Jakarta, CNN Indonesia -- Seratus pemain musik berpakaian rapi keluar dari belakang panggung menempati posisinya masing-masing yang sudah tertata di atas pentas.
Bagian depan pentas untuk sekitar 20 pemegang alat musik gesek dengan beragam ukuran. Sayap kanan adalah tempat biola ukuran besar seperti cello, sementara di sebelah kiri untuk biola kecil.
Mereka dipisahkan sebuah panggung kecil yang cukup untuk satu orang. Di sana, nantinya konduktor berdiri memimpin jalannya simfoni orkes.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di bagian tengah panggung, alat musik terlihat lebih beragam. Ada sekelompok pemain musik tiup di sebelah kanan. Pemain drum, perkusi, piano, organ, gitar, bass, harpa dan beberapa alat musik lain mengisi bagian pentas yang lainnya.
Jumlah pemain untuk alat musik tersebut tak sebanyak jenis tiup dan gesek.
Pada posisi paling belakang, berjejer tim paduan suara.
[Gambas:Instagram]Saat semua permain orkes Singgih Sanjaya asal Yogyakarta itu siap di tempatnya, seorang bule datang menyapa 1000 penonton di Ciputra Artpreneur, Jakarta, akhir pekan lalu.
"Selamat malam, Jakarta," katanya dengan bahasa Indonesia.
Ia melanjutkan dalam bahasa Inggris, “Saya Eric Ocshner yang bakal memimpin orkestra ini. Ini perpaduan antara empat jenis musik yaitu jazz, pop, Hollywood, dan Broadway.”
[Gambas:Instagram]Ocshner adalah konduktor asal New York yang ditugaskan memandu orkes Indonesia mengiringi tarian dan nyanyian Emma Stone dan Ryan Gosling dalam film
La La Land.Stone dan Gosling yang berperan sebagai Mia dan Sebastian itu tampil di layar besar berdefinisi tinggi yang menjadi latar pentas.
Iringan musik yang dipimpin Ochsner pun mulai mengiringi akting mereka di
La La Land, sejak detik pertama film itu menampilkan logo Summit Entertainment.
[Gambas:Youtube]Ini merupakan pertunjukan
La La Land in Concert Live with Orchestra, berkonsep live-to-film. Artinya, film
La La Land bakal tetap diputar secara utuh. Hanya saja, seluruh komposisi musik karya Justin Hurwitz dalam drama musikal itu ditarik dan digantikan oleh iringan orkes asal Indonesia.
Hasilnya,
La La Land tampak lebih berenergi. Musik yang biasanya ada di balik layar, kini mengiringi film itu nyata di hadapan penonton. Orkes itu membuat musik
La La Land benar-benar hidup.
Saat adegan pertama
La La Land di jalan layang Los Angeles, Ochsner memimpin
Another Day of Sun dengan penuh semangat. Dia melihat partitur musik sambil mengarahkan baton atau tongkat dirigen.
[Gambas:Instagram]Ketika lagunya membutuhkan tekanan atau tempo yang lebih, Ochsner tak segan memainkan ekspesi wajah, kepala, badan, bahkan melompat-lompat demi musik yang lebih berenergi.
Saat
Another Day of Sun berakhir dengan improvisasi yang mengentak, berbeda dari filmnya, para penonton langsung memberikan tepuk tangan yang meriah.
Saat film bercerita dan tidak membutuhkan iringan musik, Ochsner berdiri tenang di atas panggung sambil membiarkan penonton menghayati film. Sesekali dia menyeka keringat dengan sapu tangan.
Sejak awal, ia memang mengaku membiarkan penonton menghayati film. Tugasnya hanya mengiringi dengan musik, yang dibantu sound engineer langsung dari
La La Land.“Biasanya orkestra tidak membolehkan tepuk tangan. Tapi kalau Anda mau tepuk tangan, silakan. Kalau mau tertawa, juga boleh. Kalau Anda menangis, itu tujuan kami,” ia sempat berkata, disambut gelak penonton.
Ochsner sendiri ikut menyimak film dalam sebuah layar di depannya. Layar itu dilengkapi dengan partitur musik yang memberi tanda kapan dia bakal memulai aba-aba.
Para pemain musik diam menunggu giliran bermain sesuai arahan. Mereka dibantu alat pendengar di telinga dan not-not nada di hadapannya.
Penonton kembali diajak bernyanyi dalam lantunan
Someone in the Crowd hingga adegan ikonis dengan Stone dan Gosling berlatar Hollywood lewat lagu
A Lovely Night.Puncaknya adalah saat adegan Stone dan Gosling yang berbunga-bunga di planetarium. Penonton kembali memberikan apresiasi yang meriah. Adegan itu dibuat menjadi klimaks di akhir sesi pertama. Pertunjukan itu memang dibagi dua, dengan jeda 15 menit.
[Gambas:Youtube]Usai jeda, film kembali berlanjut dengan iringan orkestra.
City of Stars, Start a Fire, hingga
Audition (The Fools Who Dream) menghiasi kisah cinta Stone dan Gosling di bagian ini. Penonton ikut hanyut dalam suasana yang dibawakan orkes mengiring film itu.
Iringan orkes mampu membawa emosi film jadi lebih terasa. Jika ada yang tertawa dan menangis seperti yang disebut Ochsner di awal, tidak heran.
Orkes juga membuat para penonton bertahan hingga film benar-benar selesai sampai kredit titel habis, sekitar tujuh menit. Hampir tak ada penonton yang keluar dari teater saat musik belum berhenti, meski film sudah usai.
Hal yang jarang dilakukan saat menonton di bioskop.
Sebab saat musik pengiring kredit titel muncul, Ochsner pun masih bertahan dengan memainkan orkesnya. Lantunan piano solo, sampai gumaman
City of Star pun ia ‘embat.’ Mereka pun layak mendapat tepuk tangan nan meriah dari penonton. Bahkan ada yang memberikan standing ovation.
Walau berhasil memukau penonton, penampilan orkes itu masih belum bisa dibilang sempurna. Beberapa permainan musik seperti piano dan terompet tampak berbeda sekian detik dari film.
Di sisi lain, di samping memberikan energi dan emosi pada film, orkes juga bisa memberikan gangguan kepada penonton karena mesti berkonsentrasi pada dua pertunjukan sekaligus, yakni film dan orkestra.
Permainan orkes yang mengiringi film ini boleh dibilang seni pertunjukan baru di Indonesia. Jarang sekali film ditampilkan dengan orkes. Sebelumnya, film
Setan Jawa garapan Garin Nugroho pernah melakukan hal serupa. Bedanya, itu memang film bisu. Musik yang mengiringinya pun hanya lantunan gamelan.
(rsa)