Jakarta, CNN Indonesia -- Aktor Henky Soelaiman masih ingat, saat ia muda dan masih tinggal di kawasan Senen, Jakarta Pusat perayaan Imlek terasa begitu meriah dan oriental.
“Dulu ramai ada barongsai naga, pakai musik tanjidor,” ujarnya mengenang, saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Tapi sekarang, kata Henky sudah tak ada lagi perayaan di jalan raya seperti itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia bahkan tidak sering lagi merayakan Imlek atau Tahun Baru China secara tradisi. Daripada merayakannya, aktor 75 tahun itu lebih memilih memanfaatkan waktu libur untuk istirahat.
"Sekarang sudah tidak, karena harus keluarkan angpao dengan banyaknya cucu dan keponakan. Jadi saya berhenti merayakannya," ujarnya sembari tertawa.
Seperti diketahui, angpao merupakan tradisi di kalangan etnios Tionghoa setiap perayaan tahun baru. Mereka yang telah menikah biasanya harus memberi amplop berisi uang saku kepada yang belum. Pernikahan dianggap sebagai batas antara masa kanak-kanak dan dewasa.
Ada pula anggapan bahwa orang yang telah menikah biasanya telah mapan secara ekonomi.
"Kalau soal rindu, inginnya balik ke masa muda biar saya yang dapat ampao," ujar Henky.
Seni Tak Membedakan SukuHenky termasuk salah satu aktor senior yang beretnis Tinghoa. Mengingat akarnya, pemilik nama asli Ong Han Kie itu memang termasuk etnis minoritas. Namun Henky tak pernah merasakan adanya perbedaan atau dibedakan, di bidang seni yang digelutinya.
"Dunia seni khususnya seni film, yang saya tahu, di situ antara seniman tidak ada soal etnis atau agama. Kesenian itu memang betul-betul membaurkan orang-orang seninya sehingga tidak ada perbedaan. Dan itu saya banggakan sekali," ujar Henky.
Dia menambahkan, walau di luar lingkungannya masih banyak yang mengatasnamakan perbedaan untuk memecah belah, baginya dunia seni tidak pernah melakukan hal itu.
"Saya dekat sekali dengan Slamet Rahardjo misalnya. Dia dari Jawa, saya China. Tapi kami tetap menyatu tanpa perbedaan," katanya.
Henky terjun ke dunia hiburan sejak 1957. Itu berasal dari keterlibatannya di dunia teater bersama Teguh Karya. Pada awal era '70-an, dengan mantap Henky menjajal dunia perfilman.
Sampai kini, dunia itulah yang ia geluti. Tak hanya menjajal sebagai bintang dalam layar, Henky pun juga dikenal sebagai orang di balik layar yang mengarahkan film.
Kariernya sebagai sutradara dimulai sejak 1981, hingga memutuskan berhenti pada 2011.
Henky memilih tetap menjadi aktor, bahkan hingga kini. Di awal tahun ini saja, sudah dua judul film Indonesia yang melibatkannya:
Security Ugal-Ugalan dan
The Last Barongsai."Orang seusia saya harus punya hobi agar tidak pikun. Banyak orang yang perlu mengeluarkan uang untuk melakoni hobinya, saya bersyukur punya hobi main film dan justru dapat uang.”
Film terbarunya,
The Last Barongsai membuatnya bangga karena mengangkat budaya sukunya, etnis Tionghoa. Ia berperan sebagai Tung Liem, pengrajin alat musik tradisional Tehyan.
(rsa)