Ancaman Kepunahan Bahasa di Peru dan Dunia

Rizky Sekar Afrisia | CNN Indonesia
Rabu, 08 Feb 2017 11:31 WIB
Peru termasuk yang memiliki masalah kepunahan bahasa paling akut di dunia. Menurut data UNESCO 2009, ada 2.500 bahasa di dunia terancam punah.
Peru masih menyimpan begitu banyak peninggalan suku Inca. (Ilustrasi/REUTERS/Enrique Castro-Mendivil)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak ada yang bisa menyambung lidah Amadeo Garcia dan Pablo Andrade soal bahasa ibu mereka. Garcia seharusnya bisa berbicara bahasa Taushiro. Sementara Andrade seharusnya fasih mengucapkan Resigaro.

Tapi dua bahasa itu termasuk dalam 17 bahasa di Peru yang akan punah. Kehidupan modern telah menyapu Peru, termasuk daerah Amazon yang seharusnya terisolasi. Gaya hidup masyarakat lokal berubah.

Termasuk bahasa mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Garcia adalah keturunan terakhir Taushiro, kelompok masyarakat asli setempat yang binasa karena malaria, maupun penyakit lain akibat limbah karet dan minyak beracun yang mengalir di sungai mereka.

Usianya 67 tahun. Ia menjadi satu-satunya orang yang bisa bicara Taushiro sekarang.


Andrade tak lebih tua. Usianya 65 tahun. Seperti Garcia, ia pun menyaksikan bahasanya, Resigaro menghilang. Andrade tinggal bersama kakaknya, Rosa sampai bulan lalu. Rosa terbunuh secara misterius.

Andrade pun tak punya lawan bicara lagi.

Sebenarnya satu dekade lalu, masih 37 orang yang bisa bicara Resigaro. Tapi mereka kemudian menikah dengan kelompok etnis yang lebih luas lagi, Ocaina. Mereka pun tak pernah lagi bicara Resigaro.

Antropolog Alberto Chirif mengakui, Peru yang dikenal dengan kejayaan suku Incan-nya, kini memang tengah berjibaku dengan kepunahan di berbagai sektor. Itu karena mereka ‘terjajah’ oleh orang-orang Spanyol.

Sejak masa kolonial, mengutip AFP, bahasa itulah yang lebih berkuasa.


Kini program-program berita harian di televisi pun berbahasa Spanyol. Sebanyak empat juta orang di Quechua harus menelan mentah-mentah bahasa itu, membuat mereka melupakan bahasa ibu mereka.

Itu juga yang terjadi di Aymara, yang masih punya setengah juta orang yang berbahasa lokal yang kaya akan dialek.

“Ada empat bahasa kuno yang terancam dan 17 lainnya yang kritis. Itu sekitar setengah dari bahasa lokal di negara ini,” kata Elena Burga, Kepala Departemen Interkultural, Bilingual dan Edukasi Pedesaan milik pemerintah.

Menurut data resmi, tidak kurang dari 37 bahasa lokal yang sudah punah.

Burga mengakui, kemunculan bahasa Spanyol berandil besar menghancurkan mereka. Itu menjadi bahasa primer di pemerintahan, sekolah dan televisi. Anak-anak lebih suka belajar Spanyol.


Kondisi itu diperparah dengan terpinggirkannya kelompok-kelompok ‘pribumi.’ Mereka dipaksa menyingkir oleh pertanian, pertambahan minyak ilegal maupun legal, penebangan hutan, sampai kartel narkoba.

“Penyakit juga bisa membinasakan dan mengisolasi populasi dan secara drastis mengurangi jumlah mereka,” tutur Burga menerangkan.

Ribuan Bahasa Bakal Punah

Bukan hanya di Peru, menurut data UNESCO pada 2009 ada 2.500 bahasa di dunia yang menghadapi kepunahan. Tapi dari semuanya, masalah Peru memang yang paling akut.

Itu berhubungan dengan ancaman lingkungan di hutan Amazon dan pegunungan Andes.

Menurut data National Geographic, daerah itu adalah salah satu dari lima lokasi dengan angka bahasa terancam terbesar di dunia. Lainnya adalah Australia, barat laut Pasifik di Amerika Utara dan timur laut serta tengah Siberia.

Taushiro dan Resigaro jelas terancam, mengingat pembicaranya tinggal satu orang.


Selain mereka, pembicara bahasa Munichi juga tinggal tiga orang, bahasa Inapari tinggal empat orang dan bahasa Cauqui tinggal 11 orang. Mereka semua bisa dibilang terancam.

Khusus untuk Taushiro, sudah ada yang melakukan sesuatu. Menteri Kebudayaan meluncurkan proyek untuk membuat pengenalan ekspresi audiovisual dan kamus audio.

Orang-orang Yanesha di provinsi Oxapampa pun ambil bagian. Mereka membuka beberapa sekolah bilingual dengan bantuan Richard Chase Smith, seorang antropolog sekaligus ahli bahasa dari Amerika Serikat.

Salah satu misi sekolah itu adalah mengadaptasikan huruf Yanesha dengan teknologi modern.


“Saya hidup hampir 15 tahun di komunitas ini dan mencoba mengumpulkan rekaman dari sejarah berbicara mereka, batu pertama dari identitas mereka,” kata Smith menerangkan.

Hingga saat ini ia sudah punya rekaman 18 epik naratif. “Orang-orang Yanesha pun kini mendengarkannya di workshop,” ujar Smith lagi.

Sudah ada 40 dari 47 bahasa asli di Peru punya sekolah bilingual, meski masih kecil. Pemerintah juga disebut-sebut berusaha membangun sistem penulisan untuk bahasa yang lebih luas, atau arsip audio untuk bahasa yang lingkupnya lebih kecil. (rsa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER