DOKUMENTASI WAWANCARA

Didi Kempot, 35 Tahun Temani Indonesia Patah Hati

CNN Indonesia
Selasa, 05 Mei 2020 13:50 WIB
THE GODFATHER OF BROKEN HEART DIDI KEMPOT. (CNNIndonesia/Andry Novelino)
Penyanyi Didi Kempot meninggal dunia pada Selasa (5/5) di Solo karena henti jantung. (CNNIndonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Musisi Didi Kempot meninggal dunia pada Selasa (5/5) pagi di kota kelahirannya, Solo, Jawa Tengah. Penyanyi yang akrab dengan gaya bermusik campursari --hasil kawin dari campuran musik kontemporer di Indonesia seperti keroncong dan dangdut-- ini semasa hidupnya menciptakan lebih dari 700 lagu.

Jejak pria yang memiliki nama asli Dionisius Prasetyo di dunia seni terhitung telah lebih dari 35 tahun. Setahun ke belakang namanya kembali meroket dan seolah menjadi fenomena baru di kalangan anak muda. Lagu-lagu tentang patah hatinya dinyanyikan dan ditonton ulang. Konsernya diburu dan selalu dipadati massa yang meluber hingga ke luar arena konser.

Pada Juli 2019 lalu, ketika ia berada di puncak ketenaran 'kedua', CNNIndonesia.com berkesempatan untuk mewawancarai Didi Kempot tentang perjalanan bermusiknya. Didi bercerita mulai dari awal memilih terjun ke dunia musik hingga kemudian dijuluki sebagai Raja Campursari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Didi KempotPada Juli 2019, CNNIndonesia.com mewawancarai Didi Kempot ketika sang musisi berada di puncak ketenaran. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)

Apa yang membuat mas Didi memilih berkecimpung di ranah musik?

Jujur saja saya enggak menguasai karawitan [seperti bapak], kurang bisa. Kayaknya kalau gitar lebih gampang. Kalau cari duit di jalanan lebih mudah pakai gitar daripada pakai gamelan. Di situlah akhirnya saya mengamen di Keprabon solo.

Saya berpikir saya harus mengambil jalur ini karena popularitas tidak hanya bisa lewat satu jalur. Seperti Bu Waljinah. Dia bisa kok kondang dengan nyanyi lagu Jawa, dan almarhum mas Manthous dari Wonosari nyanyi lagu Jawa bisa populer.

(Catatan redaksi: Ayah Didi Kempot, Ranto Edi Gudel, adalah seniman serba bisa yang menguasai karawitan, melawak, main peran, melukis, hingga menciptakan lagu.)


Apa saja nilai-nilai seni yang diajarkan bapak?

Kalau almarhum bapak ngajarinnya langsung, bukan hanya 'nuturi' atau ngasih wejangan, tapi langsung diajak praktek di tempat dia bekerja. Kadang kalau malam diajak ke tempat bapak main ketoprak. Saya dan almarhum mas Mamiek (Prakoso, anggota Srimulat yang juga kakak dari Didi Kempot) diajak duduk di tempat gamelan.

Bapak itu sering main kendang sebelum ngelawak. Jadi kami melihat dan almarhum cerita 'ini saya bekerja untuk kamu juga'. Jadi bapak saya itu seniman yang serba komplit.

Karawitan bisa, lawak bisa, berperan di ketoprak bisa, melukis bisa dan menciptakan lagu juga bisa. Yang fenomenal dari mbah Ranto [ayah Didi] adalah lagu 'Anoman Obong'. Dari situ kami banyak belajar, guru besar saya adalah bapak saya sendiri.


Kapan kemudian mas Didi memutuskan mengamen dan musik apa yang dimainkan?

Sekitar tahun '84-'86. Masih remaja. Belajar gitar juga otodidak. Gitar itu hasil nekat saya. Dulu bapak saya belikan sepeda, terus saya jual, diloak untuk beli gitar.

Dari sepeda menjadi gitar, dan akhirnya bisa menjadi karya saya sampai sekarang. Saya bikin lagu dasarnya dari gitar.

Dan dulu saya nyanyi lagu Jawa tapi dulu belum tau genrenya campursari apa bukan. Seperti lagu 'Cidro wes sakmestine ati'. Itu ungkapan hidup, saya jauh dari orang tua di perantauan, ibaratnya mau cari makan aja susah apa lagi mencintai orang.

Dulu yang ngajak saya rekaman lagu jawa itu bukan orang campursari. Mas Pompy S dari grup No Koes, dia yang ngajarin saya untuk kenal dunia rekaman.

Lalu apa yang memutuskan kemudian merantau ke ibukota pada 1987?

Mulai ke Jakarta karena motivasi dari teman-teman saya, kasih dukungan. 'Ke Jakarta wae, siapa tau nanti bisa jadi kaya Iwan Fals atau Rhoma Irama'

Kalau kita tidak mencoba, ya nggak bakal jadi apa-apa. Akhirnya dengan keberanian, modal saya punya gitar, kalau saya nyanyi enggak mungkin lapar. Untuk karier dan prestasi nanti ada Tuhan dan harus kerja keras di situ.

Modal saya hanya gitar dan keyakinan. Bawa baju seadanya, di jalanan nggak ganti 3-4 hari nggak masalah.

[Gambas:Video CNN]

Asal-usul nama 'Didi Kempot' dari mana?

Kempot itu singkatan dari Kelompok Penyanyi Trotoar. Kami dulu berkumpul di salah satu tempat di Palmerah, Slipi. Di dekat bunderan itu, ada warung Tegal. Dulu di sana belum rame dan masih ada kebon kosong.

Sampai kemudian saya mendapat kesempatan nyanyi, saya sematkan nama 'Kempot' itu.


Lalu bagaimana cerita masuk ke dapur rekaman?

Ngamen itu 1987 dan dapat kesempatan rekaman pertama kali 1989. Prosesnya dulu kita ngarang lagu ya di kaset kosong, ada tape compo gitu, kita nyanyi terus kasih hasilnya ke produser.

Itupun lewat satpam, ditumpuk dulu di satpam, terus baru diseleksi ke produser.

Saya kirim kaset ini ke label MSC Plus, kalau Blackboard dulu saya sudah rekaman baru ditarik ke Blackboard. Terus dulu di Musica Perdatam, lagu saya pertama itu yang nerima mas Pompi S.

Lalu lagu apa yang pertama kali dirilis mas?

We Cen Yu sama Cidro termasuk itu. Cidro bukan jagoan dulu, tapi ada di deretan lagu. Dulu jagoannya We Cen Yu (kowe pancen ayu).

Dulu kan masih umum lagunya Doel Sumbang Kalau Bulan Bisa Ngomong. Kita bikin lagu-lagu jenaka gitu, makanya Cidro nggak jadi jagoan pas dirilis, tapi naiknya malah sekarang. Makanya kalau saya ketemu anak2 muda sekarang, mimpi saya berhasil. Lagu ini kalau dari 1989 itu udah berapa? Sudah 30 tahun usia lagu itu.

Jadi rekaman pertama saya yang tadi, We Cen Yu dan Cidro, itu Musica [Studio] yang ngedarin.

[Gambas:Video CNN]

Lalu apa yang dilakukan usai mendapat kesempatan pertama rekaman di Musica?

Otomatis pulang, minta doa. Abis rekaman, ada syuting satu lagu, promosi di TVRI yang We Cen Yu. Orang yang momong saya waktu itu, karena bapak-ibu cerai, saya sama nenek. Sekarang sudah nggak ada. Uang saya belikan untuk bangun makam nenek saya.

Hasil rekaman saya belikan kijing (batu nisan). Tahun 1989 nenek sudah meninggal. Makanya penghormatan terbesar itu untuk nenek saya karena saya dari kecil sama nenek. Saya bangun makamnya di Ngawi sana dekat makamnya mas Mamiek.

Bapak dan ibu tentu mereka bangga. Saya pernah bilang sama ibu, nangisnya nanti saja kalau saya pulang dan mimpi saya berhasil. Ya ditangisin bener kemudian. Karena saya muncul di TV, jaman dulu kan muncul di TV sudah luar biasa.

Ditunggu di kampung pakai accu, belum ada listrik dan ditonton satu kampung. Jadi primadona kampung. Di situ saja saya sudah senang dan dari situ semuanya mengalir berjalan.

Didi Kempot saat berkunjung ke Suriname.Didi Kempot (kedua dari kiri) dengan Presiden Suriname, Desi Bouterse (tengah). (dok. Didi Kempot Official)

Setelah album pertama sukses sesuai yang diinginkan, lalu proses melangkah ke album berikutnya gimana?

Di album pertama saya masih meraba-raba. Belum tahu mau jadi penyanyi apa, karena masih produser yang arahin. Awalnya kan lagu Jawa, termasuk Cidro, kemudian masuk ke lagu nasional di Modal Dengkul yang diarahkan produser. Saya sendiri sreg-nya di lagu Jawa.

Akhirnya ada kesempatan rekaman di MSC sama Arie Wibowo almarhum, di situ kita nyanyi sama Yati Pesek, seniman dari Yogyakarya. Judulnya Mlebu Metu, masih jenaka terus di situ. Karena waktu itu yang ramai OM PMR/PSP juga.

Akhirnya mulai ketemu lagi waktu mimpi saya berhasil adalah lagu Stasiun Balapan tahun 1998. Sebelumnya itu kita masih muter di Jakarta terus.

Dalam kurun waktu itu anehnya lagu saya yang Cidro kurang meledak, tapi justru sukses di Belanda dan Suriname. Mereka kan selalu berkunjung ke Indonesia dan beli kaset sampai kemudian lagu itu diputar di salah satu stasiun radio di Amsterdam.


Lalu setelah itu gimana mas?

Akhirnya tahun 1993 ada orang Suriname ke Indonesia, nyariin Didi Kempot. Akhirnya ketemu sama Mas Is Hariyanto, temannya Mus Mulyadi (musisi Indonesia). Dia bilang 'ini adeknya Mamiek Srimulat'.

Mas Mamiek bilang kalau saya ditungguin sama orang Suriname. Saya kemudian diantar sama kakak saya ke rumah mas Is Haryanto. Enggak membayangkan bakal show, enggak membayangkan diajak terbang ke Eropa.

Kemudian saya ditanya, "Opo kowe wani ke Belanda-Suriname (apa kamu berani ke Belanda Suriname)? Karena lagu kamu di sana sukses yang Cidro". Dan pada 1993 kita benar berangkat ke sana.


Inspirasi mas Didi menulis lagu dari mana? Apa dari pengalaman sendiri?

Bukan nyata, saya membayangkan saja. Akhirnya orang yang mendengar terbawa (perasaan). Orang patah hati, ditinggal pacar itu kaya gini. Ya saya tuangkan aja. Dari sekian lagu saya, ada satu tentang cinta yang luar biasa ke guru saya, lagu Bapak itu ciptaan saya.

Karena bapak saya sebelum sakit dia ngomong, "Kamu bisa bikin lagu banyak sekali, rugi kalau enggak bisa bikin buat bapakmu". Saya bikin lah lagu judulnya Bapak.

Pas masih sakit bapak bilang, "Kalau bapak meninggal lagunya diputar". Dan bener diputar. Anaknya nyanyi bareng, sebelum jenazah dibawa ke makam. Karena itu pesan bapak.

Apa tanggapan mas Didi dapat sebutan The Godfather of Broken Heart sampai Raja Campursari?

Mungkin saya dapat predikat seperti itu karena mereka mempelajari lagu-lagu Didi Kempot yang lagu mellow-mellow, lalu ada yang pas di hati di anak-anak muda yang luar biasa itu dan kemudian muncul julukan itu.

Saya enggak masalah dapat julukan-julukan karena itu mungkin dari apa yang saya perbuat. Sebenarnya malah enggak usah disebut begitu. Saya Didi Kempot penyanyi, tapi monggo aja kalau mau.


[Gambas:Video CNN]



(agn/vws)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER