Jakarta, CNN Indonesia -- Tabuhan gendang dengan permainan instrumen dari kibor dan gitar yang biasa menemani
Didi Kempot bernyanyi dengan bahasa Jawa tak datang dalam waktu yang singkat.
Corak dan gaya bermusik Didi Kempot yang kini dikenal sebagai
campursari merupakan hasil dari proses pencarian bertahun-tahun. Malah, dulu Didi Kempot mengaku tak langsung menetapkan campursari sebagai genre dirinya.
Dimulai ketika Didi mengamen di dekade '80-an. Kala itu, Didi hanya membawakan lagu-lagu lawas berbahasa Jawa. Selain itu, lagu garapannya sendiri, salah satunya
Wen Cen Yu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu belum tahu genre suatu lagu campursari atau tidak. Seperti lagu Cidro, itu ungkapan hidup saya jauh dari orang tua, mau cari makan aja susah apa lagu mencintai orang," kata Didi saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
Musik campursari sendiri baru dikenal luas pada akhir dekade '80-an ketika mendiang Anto Sugiartono alias Manthous yang berasal dari Yogyakarta, menampilkan musik ini ke publik. Dulu, hanya dikenal keroncong yang akrab dibawakan oleh Waldjinah.
Musik campursari tergolong unik dan baru, hasil kawin dari campuran musik kontemporer di Indonesia seperti keroncong dan dangdut.
Ketika Didi Kempot masuk studio rekaman di Jakarta 1989, ia pun masih membawa musik yang selama ini dimainkan. Namun ketika menggarap aransemen musik dengan Pompi Suradimansyah, Didi baru menetapkan genre musiknya.
 Didi Kempot tergolong lebih sering membawakan lagu dengan kibor dan gitar, dibanding gamelan. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni) |
"Dulu kemasannya orang bilang pop Jawa. Musica bilangnya pop Jawa. Sebelum saya, almarhum Manthous rekaman di Musica juga. Yang aransemen album saya Mas Pompi, saya hanya kasih dasar gitar keroncong biasa," kata Didi.
Didi mengaku bahwa musik pop Jawa yang ia dan Manthous dalam waktu bersamaan ternyata diterima pasar dengan hangat.
Memasuki dekade '90-an, genre pop Jawa juga dikenal sebagai congdut alias keroncong dangdut. Genre ini pula yang kemudian dipilih oleh Didi dan diwujudkan melalui lagu
Stasiun Balapan pada 1998 yang ia selipkan unsur Latin di tengahnya.
"Ternyata diterima di sini. Meledak banget, anak muda di pinggir jalan mulai nyanyi Stasiun Balapan. Dari situ meyakinkan saya, setelah saya diundang
nyanyi di Universitas Gadjah Mada, untuk fokus di genre campursari," kata Didi.
Namun anggapan bahwa campursari sejenis bahkan sama dengan keroncong dangdut ditentang oleh praktisi campursari Bambang Prasetya.
"Campursari itu campuran dari gamelan Jawa sama alat musik modern, seperti kibor dan gitar," katanya saat berbincang dengan
CNNIndonesia.com dalam kesempatan terpisah.
Anggapan Bambang bahwa campursari mesti mengandung gamelan juga senada dengan pernyataan Joko Tri Laksono dari Etnomusikologi ISI Yogyakarta.
Menurut pemaparan Joko dalam tulisan
Perspektif Historis Campursari dan Campursari ala Manthous dan dimuat dalam jurnal seni
Imaji terbitan Universitas Negeri Yogyakarta Vol 8 No 1 Tahun 2010, campursari adalah ensambel gamelan dengan instrumen modern.
 Unsur keberadaan gamelan dianggap penting sebagai identitas Jawa dalam campursari. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah) |
Joko menyebut dalam pemaparannya bahwa campursari muncul di Jawa sebagai hasil adaptasi musik lokal dengan perkembangan zaman.
Secara historis, cikal bakal campursari sudah muncul sejak 1960-an ketika Radio Republik Indonesia (RRI) Surakarta memadukan keroncong dengan alat musik siter dan kendang. Namun kala itu belum diberi perhatian karena dianggap keluar dari pakem.
Memasuki dekade '90-an, campursari jadi hit, terutama ketika Manthous membuat grup bergenre ini dan menggunakan langgam juga gendhing Jawa. Hasil campuran itu pun diterima masyarakat.
"Kalau campursari sendiri itu ya lagu-lagunnya lagu-lagu langgam. Dangdut campursari itu ada sendiri. Terus kalau dangdut-dangdut sekarang itu bukan campursari itu masuknya," kata Bambang.
[Gambas:Video CNN]"Seperti Didi Kempot itu ada lagu-lagu campursarinya, ada lagu-lagu keroncong dangdut. Didi Kempot termasuk musisi yang mempopulerkan keroncong dangdut itu sebenernya," lanjutnya.
Meski disebut tak membawakan campursari secara autentik, Didi Kempot menilai bahwa musisi yang berkecimpung dalam genre ini memang harus pintar mengemas karya agar bisa diterima generasi muda.
"Karena kita tidak bisa melawan terlalu jauh dengan kemajuan seperti ini. Eksistensi campursari yang termasuk dalam budaya Jawa baik-baik saja selama orang Jawa tidak meninggalkan budayanya. Tinggal kita melestarikannya kayak apa," kata Didi Kempot.
[Gambas:Youtube] (adp/end)