Harta Warisan Leluhur Indonesia Terancam Penerusnya Sendiri

CNN Indonesia
Sabtu, 26 Agu 2017 07:59 WIB
Indonesia bukan cuma kaya akan alam, tapi juga warisan leluhurnya. Namun sayang, warisan lintas ribuan tahun itu masih belum diperhatikan penerusnya sendiri.
Ilustrasi: Indonesia bukan cuma kaya akan alam, tapi juga warisan leluhurnya. Namun sayang, warisan lintas ribuan tahun itu masih belum diperhatikan penerusnya sendiri. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia bukan hanya terkenal dengan keindahan alam dan sumber dayanya, melainkan juga tersimpan kekayaan sejarah serta warisan leluhur.

Itu sudah diakui dunia, salah satunya dengan diundangnya Indonesia menjadi tamu kehormatan di Europalia 2017, Oktober nanti.

Dalam acara itu, Indonesia diminta memamerkan peninggalan leluhurnya. Namun di Indonesia sendiri, peninggalan leluhur seperti fosil sampai artefak benda keseharian manusia lampau, kerap dikesampingkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, Indonesia tercatat memiliki banyak potensi cagar budaya yang menunggu untuk diperhatikan, termasuk oleh masyarakatnya sendiri.

Berbincang dengan CNNIndonesia.com, Direktur Pelestarian Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Harry Widianto berpendapat Indonesia sebenarnya sangat beruntung soal cagar budaya peninggalan leluhur. Keuntungan itu bahkan terwujud dalam dua dimensi, geografis dan waktu.


Secara geografis, Indonesia beruntung karena areanya yang luas. Luas yang terbentang dari Sabang hingga Merauke, baik di darat maupun di laut, menyimpan potensi adanya benda-benda sisa peradaban lampau yang masih menunggu untuk ditemukan.

Sedangkan secara waktu, Indonesia sudah dihuni manusia sejak dua juta tahun lalu. Itu terbukti secara ilmu pengetahuan melalui temuan sang 'Manusia Jawa,' Pithecanthropus erectus yang ada di Trinil, Jawa Timur, pada 1891. Setelah itu, ditemukan lebih banyak banyak lagi sisa peradaban di situs purbakala Sangiran, Jawa Tengah.

“Dari jenis manusia purba, Indonesia itu dihormati seluruh negara karena ada manusia purba pertama ditemukan pada 1891 di Trinil. Saat ini pun populasi Homo erectus di Indonesia mencakup 50 persen dari populasi di seluruh dunia sehingga mereka sangat menghormati Indonesia,” kata Harry.

Sangiran, Jawa Tengah, merupakan kawasan cagar budaya yang amat dihormati dunia karena kandungan fosil di dalamnya.Ilustrasi: Sangiran, Jawa Tengah, merupakan kawasan cagar budaya yang amat dihormati dunia karena kandungan fosil di dalamnya. (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Benda cagar budaya yang dimiliki Indonesia amat beragam. Sesuai definisinya, warisan budaya itu tersebar dalam berbagai bentuk, mulai dari benda, bangunan, struktur, situs, hingga kawasan.

Harry menyebut Indonesia saat ini diketahui memiliki 100 ribu cagar budaya yang tersebar dalam lima kategori tersebut. Angka itu masih mungkin bertambah, jika ada penemuan-penemuan baru di masa depan.

Namun dari jumlah tersebut, hanya kisaran 1000 yang baru tercatat.

Ratusan cagar budaya tersebut bukan hanya sekadar benda peninggalan masa lalu, tetapi juga mereka yang memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia di era modern, baik dalam hal sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, atau pun kebudayaan.

“Cagar budaya itu yang menunjukkan peran manusia dari dahulu hingga saat ini,” kata Harry.


Namun bukan berarti Indonesia unggul dalam semua aspek. Menurut catatan sejarah, pencapaian Indonesia memasuki masa sejarah terlambat dibanding China misalnya, yang sudah mengenal tulisan sejak lima ribu tahun lalu.

Pengenalan tulisan, alias literasi, menjadi tolok ukurnya.

Indonesia tercatat baru mengenal tulisan sejak abad ke-empat Masehi melalui temuan prasasti yupa Mulawarman di Kutai, Kalimantan Timur.

“Namun, Indonesia itu tergolong setara dengan Afrika dan Eropa, sama-sama memiliki peradaban yang amat tua,” kata Harry. “Dan, cagar budaya di sini, spesifik Indonesia, cirinya didewasakan oleh pengalaman."

“Banyak yang melihat Indonesia sebagai pusat cagar budaya, orang luar juga banyak yang ingin mencocokkan dengan yang ada di Indonesia,” lanjutnya.

Candi Borobudur, salah satu peninggalan leluhur Indonesia masih menarik minat warga dunia untuk dipelajari, salah satunya Presiden Amerika Serikat ke-44, Barack Obama.Candi Borobudur, salah satu peninggalan leluhur Indonesia masih menarik minat warga dunia untuk dipelajari, salah satunya Presiden Amerika Serikat ke-44, Barack Obama. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Namun membandingkan kekayaan cagar budaya Indonesia itu sulit diukur dengan uang. Harry menyebut, belum ada data yang menilai kadar harga benda cagar budaya Indonesia dengan hitungan uang.

“Namun kami pernah melakukan studi ke Candi Borobudur untuk menilai harganya. Candi Borobudur itu keseluruhan kalau dinilai setara dengan Rp31 triliun, itu sekitar empat hingga lima tahun lalu,” kata Harry.

Terancam oleh Penerus

Bila banyak orang asing yang menganggap Indonesia sebagai pusat cagar budaya, kondisi di dalam negeri justru kebalikannya. Benda cagar budaya peninggalan leluhur Indonesia masih terancam, bahkan oleh penerusnya sendiri.

Ancaman tersebut mulai dari perusakan, pengutilan, pencurian, hingga jual beli benda cagar budaya secara ilegal. Terjadinya bisa langsung di lokasi cagar budaya, hingga yang termutakhir di Museum Nasional Indonesia yang dikenal juga sebagai Museum Gajah, pusat museum di Indonesia.

“Masih,” kata Harry singkat ketika pertanyaan kejadian kemalingan benda cagar budaya terlontar. “Namun lebih ke pelanggaran, seperti candi yang ditabrak mobil, pencoretan di [situs] Trowulan, perusakan lainnya. Masih banyak.”

“Namun itu juga banyak berkurang meski pelanggaran yang menyebabkan kerusakan masih ada,” kata Harry.


Menurut Harry, ada banyak faktor yang menjadi tantangan menjaga benda cagar budaya tersebut. Mulai masalah tenaga ahli yang kurang untuk mengelola dan merawat, hingga masalah klise seperti kekurangan dana.

Kata Harry, pemerintah telah melakukan berbagai cara, mulai dari penegakan peraturan cagar budaya yang tertuang baik dalam bentuk Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, hingga pelatihan pegawai negeri sipil menjadi tenaga ahli dan edukasi kepada masyarakat.

Namun tetap saja itu harus didukung kesadaran masyarakat.

“Menurut saya, saat ini, yang berperan penting adalah masyarakat. Kalau mereka paham dan mau melakukan, mereka akan menjaga. Itu yang paling efektif, yaitu berpartisipasi aktif,” kata Harry menegaskan.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER