ULASAN FILM

Rasa Nostalgia Baru dari 'Beauty and the Beast'

CNN Indonesia
Jumat, 17 Mar 2017 13:12 WIB
Disney, dengan berbagai gubahan kontroversi di dalamnya, mengantarkan kisah klasik Beauty and the Beast menjadi bentuk nostalgia baru bagi penggemarnya.
Beauty and the Beast tayang di Indonesia mulai Jumat (17/3). (Courtesy Walt Disney)
Peran maksimal juga dirasakan dari sosok sang antagonis, Gaston yang diperankan oleh Luke Evans. Dalam film animasi, Gaston tidak terlalu menonjol bila dibanding Beast.

Namun dalam film ini justru Evans menarik perhatian dengan totalitas menjadi sosok tamak, licik, dan manipulatif. Evans sungguh menghidupkan Gaston yang tidak terlalu terlihat saat versi animasi.

Berkebalikan dengan Gaston, Beast justru dinilai lebih menonjol saat masih dalam versi animasi. Tampilan live action yang lebih mengerikan dan nyata tampaknya tidak dapat menolong. Beast dalam versi live action ini tampak terlalu buas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena sudah diketahui jalan ceritanya tak serta merta membuat Stephen Chbosky dan Evan Spiliotopoulus selaku pembuat naskah kehilangan ide. Mereka tetap memodifikasi beberapa bagian dari versi animasi dalam film live action ini.

Bagi yang menonton versi animasi, mungkin akan baru terasa perbedaannya saat menyimak betul setiap bagian film live action ini dan konflik yang terjadi di dalamnya.


Termasuk urusan karakter, penulis naskah beserta Bill Condon juga memodifikasi sosok LeFou yang bukan apa-apa di film animasi menjadi bahan berita media dalam beberapa waktu terakhir. Apalagi kalau bukan soal orientasi seksual tokoh tersebut.

'Ke-gay-an' LeFou

Topik orientasi seksual ini sulit untuk tidak dibahas, mengingat banyak orang yang penasaran dengan LeFou hasil modifikasi Disney ini. Namun di sisi lain, modifikasi -terutama terkait isu sensitif seperti LGBT- masih menjadi momok di banyak masyarakat di dunia.

Karakter LeFou dalam live action memang menampilkan gerak-gerik yang mengarah soal karakteristik seorang gay, walaupun tidak dapat disamaratakan karakter tersebut dengan keseluruhan orang gay di dunia.

Namun pancaran mata, percakapan antara LeFou dengan karakter lain yang tersirat, serta beberapa adegan singkat cukup menegaskan orientasi dari tokoh ini. Pun adegan yang muncul sangat ringan dan jauh dari kategori dewasa.

Luke Evans berhasil menghidupkan sosok Gaston.Foto: Courtesy Walt Disney
Luke Evans berhasil menghidupkan sosok Gaston.
Dan mengingat karakter seperti ini memang nyata ada di tengah masyarakat, rasanya berlebihan bila disebut sebagai propaganda seperti yang banyak disuarakan kelompok konservatif.

Terlepas dari orientasi LeFou, peran sahabat-dan-asisten Gaston ini jadi lebih penting dibanding di versi animasi. Pun dengan konflik batin serta tindakan LeFou yang akan mengejutkan di dalam film.

LeFou menjadi pembeda dan pewarna dalam kisah Beauty and the Beast. Tanpa sosok gubahan baru ini, film tersebut mungkin akan 'datar' dan berakhir seperti yang sudah diperkirakan orang.

Josh Gad pun tampak santai memerankan LeFou, tanpa harus terbebani dengan masalah orientasi ketika ia harus memerankan sosok gay.

Gad membuat 'ke-gay-an' LeFou menjadi sebuah unsur segar dalam film tanpa harus mendiskriminasi pilihan orientasi seksual seseorang, suatu cara yang patut dicontoh banyak orang di Indonesia.

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER