Jakarta, CNN Indonesia -- Terlepas dari kesan tua dan bentuk yang kadang tak lagi sempurna, benda bersejarah peninggalan leluhur memiliki daya pikat tersendiri. Apalagi nilainya yang menggiurkan jika dijual lagi melalui pasar gelap. Bisa mencapai miliaran, bahkan triliunan rupiah.
Tak jarang, daya pikat itu membuat sejumlah pihak melakukan segala cara untuk mendapatkan barang tersebut, termasuk melanggar hukum.
Warisan leluhur Indonesia pun terancam hal yang sama, baik yang masih di lokasi cagar budaya atau yang sudah masuk ke museum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di lokasi cagar budaya, ancaman terhadap benda bersejarah yang sering terjadi mulai dari vandalisme, hingga perusakan dan pencurian.
Sedangkan di museum, pencurian jadi ancaman utama. Contohnya seperti yang terjadi di awal tahun ini, tujuh benda bersejarah koleksi Museum Sang Nila Utama, Riau, hilang dicuri maling.
Museum Nasional juga tak luput dari kehilangan. Dalam 50 tahun terakhir, museum yang didirikan oleh kompeni saat masih menjajah Indonesia itu sudah lima kali kebobolan.
Kondisi ini diakui Direktur Pelestarian Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Harry Widianto masih jadi kendala dalam pelestarian cagar budaya di Indonesia.
 Direktur Pelestarian Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Harry Widianto menyebut masih dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk melindungi benda cagar budaya. (CNN Indonesia/Endro Priherdityo) |
“Kami sudah melakukan semua upaya, pencegahan dan penanganan kehilangan,” kata Harry saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Menurut Harry, bentuk pencegahan yang dilakukan seperti penetapan peraturan, pelatihan sumber daya manusia, dan mengedukasi masyarakat sekitar cagar budaya.
Namun, Harry menyebut, upaya itu belum bisa sampai 50 persen melindungi seluruh aset cagar budaya Indonesia. Keberadaan balai konservasi misalnya, hanya ada 14 titik di Indonesia. Cakupan wilayah yang harus diawasi beberapa kantor pun teramat luas.
Dari CCTV ke Asal UsulBerbagai upaya perlindungan benda cagar budaya yang bersejarah juga dilakukan mati-matian oleh Museum Nasional Indonesia yang pernah menjadi sorotan karena kasus pencurian tersebut.
Dari sekian kasus pencurian yang terjadi di museum terbesar di Asia Tenggara itu, salah satunya adalah kehilangan empat artefak emas yang terjadi pada 2013. Keempat artefak emas itu berasal dari Kerajaan Mataram kuno pada abad ke-10 Masehi.
Tak ingin lagi kecolongan, Kepala Seksi Katalogisasi Bidang Pengkajian dan Pengumpulan Museum Nasional Ni Luh Putu Chandra Dewi menyatakan museum kini sudah menyiapkan pengamanan berlapis untuk melindungi benda cagar budaya di dalamnya.
 Museum Nasional sudah mengalami pencurian yang fenomenal beberapa kali. (Dok. Wikipedia) |
"Di salah satu lantai ada pengamanan berlapis dengan pintu besi dan sistem alarm penanda gerak. Ini masih belum permanen, kami akan punya penyimpanan yang permanen di gedung yang sedang dibangun," kata Chandra kepada
CNNIndonesia.com, di waktu terpisah.
Selain itu, petugas keamanan dan kamera pengawas disiapkan di berbagai sudut lokasi yang juga dikenal dengan Museum Gajah itu.
Peraturan untuk pengunjung juga diterapkan. Misalnya, tak boleh mengambil gambar koleksi yang berada di lantai 4 Museum Nasional yang berisi emas dan perhiasan.
Bahkan di beberapa tempat penyimpanan, tak sembarang orang bisa masuk. Pun, sinyal telekomunikasi di museum kerap diacak agar pihak yang berniat jahat tak bisa mencuri informasi di dalam gedung.
Selain pengamanan untuk koleksi, aksi perlindungan juga diberikan saat museum menambah koleksi baru.
Kepala Seksi Registrasi Museum Nasional Gunawan selaku penanggung jawab pendataan masuknya benda menyatakan benda cagar budaya baru yang masuk ke museum harus ditelisik terlebih dahulu asal-usulnya agar tak menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Jika ada yang menawarkan objek atau hibah ke museum, kami tanya asalnya, legalnya bagaimana, apakah dia punya kasus sengketa keluarga atau tidak. Kalau berbelit-belit kami tidak terima," kata Gunawan.
Edukasi dan InsentifTerlepas dari upaya teknis melindungi benda-benda bersejarah, Harry yakin bentuk pencegahan berupa edukasi masyarakat menjadi langkah yang efektif untuk menjaga keberlangsungan cagar budaya.
Harry mengaku pemerintah pernah menerapkan hal ini kepada penduduk Sangiran yang menjual fosil temuan mereka kepada kolektor yang sengaja berburu ke lokasi, lantaran kolektor berani membayar lebih.
 Ilustrasi: Pemerintah mencegah terjadinya jual beli artefak dan temuan bersejarah oleh masyarakat kepada kolektor gelap dengan memberikan edukasi dan insentif. (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra) |
Pemerintah memberikan edukasi pentingnya fosil, sekaligus membujuk masyarakat yang menemukan tulang manusia purba untuk memberikan temuannya ke pemerintah melalui balai.
Harry menyebut, warga yang memberikan hasil temuan ke pemerintah diberi penghargaan secara materi dan sertifikat.
“Sekarang partisipasi masyarakat masih belum cukup, jadi masih banyak kasus,” kata Harry. “Namun penyebabnya cenderung karena faktor ekonomi dan ketidakpedulian,” lanjutnya.