Gara-gara persoalan bahasa, Emily Cooper, sempat 'tersiksa' di Paris. Demikian pengalaman wanita pekerja asal Amerika Serikat yang meniti kariernya di Paris, Prancis, dalam serial Emily in Paris.
Emily yang diperankan Lilly Collins itu kerap kesulitan menjalani hidup di Paris lantaran tak bisa berbahasa Prancis. Saat belanja, salah seorang kasir bahkan menolak berbahasa Inggris untuk melayani pegawai perusahaan marketing asal Chicago itu.
Beberapa kali Emily mencoba berbahasa Prancis, namun dikoreksi oleh sang kasir di salah satu toko roti tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih apes, Emily jadi dijauhkan rekan-rekan sekantor sebagai anak baru di Savoir, perusahaan tempat ia bekerja di Paris.
Salah satu rekan kantornya memberitahu bahwa orang yang ingin bekerja di Paris dan tak berbicara bahasa Prancis sebagai bentuk arogansi.
Padahal dalam bayangan Emily, masalah bahasa bukan persoalan besar. Dia menganggap orang-orang di Paris sudah terbiasa dengan bahasa Inggris.
Lihat juga:Review Film: BLACKPINK Light Up the Sky |
Benarkah kebanyakan orang-orang Prancis enggan berbahasa Inggris? Hamka Winovan, pria yang pernah menetap di Paris selama enam tahun, membenarkannya.
Orang Prancis disebut 'gengsi' untuk menggunakan bahasa Inggris. Sekalipun lawan bicara merupakan pengguna bahasa Inggris, ada stereotip yang menyebut orang-orang Prancis akan tetap menggunakan bahasa mereka.
Soal kegengsian itu diduga berasal dari episode sejarah kedua kerajaan di Prancis dan Inggris yang saling menaklukkan.
Dikutip dari Cactus Language, penaklukan Kerajaan Normandia Prancis ke Inggris selatan pada 1066 merupakan awal pengaruh linguistik Prancis di Inggris.
Adalah William the Conqueror, bukan hanya pernah menaklukkan Inggris. Dia pula yang memaksakan bahasa Prancis digunakan di daerah kekuasaannya di Inggris.
Mereka menjadikan bahasa Normandia Prancis sebagai bahasa resmi di Inggris yang wajib digunakan di pengadilan, pemerintahan, dan di kalangan kelas atas terutama bangsawan. Penggunaan Prancis sebagai bahasa resmi itu digunakan hingga tiga abad lamanya.
Pada masa kekuasaan William, rakyat kelas bawah masih menggunakan bahasa Inggris. Sementara golongan pendeta gereja memakai bahasa Latin.
![]() |
Pengaruh bahasa Prancis lambat laun kemudian merembes hingga ke masyarakat kelas bawah dan kemudian diserap menjadi bahasa Inggris.
Cactus Language pun mencatat, hampir 45 persen bahasa Inggris merupakan serapan dari bahasa Prancis. Sisanya merupakan campuran bahasa lainnya seperti Anglo, Saxon, atau pun Nordik.
Meski beberapa kali sejumlah wilaya di Prancis pernah ditaklukkan Inggris pada fase-fase setelah era William Sang Penakluk, Prancis telanjur mempengaruhi kekayaan linguistik Inggris.
Atas dasar itu pula, tak jarang orang-orang Prancis yang menilai Prancis yang menentukan kekayaan linguistik Inggris hingga kini. Hingga sekarang pun, bahasa Inggris di Prancis dirasa tidak terlalu penting.
"Mereka baru diajarkan bahasa Inggris biasanya baru setelah sekolah menengah atas. Itu pun yang masih basic [dasar]." ujar Hamka kepada CNNIndonesia.com.
"Beda dengan di Indonesia misalnya. Di sini bahkan sudah sejak SD kita diajarkan bahasa Inggris karena dianggap sangat penting," katanya.
Selain itu, ia menerangkan, orang-orang Prancis terbiasa mengubah bahasa asing, terutama Inggris, diterjemahkan dalam bahasa Prancis untuk di media mulai buku hingga televisi.
"Semisal di film, mereka biasa dubbing [sulih bahasa] dari bahasa Inggris misalnya, ke bahasa Prancis. Jarang sekali yang menggunakan subtittle [teks terjemahan]."
"Bahkan ada istilah seperti novel Harry Potter misalkan. Nama sekolah sihir, Hogwarts, di novel itu diganti pula dengan istilah Prancis," terang Hamka.
Meski demikian, Hamka menyebut sejumlah orang Prancis lainnya tetap tak masalah menggunakan bahasa Inggris. Apalagi bagi mereka yang merasa penting menggunakan bahasa Inggris seperti di perusahaan global.
(bac)