Jakarta, CNN Indonesia -- Berperan sebagai Sipon, istri penyair aktivis Wiji Thukul dikatakan Marissa Anita sebagai peran yang awalnya tidak ia bayangkan untuk dimainkan. Karena, sutradara Yosep Anggi Noen awalnya menawarkan karakter lain bernama Midah.
“Awalnya saya ditawari peran Midah, tapi kemudian setelah workshop, Anggi minta saya sebagai Sipon," ujarnya bercerita saat ditemui di sela-sela pemutaran perdana film tentang Wiji Thukul,
Istirahatlah Kata-kata, di Epicentrum XXI, Jakarta, Senin (16/1).
Tawaran untuk berperan sebagai Sipon atau bernama asli Siti Dyah Sujirah itu sempat membuat Marissa gamang. "Karena, tidak sembarang orang bisa jadi Sipon," ujarnya dengan nada khawatir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi, ketika dipercayakan oleh Anggi, saya tersanjung dan berusaha untuk membawakannya dengan baik. Saya di sini bukan meniru, tapi merepresentasikan Sipon," ungkapnya.
Terlibat di film tentang Wiji Thukul ini, disampaikannya, berawal ketika Anggi mengirimkan pesan pendek padanya sembari mengajukan pertanyaan. "Bisa bahasa Jawa, tidak?"
"Saya langsung balas, 'bisa' dalam bahasa Jawa. Lalu balik tanya, apakah ia akan menawari peran, karena saya sudah suka karya-karyanya Anggi sejak film
Kisah Cinta yang Asu," cerita Marissa.
Untuk dapat memerankan Sipon, ia tidak hanya mengikuti workshop tapi juga melakukan riset mendalam.
"Risetnya tidak ke keluarga, karena tidak mau meniru, Ebe sebagai produser dan Anggi, membebaskan saya untuk representasi Sipon karena situasinya berbeda, antara yang dulu dan masa sekarang," ujarnya lebih jauh.
Di matanya, Sipon juga seorang aktivis, meski tak sepopuler Wiji Thukul. Sikap tegarnya menghadapi situasi sulit menjadi landasan untuk ia menampilkan Sipon apa adanya.
"Saya yakin, apa yang dirasakan Sipon kala itu bisa jadi lebih berat, karena kondisi Thukul yang lari terus, dan dikejar-kejar," katanya menambahkan.
Marissa melihat film yang dibintanginya sebagai medium yang menampilkan sisi lain dari sosok penyair yang hilang pada 1998 itu. "Sisi sunyi, dikejar-kejar, takut dan sendirian, serta merasa rindu akan keluarganya, sisi yang mungkin belum banyak diketahui publik," ujarnya.
Kagumi Wiji Thukul Meski baru pertama kali menyentuh karya Wiji Thukul sejak terlibat dalam film, Marissa menyukai beberapa di antaranya.
"Salah satu yang saya sukai itu
Puisi Peringatan, yang memuat
Hanya ada satu kata: Lawan," ujarnya.
Puisi tersebut, kata dia, memuat pesan yang universal tentang sebuah kekuatan yang ingin membungkam. "Konteksnya itu sangat umum, sampai sekarang masih relevan."
Tantangannya, kata dia, jaman dulu antara pemerintah yang otoriter dengan rakyat. Sekarang, tantangannya sipil dan sipil. "Menurut saya, sipil dan sipil diadu, dan di belakangnya ada kekuatan lebih besar. Buat saya, ketika ada kekuatan seperti itu, berbahaya," ujarnya.
Marissa lalu mengatakan hadirnya film
Istirahatlah Kata-kata menjadi pengingat, khususnya tentang sosok Wiji Thukul, dan karya-karyanya.
"Kalau film in menggugah orang ingin ungkap hilangnya Thukul, ya bagus, karena pada dasarnya tidak bermimpi besar film ini mengubah sesuatu. Namun, kalau ada efek domino yang ditimbulkannya, kenapa tidak," ujarnya lagi.
Film
Istirahatlah Kata-kata yang diproduksi Muara Foundation, Kawan kawan Film, Partisipasi Indonesia, dan Limaenam Films ini tayang di bioskop mulai 19 Januari 2017.