Karakter Dilan disejajarkan dengan karakter seperti Rangga, Boy, Ali Topan, dan sebagainya. Bagaimana pandangan Anda, apakah memang saat dibuat sengaja karakternya setipe dengan mereka?Saya tidak tertarik menyejajarkan Dilan dengan mereka. Kalau ada yang yang menyejajarkan Dilan dengan mereka, ya terserah. Ya saya harus terima pandangan mereka, saya sih selalu siap saja Dilan mau disejajarkan dengan siapa pun, dengan monyet sekali pun. Silakan, hak mereka. Saya kira, setiap orang punya ceritanya sendiri. Dilan adalah Dilan, Rangga adalah hal lain. Bahkan saya belum nonton
AADC.
Film yang 'booming' ini membantu meningkatkan penjualan bukunya?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya enggak pernah cek itu, enggak pernah mau tahu. Ada sih surat dari penerbit yang isinya laporan jumlah penjualan buku, tapi enggak pernah saya buka. Saya juga bahkan enggak tahu royalti saya berapa, tapi selalu dikasih tahu sama penerbit. Baik sekali mereka itu. Saya dari awal enggak pernah musingin itu. Saya jadi tahu royalti saya berapa karena Mizan [penerbit buku Dilan] bilang 'Ayah dinaikin ya royaltinya, jadi sepuluh'.
'Emang berapa asalnya?' Buat saya, semuanya adalah duniawi, yang penting Barcelona menang.
Apa alasan yang membuat karakter Dilan dapat diterima masyarakat?Saya tidak bisa menduga-duga, biar masyarakat yang menjawabnya, saya tidak tahu alasan mereka bisa menerima Dilan. Tanya saja mereka. itu lebih pasti.
Penonton filmnya belum tentu pembaca novelnya, boleh ceritakan ide awal menulis kisah ini, dari sudut pandang Milea hingga buku dari sudut pandang Dilan?Pokoknya gini, awal saya nulis Dilan, itu saya baru pulang dari Rusia. Tahun 2013 itu. Sepertinya diawali oleh ketika saya di sana merasa rindu Indonesia terutama Bandung dan banyak hal lain di dalamnya. Tidak hanya makanannya saja yang saya rindukan, tapi juga masa-masa SMA. Benar-benar Indonesia itu lebih saya sukai. Indonesia itu Jaya Sakti. Bandung apalagi, mungkin karena di sana saya tinggal.
Kemudian, buah dari rasa rindu itu saya ekspresikan dengan nulis di blog. Salah satunya ya cerita tentang masa-masa anak SMA tahun '90-an. Tujuannya untuk ya, ingin nulis aja. Atau untuk menyenangkan kawan-kawan saya di Twitter. Karena saya merasa saya juga harus membalas mereka yang sudah membuat saya senang selama ini dengan saling jawab di Twitter.
Di blog, saya nulis kisah Dilan dan Milea, saya unggah itu sedikit-sedikit, sampai mereka bilang 'Terusin, terusin.' 'Oh terusin yah?' Asalnya sih, cuma mau beberapa halaman saja, soalnya capek. Tapi ternyata banyak yang minta diterusin, ya sudah saya terusin deh.
Kebetulan sayanya juga enggak ada banyak kerjaan waktu itu. Jadi, dari awal enggak pernah kepikiran mau bikin novel. Enggak pernah sama sekali. Setelah cerita Dilan dan Milea dibukukan, kawan-kawan di Twitter pada bilang, 'Ayah ngegantung ceritanya.' Mereka minta ada buku lanjutan yang menceritakan kisah Dilan dan Milea. Ya sudah saya terusin bikin buku yang kedua.
Nah di buku kedua, sebetulnya saya sudah ingin selesai sampai di buku kedua saja. Di buku kedua itu, ceritanya Lia putus sama Dilan oleh karena kesalahpahaman, tapi kemudian ada sebagian pembaca yang jadi marah ke Dilan, dibilangnya mereka putus karena salah Dilan, karena ada perempuan lain selain Lia.
Aduh, kok jadi begitu? Kok jadi Dilan yang disudutkan? Kasian. Kepaksa deh saya bikin buku ketiga yang judulnya
Milea, Suara Dilan. Isinya, ya cerita Dilan dan Milea dari sudut pandang Dilan, di mana Dilan benar-benar harus bisa menjelaskan semuanya. Harus bisa menjelaskan siapa perempuan lain selain Lia itu.
Film akan berlanjut juga seperti bukunya?Iya, ke
Dilan 1991. Sebetulnya bukan saya yang menentukan, tapi Max Film ya. Kalau dia mau, ya hayuk.
Ayah sempat bilang menyesal karena menjadikan novel Dilan sebagai film, lalu bagaimana proses akhirnya menerima karya itu?Sebenarnya maksud dari apa yang saya katakan itu adalah saya tidak puas karena memiliki keterbatasan untuk ingin lebih dari apa yang sudah terjadi. Saya inginnya lebih dari itu, tapi nyatanya kami memiliki keterbatasan. Banyak itu, halangannya, kalau disebutin, bisa banyak termasuk masalah teknis dan waktu dan bujet dan lain-lain lah.
Seperti ada bagian harus dipotong?Ya, karena durasinya harus 120 menit, saya kan inginnya 300 jam biar detail sampai Dilan mandi, salat, dan ke warung bisa saya visualkan. Hahaha.
Sosok Dilan bagi seorang Pidi Baiq?Saya suka dengan Dilan.
Rebel. Anti mainstream. Tidak flamboyan. Sayang ibu. Sekolah tak ia abaikan. Sepertinya dia sangat mengistimewakan pacarnya. Atau mungkin harus saya katakan entah bagaimana dia itu selalu bisa membuat pacarnya merasa istimewa dibanding dengan yang lain. Saya ingin bisa begitu.
Kemudian, entah bagaimana, ada orang yang menyama-nyamakan saya dengan Dilan, itu bikin saya ketawa. Mereka berfikir saya memiliki kesamaan dengan Dilan untuk beberapa hal yang bisa mereka kira-kira. Ah, jangan-jangan itu disebabkan oleh karena saya suka Dilan maka sayalah yang niru Dilan, gitu loh. Ada orang bilang: 'Ayah juga pernah kasih TTS ke istrinya, berarti Ayah Dilan.' Ah, sabar dulu, jangan buru-buru mengambil kesimpulan, itu karena saya ngikutin Dilan. 'Ayah juga punya jaket bendera Amerika, Dilan juga punya,' tunggu dulu, jangan-jangan itu karena saya ngikutin Dilan.
Mudah-mudahan mengerti, saya capek menjelaskannya.
Jadi menurut Anda, dugaan orang Dilan adalah Pidi karena Anda sendiri memang senang dan mengikuti gaya Dilan?Iya, atau gitulah. Saya suka Dilan, sebatas suka. Enggak sampai mencintai ingin menjadi pacarnya. Hahaha.
Karakter Dilan disebut gombal...Karakternya memang seperti itu, tapi kalau ada yang bilang gombal, kan Dilan sendiri ngomong 'Kalau gombal hanya kata-kata, mengapa kau marah ketika dihina, padahal itu juga cuma kata-kata.'
Perjanjian ke Dilan dan Milea yang asli seperti apa?Yang saya pahami, tiap orang itu beda-beda. Ada yang suka publisitas, ada yang tidak. Mungkin Dilan dan Lia tidak. Entah karena apa, tapi pasti ada alasannya, atau gimana. Dilan dan Milea tidak ingin asli dirinya di-publish, sepertinya itu ada sangkut pautnya dengan orang-orang yang sekarang sudah bersama mereka. Saya harus menghargai itu, jadi saya setuju dan akan mematuhi kesepakatan untuk tidak mem-publish asli diri mereka. Saya hanya akan ungkapkan kalau mereka sudah kasih izin. Entah kapan itu.
Sampai sekarang masih komunikasi dengan karakter yang ada di buku?Semua, dengan semuanya, masih berkomunikasi. Saya pernah bertanya pada sebagian dari mereka, dengan beberapa di antara mereka, 'Mau enggak saya ungkapin [diri]?.' 'Enggak usahlah,' jawab mereka. Ya sudah. Baguslah. Kukira bagus kalau tetap bisa jadi misteri.
Puisi Dilan akan dibukukan?Iya, saya baru dapat beberapa puisinya. Enggak tahu sampai kapan akan terkumpul semuanya. Orang kan punya kesibukan sendiri, Dilan juga begitu. Orang kan punya ketertarikannya sendiri terhadap sesuatu, mungkin Dilan enggak tertarik puisi-puisinya dibukukan.
Alasan ingin membukukan puisi-puisinya?Karena puisinya aneh, di zaman itu dia sudah ngaco. Itu menarik. Tidak umum, saya suka hal yang tidak umum, punya nilai pemberontakan. Kalau ada yang bilang Dilan aneh, saya jadi langsung inget ada yang bilang bahwa pada masanya orang genius itu dianggap gila.
Harapan untuk pembaca dan penonton Dilan?Yang klise aja lah ya, yang baik ditiru, yang buruk, jangan. Itu saja.
(rsa)