Jakarta, CNN Indonesia -- Kontroversi ide pengubahan nama Jalan Warung Buncit atau Warung Jati Barat dan Mampang Prapatan mendapatkan pertentangan dari sejumlah pihak, terutama para sejarawan dan budayawan Betawi. Hal ini karena kawasan tersebut memiliki hikayat sejarah yang berlangsung ratusan tahun.
Sejarawan senior Alwi Shahab mengisahkan sejarah panjang kawasan tersebut yang identik dengan masyarakat dan budaya Betawi.
Menurut Alwi, nama Mampang Prapatan yang berada dekat dengan Jalan Pierre Tendean dan kawasan Kuningan itu sudah ada sejak era kolonial Belanda serta berasal dari masyarakat Betawi yang sudah menempati kawasan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dahulu di wilayah itu, tutur Alwi, kerap dijadikan tempat-tempat perhelatan pasar malam dan karnaval warga Betawi.
"Jadi awalnya daerah itu ditempati oleh mayoritas orang Betawi asli, sampai-sampai mereka tidak mau dijuluki orang Batavia," kata Alwi.
Sementara itu, menurut buku
212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe karya Zaenuddin MH, Mampang Prapatan berasal dari kata "mampang" yang artinya jelas dan "prapatan" yang berarti simpang atau pertemuan empat jalur.
"Jadi orang-orang Betawi dulu menyebut Mampang Prapatan karena wilayah itu banyak persimpangan yang terpampang jelas," kata Alwi.
Alwi juga memaparkan ada sejarah yang menceritakan bahwa nama Mampang itu diambil dari sebuah kali atau sungai yang melintasi wilayah itu.
 Kawasan Mampang Prapatan ketika jam sibuk. (ANTARA FOTO/M Ali Wafa) |
Bila Mampang Prapatan memiliki riwayat kebudayaan Betawi sejak ratusan tahun lalu, tak jauh berbeda dengan nama Warung Buncit.
Nama Warung Buncit, tutur Alwi, diambil dari seorang pedagang keturunan Tionghoa yang tinggal di kawasan tersebut. Kala itu, daerah Warung Buncit masih berupa lahan pertanian dan pekebunan.
"Ada cerita yang menyebut bahwa Warung Buncit diambil dari seorang pedagang Tionghoa di daerah itu yang memiliki toko dan berperut buncit," kata Alwi.
Pria kelahiran 1936 itu juga mengatakan versi lainnya mengisahkan bahwa jalan tersebut diberi nama Warung Buncit karena letaknya yang berada di kawasan paling buncit alias paling belakang.
Selain kedua nama jalan itu, Alwi mengatakan banyak tempat lainnya di Jakarta yang dinamakan sesuai riwayat dan kisahnya masing-masing.
Kawasan Mampang Prapatan dan Warung Buncit atau yang juga dikenal dengan Warung Jati Barat mendapat sorotan setelah muncul ide Pemprov DKI Jakarta untuk mengubah kedua nama jalan itu menjadi Jalan AH Nasution.
Ide tersebut menimbulkan pertentangan di kalangan budayawan dan sejarawan lantaran dianggap melupakan unsur sejarah yang telah ada sejak turun-temurun.
"Saya sebetulnya tidak setuju karena nama Mampang Prapatan dan Warung Buncit itu dikenal sejak ratusan taun lalu," kata Alwi.
"Dan nama tempat-tempat di Jakarta bukan hanya asal nama saja, tapi ada kaitannya dengan sejarah, ini [perubahan nama tempat] harus hati-hati," lanjutnya.
Namun ide mengubah nama Mampang Prapatan dan Warung Jati Barat telah ditunda oleh Gubernur DKI
Anies Baswedan. Anies mengatakan ia menghentikan sosialisasi perubahan nama karena ingin mengubah Keputusan Gubernur Nomor 28 tahun 1999 terlebih dahulu.
"Sebaiknya, pemerintah daerah jangan mengubah nama jalan yang sudah ada tapi memberi nama ke yang baru dibangun saja. Nama Mampang Prapatan dan Warung Buncit, sebagai contoh, sudah sangat identik dengan kota Jakarta sejak ratusan tahun lalu." lanjut Alwi.
(end)