Sebuah majalah anak di Perancis ditarik dari peredaran setelah mengatakan Israel 'bukan negara sesungguhnya'. Pernyataan tersebut sempat membuat komunitas Yahudi di Perancis geram dan menuntut majalah itu menarik edisi yang sudah beredar.
Majalah
Youpi, j'ai compris! [Saya kini tahu] yang selalu terjual sekitar 60 ribu kopi setiap bulannya tersebut akhirnya ditarik dari peredaran oleh penerbitnya, Bayard.
Majalah yang sudah didistribusikan untuk edisi Januari itu memuat gambar peta dunia dengan keterangan seperti berikut:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menyebut 197 negara berikut, seperti Perancis, Jerman, atau Aljazair. Ada juga negara-negara lainnya, namun tak semua orang sepakat mereka disebut sebagai negara (seperti Israel dan Korea Utara)."
Bayard selaku penerbit majalah yang diperuntukkan untuk anak usia lima hingga enam tahun tersebut mengatakan ada sebuah kesalahan dalam proses produksi edisi itu.
"Kami menyadari kesalahan kami, itu tidak ditempatkan semestinya, dan tentu kami tidak ingin menggugat keberadaan negara Israel," kata Pascal Ruffenach, direktur operasional Bayard kepada
AFP.
Ia mengatakan mereka menarik edisi tersebut dengan 'suka rela dan dengan itikad baik karena penting untuk menjaga 'semangat perdamaian'.
Francis Kalifat, kepala French Council of Jewish Institution (Crif) sebelumnya telah meminta majalah tersebut ditarik dari peredaran.
"Saya telah diberitahu pembaca bahwa [majalah] ini memberikan fakta sejarah yang tak benar kepada anak-anak berusia lima hingga enam tahun. Saya segera menulis protes kepada pemimpin redaksi dan kepala Bayard tentang kesalahan fatal ini dan meminta mereka membetulkannya," kata Kalifat kepada
AFP.
Crif juga meminta majalah tersebut memberikan koreksi pada edisi selanjutnya serta menjelaskan kepada pembaca mengenai Israel dan sejarah kemunculannya.
Namun, Ruffenach menolak permintaan tersebut.
"Topik edisi Desember kami menjelaskan tentang agama-agama besar kepada anak-anak. Publikasi kami mengikuti siklus pembelajaran anak-anak usia enam tahun. Kami akan mempertimbangkan hal yang lebih baik yang dapat kami lakukan di kemudian hari," kata Ruffenach.
Sementara itu, tensi di
kawasan Israel-Palestina beberapa waktu belakangan kembali memanas setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Pasalnya, Palestina juga menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota untuk negara mereka.
Keputusan Trump menimbulkan kontroversi, hingga akhirnya pekan lalu ditolak oleh
Majelis Umum PBB.