Jakarta, CNN Indonesia -- Film bernuansa Islam kian menjamur di Indonesia. Film-film itu semakin berkembang dari segi cerita.
Sutradara Hanung Bramantyo telah menggarap lebih dari lima film yang berlatar religi Islam, mulai dari
Ayat-Ayat Cinta,
Perempuan Berkalung Sorban,
Sang Pencerah,
Hijab, hingga
Surga yang Tak Dirindukan 2.
Hanung menjelaskan, tujuan pembuatan film bernuansa Islam itu tak luput dari berdakwah. Dia mengaku ingin menyebarkan informasi kepada masyarakat tentang agama Islam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lewat film
Ayat-Ayat Cinta misalnya, Hanung mengungkap gaya berpacaran ala Islam lewat sistem taaruf. Pun dengan
Sang Pencerah, dia ingin bercerita tentang sosok teladan KH Ahmad Dahlan yang membawa perubahan bagi masyarakat di masanya.
"Ya pasti ada [tujuan berdakwah]. Ketika saya membuat film
Ayat-Ayat Cinta itu karena saya kagum. Ternyata di Islam, pacaran diatur dan bukan aturan yang mengekang, aturannya itu melindungi perempuan. Nah ini yang ingin saya bagikan.
Sang Pencerah pun begitu,
Hijab pun juga begitu,
Tanda Tanya juga seperti itu," tutur Hanung saat dihubungi
CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Agar pesan itu tersampaikan dengan baik, menurut Hanung, pembuat film harus memahami konten atau kisah yang diceritakan dalam film. Hal itu bertujuan agar tidak terjadi salah pemahaman yang ditangkap oleh penonton.
Untuk membuat
Ayat-Ayat Cinta misalnya, Hanung mengaku wajib memahami ayat-ayat dan hukum yang menjelaskan tentang Islam.
"Berarti harus memahami ayatnya apa, Islam mengaturnya bagaimana, harus ada proses yang namanya taaruf kemudian ada namanya ijab kabul, nanti ada hukumnya hubungan antara suami dan istri dan segala macam," kata Hanung.
Hal yang sama, menurut Hanung, juga berlaku dalam pembuatan film lain walaupun tak berlatar Islam.
Ia membandingkan, pembuatan film bernuansa religi sebenarnya sama halnya dengan penggarapan film berlatarbelakang roti. Menurutnya, keduanya sama-sama memerlukan riset mengenai latar belakang masing-masing.
"Sama saja sebetulnya kalau membuat film dengan latar belakang roti. Harus tahu bagaimana roti itu dibuat," ujar Hanung.
'
Dakwah' KliseSuami Zaskya Adya Mecca itu mengaku kerap menemukan kesulitan pembuatan film berlatar Islam ketika berhadapan dengan produser. Menurutnya, banyak produser yang masih terjebak dengan hal-hal klise dan tidak mendalam, sehingga tak pernah menampilkan kebaruan.
Hanung menyebutkan, cerita dalam film bernuansa Islam tak jauh-jauh dengan hadirnya orang ke-tiga yang memicu poligami, misalnya dalam film
Ayat-Ayat Cinta pada 2008 dan tema serupa juga hadir dalam dua serial
Surga yang Tak Dirindukan pada 2015 dan 2017.
"Selalu ada perempuan jatuh cinta dengan laki-laki yang lugu, setelah menikah tiba-tiba ada perempuan lain dan kebingungan. Selalu itu-itu saja yang ditampilkan, tidak ada sesuatu hal yang baru. Produser film kita selalu terjebak padahal yang sifatnya klise dan enggak pernah mau
move on dari itu," kata Hanung.