Monopoli 'Avengers: Infinity War' di Korea Mulai Diprotes

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Sabtu, 12 Mei 2018 12:45 WIB
Sejumlah pihak industri perfilman Korea Selatan mulai protes atas penguasaan 'Avengers: Infinity War' di bioskop yang dianggap mulai merugikan.
Sejumlah pihak industri perfilman Korea Selatan mulai protes atas penguasaan 'Avengers: Infinity War' di bioskop yang dianggap mulai merugikan. (Dok. Walt Disney Indonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak dirilis pertama kali pada akhir April lalu, film Avengers: Infinity War telah menguasai box office Korea Selatan. Kini, penguasaan yang masih berlanjut itu mulai menimbulkan protes.

Protes tersebut mulai datang dari para distributor film lainnya yang ingin memasang film mereka di layar bioskop Negeri Gingseng. Mereka menyebut monopoli yang dilakukan Infinity War telah merugikan.

"Monopoli dari film studio raksasa jelas telah semakin buruk," kata Jason Chae, produser dan presiden dari perusahaan penjualan, distributor film internasional, Mirovision.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berkaca pada jadwal penayangan film yang dilakukan bioskop mana pun menunjukkan itu semua," lanjutnya.


Niat Chae untuk memasarkan dan memasang film yang ia pegang hak distribusinya saat ini, Dangal, di Korea Selatan menjadi terhambat gara-gara aksi Thanos merebut infinity stones.

Dangal merupakan sebuah film drama biografi bertema olahraga yang memotret kehidupan pegulat dan pelatih senior Olimpiade dari India, Mahavir Singh Phogat.

Berhadapan dengan Thanos dan kawan-kawan di layar lebar, Dangal masih mendapatkan jatah tayang di Korea Selatan. Namun film garapan Nitesh Tiwari itu mendapatkan jam tayang ganjil di bioskop lokal, yaitu pukul 1 dan 7 pagi.

Sedangkan di bioskop multipleks yang memiliki jaringan luas di penjuru negeri, masih betah memasang layar untuk Avengers: Infinity War dan enggan berbagi dengan film lainnya.

'Avengers: Infinity War' menguasai 85 persen layar di Korea Selatan. 'Avengers: Infinity War' menguasai 85 persen layar di Korea Selatan. (Dok. Walt Disney Indonesia)

"Kami telah menerima banyak komplain dari penonton bioskop yang tidak dapat menonton padahal mereka ingin. Kami sadar permintaan publik pada film seperti Avengers ini tinggi. Kami tidak meminta banyak, hanya satu jam tayang di primetime," kata Chae.

Namun sejumlah pengamat perfilman Korea Selatan mengatakan kondisi monopoli ini tak sepenuhnya bisa disalahkan pada film blockbuster sekelas Avengers.

"Bila ada sebuah film menarik penjualan tiket lebih dari satu juta, itu berarti penonton telah bereaksi positif," kata analis pasar film Kim Hyung Co, dikutip dari Hollywood Reporter.

Seperti di Indonesia, pihak bioskop yang bergulat pada bisnis penayangan film berfokus pada penerimaan dari penjualan tiket alih-alih hal lain seperti nasionalisme atau pun 'persaudaraan bisnis'.


Korea Selatan apa lagi. Negara tersebut tercatat sebagai salah satu pasar berharga bagi Hollywood di Asia. Negara yang hanya 51 juta jiwa tersebut diketahui memiliki kesadaran menonton bioskop yang sangat tinggi, terutama untuk film lokalnya sendiri.

Namun ketika Avengers: Infinity War rilis di Korea Selatan, film asing itu berhasil menduduki puncak box office nyaris sempurna.

Avengers: Infinity War diketahui menguasai 95 persen pendapatan box office dan 85 persen layar di Korea Selatan, dengan rincian 978 layar milik jaringan CGV, 773 layar milik Lotte, dan 577 layar milik Megabox.

Korea Selatan pun menjadi negara Asia dengan pendapatan Avengers terbesar, mencapai US$70,2 juta atau setara dengan Rp980 miliar di pekan pertamanya.

[Gambas:Video CNN]

Atas kondisi ini pula, sebelumnya parlemen Korea Selatan berencana membuat sebuah Undang-undang baru yang mencegah kejadian Infinity War berikutnya di layar lebar Korea.

"Revisi undang-undang tentang promosi film dan video saat ini tertunda di Majelis Nasional, menghalangi bioskop multipleks milik konglomerat dari menyediakan jatah lebih dari 40 persen layar mereka pada film yang sama," kata Cho Seung Rae, anggota DPR Korea Selatan dari partai penguasa.

"Pada tahap ini, langkah-langkah hukum dan institusi atas monopoli layar sepertinya diperlukan," lanjutnya. (end)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER