Jakarta, CNN Indonesia -- Didirikan oleh HB Naveen bersama Frederica pada 2010, Falcon Pictures menjadi anak bungsu di antara rumah produksi yang dimiliki keturunan India. Meski baru tujuh tahun hadir di industri film Indonesia, rumah produksi itu cukup diperhitungkan.
Tahun lalu mereka menggebrak perfilman Indonesia dengan meraih lebih dari 6,8 juta penonton untuk film produksi ulang Warkop DKI. Raihan itu pun membawa mereka sebagai pemecah rekor.
Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! menorehkan sejarah baru sebagai karya dengan angka penjualan tertinggi di industri perfilman Indonesia sepanjang masa. Sebelumnya, angka penonton tertinggi dipegang film
Laskar Pelangi (2008) sebanyak lebih dari 4,7 juta penonton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditemui
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu di Jakarta, Frederica, salah satu tokoh penting dalam perjalanan Falcon Pictures, bercerita awal mula dirinya dengan Naveen mendirikan rumah produksi itu. Ia mengatakan, rumah produksinya sebenarnya tak sengaja berkecimpung di industri perfilman.
"Falcon masuk ke industri film itu enggak sengaja. Dimulai dengan film
Dawai 2 Asmara dibintangi Rhoma Irama. Kebetulan beliau labelnya di kami, karena kami juga punya label musik. Investor film itu mundur, akhirnya beliau minta tolong untuk masuk," kata wanita yang kerap disapa Erica ini mengawali.
Meski demikian, imbuhnya, Falcon sejak awal berkomitmen bahwa setiap masuk ke suatu industri harus serius dan tidak boleh setengah-setengah. Hal itulah yang membuat perusahaan ini memutuskan untuk serius mengembangkan dirinya di dunia perfilman.
Sempat Rugi MiliaranTercatat dalam
situs resminya, hingga kini Falcon Pictures telah melahirkan 23 judul film sampai 2016. Namun, Erica mengungkapkan bahwa 10 film awal yang dirilis Falcon terbilang gagal. Dia bahkan mengakui itu membuat rugi sekitar Rp30 miliar.
"Tapi kami harus terus selalu mencoba, akhirnya di film berikutnya kami mengerti. Pangsanya di sini, kerannya di sini, mengerti penontonnya. Mulai di film
Potong Bebek Angsa (2012), kami mulai mengerti premis yang diinginkan apa, itu lambat laun," katanya.
Kegagalan tersebut, ucap Erica, sesekali masih terjadi di beberapa film setelahnya.
"Tidak meledak terus, ada juga yang gagal. Rilis
Haji Backpacker (2014) itu gagal. Mengapa gagal? Karena mungkin kami salah,
point of view film itu terlalu pria, film kami enggak ke sana. Jadi banyak proses yang kami alami sebenarnya," ujarnya.
Erica kemudian mengibaratkan, perjalanan Falcon Pictures seperti bayi yang perlu merangkak dulu untuk kemudian dapat berjalan sendiri. Kini, dia menyebut posisi perusahaannya sudah dalam tahap mulai berjalan.
Untuk dapat benar-benar berdiri dan berjalan, Erica memandang perlu ada upaya-upaya yang terus dilakukan, salah satunya dengan mengulas kembali kesalahan yang dilakukan sebelumnya. Ia mengakan, Falcon Pictures kini telah menemukan taktik yang dibutuhkan dalam menggaet penonton Indonesia.
"Setiap film beda-beda, tidak bisa ditiru, jadi yang paling penting adalah premis itu sendiri. Apakah premis itu menyentuh masyarakat luas atau tidak," ujarnya.
Dia mengambil contoh bagaimana selera masyarakat Indonesia dalam memilih makanan. Di antara nasi padang atau sushi, umumnya orang Indonesia akan memilih nasi padang. Namun, bukan berarti sushi itu tidak enak. Cara pikir melihat peluang dari kedekatan itulah yang kemudian dilakukan Falcon Pictures dalam mengambil hati penonton film.
Di samping itu, melihat kesinambungan tangan India di industri perfilman Indonesia, Erica memiliki pandangannya sendiri, termasuk soal rekannya. Menurutnya, sosok Naveen memiliki visi yang jelas.
"Mungkin orang India kreatif luar biasa, Pak Naveen sebagai founder Falcon memang beliau visioner, darah seniman memang tinggi. Jadi half seniman, half
bussinessman," ujarnya.
Erica menyimpulkan, meski pernah gagal, konsistensi dan komitmen yang dipegang membuat Falcon Pictures tetap bertahan. Ia pun menaruh harapan ke depan untuk dapat terus berkembang.
"Kami ingin membuat film yang bisa menyentuh hati semua orang, bukan sekedar ketawa-tawa saja. [Kami ingin] bisa memberikan kontribusi yang baik, memberikan kenangan sama masyarakat, dan kami ingin bisa menapakkan kaki di industri dengan baik," katanya.
(Bersambung ke halaman berikutnya...)
Falcon Pictures memang sedari awal telah merencanakan produksi dan promosi film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! dengan matang. Erica mengungkapkan, pihaknya memang memiliki misi khusus untuk mencetak sejarah di Indonesia.
"Pas pertama kali produksi, kami bilang, kalau misalnya Falcon dikasih kesempatan untuk jadi nomor satu cetak sejarah, ya lewat film [Warkop DKI Reborn] ini. Itu yang jadi indikator kami dalam bekerja, di situ benar-benar all out. 'Ayo kita pasti bisa.' Jadi energinya dimasukkan ke sana," ujarnya.
Jika menoleh ke belakang, pada perilisan film tersebut tahun lalu, Erica memang tak tanggung-tanggung mempromosikan film itu. Bahkan, sang sutradara Anggy Umbara menyebut biaya promosi hampir sama dengan produksi.
"Setahu saya untuk produksi di atas Rp10 miliar, promosi pun di atas Rp10 miliar. Biayanya hampir dua kali lipat dari produksi, dan memang promosi segitu pentingnya untuk film itu bisa sampai ke masyarakat. Promosi itu yang menarik orang untuk datang ke bioskop, soal puas atau tidak itu film yang bicara," kata Anggy kala itu.