dari dana subsidi ini harus dikeluarkan untuk jasa dari Perancis.
Ditemui di Auditorium IFI, Jakarta Pusat, Selasa (6/12), Mouly Surya mengatakan, awalnya ia dan Rama diajak oleh sutradara sekaligus penulis skenario Garin Nugroho untuk mengerjakan proyek "Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak" dengan langkah awal menulis skenario bersama.
Rama bersama Fauzan Zidni kemudian bertindak sebagai produser. Mereka pun menggarap film ini di rumah produksi Cinesurya Pictures berkolaborasi dengan Kaninga Pictures dan Yisha Production.
Mencuri PerhatianFilm
Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak menceritakan perjalanan seorang janda yang memenggal seorang perampok. Ia lalu membawa kepala sang perampok dalam sebuah perjalanan menuju kantor polisi. Film yang dibintangi oleh Marsha Timothy, Dea Panendra, Egi Fedly, dan Yoga Pratama ini mengambil lokasi di Pulau Sumba.
Beberapa waktu sebelumnya, film ini berhasil mencuri perhatian sejumlah pihak di festival film bergengsi internasional. Di antaranya, masuk seleksi Asian Project Market (APM) di Busan International Film Festival 2015, dan menjadi salah satu penerima Next Masters Support Program dalam ajang Talents Tokyo 2015.
Selain itu, Mouly juga mendapat kesempatan untuk mempresentasikan proyeknya di Cinefondation L’Atelier di Cannes Film Festival 2016.
"Setelah mempresentasikan proyek ini di Cinefondation L’Atelier di Cannes Mei lalu, kami akhirnya bekerjasama dengan Isabelle dan mendaftarkan ke Cinémas du Monde pada seleksi bulan Juli," ujar Mouly.
Sutradara Indonesia pertama yang berkompetisi di Sundance Film Festival tahun 2013 ini pun mengaku telah mendapatkan banyak pelajaran dari pengerjaan proyek film ini, karena cerita dan set yang sangat berbeda dari film-filmnya yang sebelumnya.
"Ini pertama kalinya saya syuting di luar Jakarta. Film-film saya mayoritas di sini, waktu itu di rusun di daerah Bendungan Hilir dan film satunya di sebuah sekolah luar biasa di Condet. Sedangkan Marlina syuting di Sumba. Film saya biasanya
claustrophobic, ini tiba-tiba jadi luas dan pemain saya juga jadi tambah banyak," katanya.
Melengkapi cerita Mouly, Rama mengungkapkan bahwa film
Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak terpilih secara aklamasi oleh sepuluh orang anggota komite yang dikepalai oleh Charles Tesson, Direktur Artistik pada Semaine de la Critique Cannes Film Festival.
Kolaborasi Indonesia-PerancisDalam kesempatan yang sama, Isabelle mengaku senang bisa berkolaborasi dalam proyek ini. Sebagai sineas yang telah berkiprah selama satu dasawarsa di dunia perfilman Perancis, menurutnya, Mouly merupakan sutradara yang unik dan film ini memiliki cerita serta karakter yang sangat menarik.
"Film ini untuk kalian (masyarakat Indonesia) mungkin biasa saja, film tipikal, karena sudah terekspos karakter seperti (Marlina) ini. Tapi untuk penonton internasional, ini karakter yang sangat kuat dan menarik," ujar sineas yang telah memiliki dua film di kompetisi Cannes Film Festival, satu di kompetisi Venice Film Festival, dan dua film di kompetisi Berlin Film Festival itu.
Isabelle menambahkan, dengan berkembangnya film Indonesia yang semakin pesat, maka akan banyak proyek internasional dari sutradara ambisius yang dapat diproduksi. Ia pun menjamin bahwa keterlibatan sineas Prancis dalam proyek film ini tidak akan menghilangkan nilai-nilai keindonesiaan yang ingin ditampilkan.
"Untuk produser Perancis, terutama film-film indie begini, mereka tidak mau mengurangi citarasa sebenarnya. Mereka percaya film seperti ini harus dibikin kuat sebagaimana adanya, tidak mau mengurangi citarasa Indonesia," katanya.
Isabelle mengatakan, selama ini selalu ada saja pasar yang menonton film Indonesia. Namun, ia berpandangan bahwa penonton ingin menonton film itu bukan karena filmnya berasal dari Indonesia, melainkan semata-mata ingin menyaksikan film yang bagus saja.
"Untuk distribusi internasional, ada pasarnya. Tapi kalau film-film Indonesia itu pasarnya orang Indonesia saja. Kalau pasar internasional itu maunya menonton film bagus saja, terlepas dari mana film itu berasal," ujarnya.
Ia pun bercita-cita untuk membawa industri perfilman Indonesia untuk maju ke kancah internasional. Selama ini, Isabelle juga merupakan agen penjual film "Siti" karya sutradara Edie Cahyono dan "Istirahatlah Kata-Kata" karya sutradara Yosep Anggi Noen.
Sementara itu, Fauzan menuturkan, film
Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak sekarang sedang memasuki tahap penyelesaian akhir (finishing). Menurutnya, tim produksi masih membutuhkan waktu sekitar tiga hingga empat bulan untuk menyelesaikan semuanya. Karenanya, ia memperkirakan film ini baru bisa mulai dirilis dan ditayangkan di Indonesia sekitar akhir 2017.
"Kami juga pasti akan membawa film ini ke festival film internasional, namun belum tahu festival yang mana. Itu tergantung dengan waktu penyelesaian film ini akan bertepatan dengan festival apa," ujarnya.
Konselor Kerjasama dan Kebudayaan Kedubes Prancis sekaligus Direktur IFI Marc Piton mengatakan, film ini menjadi tanda semakin rekatnya kolaborasi Indonesia-Prancis dalam bidang sinematografi.
"Semakin banyak aktor kerjasama yang terlibat maka upaya untuk saling memahami dan saling mengapresiasi di antara kedua negara juga semakin baik," katanya.
(rah)