Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok lawak Kwartet Jaya berhasil memberikan kejayaan buat Ateng, sang legenda lawak era ’70-’80-an. Berkat grup lawak itulah, eksistensi Ateng di dunia hiburan, khususnya komedi dan perfilman, diakui.
Kata "Jaya" di grup lawak yang beranggotakan empat orang itu benar-benar melekat dan seolah menjadi doa baik bagi para personelnya. Padahal, Jaya sebenarnya merupakan singkatan untuk Jakarta Raya. Tapi mereka benar-benar berjaya.
Ateng, pria keturunan China kelahiran Bogor itu, diajak bergabung ke dalam kelompok lawak bersama Eddy Sud, Bing Slamet, dan Iskak karena bakat dan potensinya soal melawak sudah tercium. Ia memang berbakat sejak kecil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan masuknya Ateng, kelompok yang awalnya bernama EBI—diambil dari inisial nama para personel—itu pun berubah menjadi Kwartet Jaya, pada 1968.
Susunan anggota Kwartet Jaya itu dianggap paling pas, lantaran sebelumnya Eddy Sud dan Bing Slamet juga pernah membuat trio lawak bersama dengan Atmonadi.
Bersama Ateng, lawakan Kwartet Jaya merajai panggung pementasan di awal ’70-an. Mereka juga memproduksi lelucon dalam bentuk kaset, yang pun laris manis di pasaran. Mereka terkenal karena guyonan yang memberikan komentar sosial yang tepat sasaran serta dialog dan tingkah yang menggelitik hingga mengocok perut.
Tak seperti grup lawak kebanyakan ketika itu, Kwartet Jaya tampil lebih banyak tanpa skrip dan mengandalkan improvisasi di atas panggung. Mereka lebih sering diberi garis besar oleh Bing Slamet, si sumber ide, lalu mengembangkannya saat bermain di pentas.
Artinya, Kwartet Jaya bertopang pada kemampuan para anggotanya. Dan tiap personel benar-benar bisa melawak, tak sekadar asal gabung.
Bing Slamet andal menirukan logat bahasa dan gaya perempuan. Dia juga pandai menyanyi, main musik, dan berbahasa Inggris. Ateng melawak dengan bentuk tubuhnya yang tambun dan kontet, tingginya 145 cm saja. Meski demikian, dia tampil dengan gaya yang sok.
Lain lagi dengan Iskak yang tampil dengan tingkahnya yang tolol. Pun dengan Eddy, yang meski tampan tapi memilih banyak bergerak di belakang panggung untuk mengatur keperluan dan keuangan grup.
Bukan hanya dari panggung ke panggung, mereka juga membawakan komedi ke layar lebar. Umumnya film itu membawa nama sang pentolan, Bing Slamet. Kwartet Jaya bersama-sama bermain dalam
Bing Slamet Setan Djalanan, Bing Slamet Dukun Palsu, Bing Slamet Sibuk, dan yang terakhir
Bing Slamet Koboi Cengeng.Sayang, kejayaan Kwartet Jaya tak berlangsung lama karena ditinggal Bing Slamet lebih dulu. Dia meninggal dunia di era keemasannya setelah membintangi
Bing Slamet Koboi Cengeng. Bing Slamet meninggal karena menderita penyakit liver pada akhir 1974.
Sepeninggal Bing Slamet, Kwartet Jaya dikabarkan terpecah. Ateng bersama Iskak, sedangkan Eddy Sud membuat kelompok baru.
Kwartet Jaya hilang, bukan berarti kejayaan para personel ikut memudar. Sud sukses jadi orang di balik layar serial Ria Jenaka di TVRI. Sedangkan Ateng dan Iskak kian populer di dunia perfilman.
Seperti Bing Slamet, nama Ateng digunakan di belasan judul film dan jadi ikon dunia hiburan kala itu. Mulai dari
Ateng Minta Kawin, Ateng Raja Penyamun, Ateng Mata Keranjang, Ateng Kaya Mendadak, Ateng Sok Tahu, Ateng The Godfather, Ateng Bikin Pusing, Ateng Pendekar Aneh, hingga
Ateng Sok Aksi menghiasi bioskop Indonesia.
Ateng juga bermain untuk
Kejamnya Ibu Tiri Tak Sekejam Ibu Kota, hingga memerankan Bagong di Ria Jenaka.
Kini semua personel Kwartet Jaya telah meninggal dunia. Iskak menyusul Bing Slamet pada tahun 2000, dan Eddy Sud pada 2005. Sementara Ateng berpulang tepat hari ini, 14 tahun lalu, yakni 6 Mei 2003.