Jakarta, CNN Indonesia --
Meski mengisahkan masa lampau dan telah ada sejak puluhan tahun silam, kisah sejarah Korea yang diangkat dalam drama maupun film alias sageuk nyatanya masih digemari hingga kini.
Drama sageuk yang kolosal pun selalu diproduksi setiap tahun. Bahkan, ketika perkembangan teknologi dan kreasi cerita sinema semakin berkembang, drama sageuk masih mencatatkan rating.
Mr. Queen adalah contoh terbaru. Drama berlatar dinasti Joseon ini sejatinya menawarkan kisah fantasi komedi romantis antara Kim So-yong (Shin Hye-sun) dengan Raja Cheoljong (Kim Jung-hyun).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah itu rupanya berhasil menarik penonton era kiwari. Mr. Queen sukses masuk daftar drama terlaris sepanjang sejarah televisi tvN, bersanding dengan Crash Landing on You, Goblin, Reply 1988, dan Mr. Sunshine.
"Jadi memang sageuk itu peminatnya tidak hanya di Korea. Peminat internasional juga banyak," kata akademisi Sastra Korea Universitas Gadjah Mada, Suray Agung Nugroho, kala berbincang dengan CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Dengan perolehan lebih dari 17 persen, Mr. Queen tepat berada di belakang drama sageuk Mr. Sunshine yang sebelumnya mencatatkan rating 18,1 persen.
 Dengan perolehan lebih dari 17 persen, Mr. Queen tepat berada di belakang drama sageuk Mr. Sunshine yang sebelumnya mencatatkan rating 18,1 persen. (Arsip tvN via Hancinema.) |
Selain Mr. Queen, begitu banyak sageuk yang juga mendapat rating tinggi seperti Moon Embracing the Sun (42,2 persen), Dong Yi (33,1 persen), Empress Ki (29,2 persen), Love in the Moonlight (23,3 persen), dan masih banyak lagi.
Termasuk Jewel in the Palace (Dae Jang-geum) yang berhasil meraih rating 57,8 persen pada 23 Maret 2004. Capaian itu membuatnya masuk daftar drama dengan rating tertinggi sepanjang sejarah Korea Selatan dan 'pemimpin' hallyu pada awal 2000-an.
"Namanya juga industri kan, mulai dari Dae Jang-geum dan terus sampai sekarang. Itu bahkan menopang hallyu selain K-pop. Jadi itu [sageuk] sebuah kesempatan," kata Suray.
Ketersediaan Cerita
Selain pasar yang masih tersedia, sageuk juga terus diproduksi karena begitu banyak kisah serta sudut pandang yang bisa dieksplorasi dari aspek kreativitas.
Pada dasarnya, sageuk terbagi menjadi beberapa jenis. Jenis pertama adalah authentic sageuk yang murni mengadaptasi sejarah dari cerita hingga pemainnya, seperti Dae Jo-young yang menggambarkan kehidupan Raja Kerajaan Balhae (2006) dan King's Dream berlatarkan Dinasti Silla (2012).
Jenis lainnya adalah faction sageuk (faksi) yang menggabungkan fakta sejarah dan fiksi. Jenis ini biasanya fokus pada tokoh atau peristiwa aktual tapi dipadukan dengan penafsiran ulang, kebebasan artistik, hingga alur cerita fiksi untuk mengisi celah yang tidak memiliki banyak catatan sejarah.
Film Masquerade menjadi contoh jenis ini. Film yang dibintangi Lee Byung-hun ini menggali fakta sejarah 15 hari kehidupan Raja Gwanghaegun yang sebenarnya tak tercatat resmi.
Dengan imajinasi penulis, sang Raja diceritakan tengah 'bersembunyi' untuk mengamati orang-orang yang dinilai hendak meracuninya dan digantikan oleh pelawak yang mirip dengannya selama 15 hari.
Kisah imajinatif itu menjadi perspektif baru dan berhasil menarik lebih dari 10 juta penonton, yang membuat film ini masuk 10 besar film terlaris sepanjang sejarah di Korea.
Popularitas sageuk dimanfaatkan dengan baik oleh Korea, di halaman selanjutnya...
[Gambas:Video CNN]
Faksi alias faction sageuk juga menjadi jenis yang paling sering digunakan untuk drama sejarah Korea, mulai pertengahan 2000-an hingga saat ini dan biasanya meraih kesuksesan global.
Tipe lainnya adalah fusion sageuk yang sejatinya drama fiksi tapi hanya menggunakan latar belakang sejarah dalam cerita.
Tokoh sejarah di dunia nyata digunakan dalam konteks fiksi. Beberapa di antaranya adalah Gu Family Book, Moon Embracing the Sun, Rooftop Prince, dan masih banyak lagi.
"Bahan untuk sageuk itu banyak sekali, bukan hanya Joseon saja. Tapi memang Joseon itu yang paling lengkap catatannya dari raja pertama hingga terakhir sampai masuk Memory of the World UNESCO," ucap Suray.
"Jadi untuk seorang penulis, latar belakang tentang Joseon itu beneran lengkap, based on facts atau sedikit fiksi juga bisa." lanjutnya.
Dongkrak Korea
Di sisi lain, Suray berpendapat sageuk sejatinya meningkatkan rasa penasaran penonton terutama internasional terhadap sejarah Korea Selatan. Namun, jenis fusion dan faksi sageuk harus diperhatikan lebih hati-hati supaya tak ditelan mentah-mentah oleh penonton.
"Dengan sageuk ini rasa penasaran orang bertambah lho. Ketika menyaksikan seperti 'oh iya kah seperti itu'. Saya jadi baca. Pemerintah Korea tanpa mengeluarkan uang sepeserpun, Korea jadi semakin terkenal. Enggak harus selalu kontemporer," ucapnya.
 Drakor Jewel in the Palace / Dae Jang Geum. (dok. MBC via Hancinema) |
Kondisi seperti itu turut dirasakan Cornisa. Ia amat menikmati drama-drama sejarah bahkan sejak Dae Jang-geum masuk ke Indonesia pada awal 2000-an. Beberapa hal mendorongnya untuk selalu menyaksikan sageuk hingga yang terbaru, Mr. Queen.
"Paling suka nonton sageuk karena senang lihat tradisinya, referensinya juga dari kisah nyata. Bisa liat tradisi-tradisi kerajaan, termasuk kayak aturan sesuai kelas tertentu begitu," cerita Cornisa.
"Apalagi baju kerajaan juga bagus-bagus. Intrik politiknya mencengangkan sih, sampai tragis. Tapi tetap menarik. Kagum juga sama sejarah budaya Korea yang sampai sekarang bangunan sampai kuburan rajanya masih dilestarikan gitu," tuturnya.
Tak hanya Cornisa, Hanna yang merupakan orang Korea juga merasakan hal serupa. Dia menikmati sageuk karena visual yang disajikan, terutama pakaian dari para pemain.
"Suka. Nonton sageuk karena meihat bajunya yang bagus-bagus sama keunikannya begitu," ucap Hanna.
Namun, sama seperti drama pada umumnya, sageuk tak disukai atau dinikmati semua orang. Christina termasuk penonton yang kurang menyukai drama sejarah.
"Emang enggak suka sejarah, jadi enggak begitu suka nonton sageuk," ucapnya.
Begitu pula dengan Ervina. Beberapa hal membuatnya kurang menyukai sageuk. Tetapi alasan utama enggan menyaksikan drama sejarah Korea adalah merasa kurang terhubung dengan jalan cerita dan permasalahan dalam sageuk.
"Itu kan karena kerajaan ya, jadi kayak enggak merasa terhubung aja sama jalan ceritanya. Jadi ya kurang suka aja," tuturnya.
Pada akhirnya, sageuk menjadi salah satu genre drama yang memiliki basis penggemarnya sendiri. Drama kolosal itu pun menjadi sarana untuk menjaga warisan budaya bahkan memperkenalkan sejarah Korea kepada dunia, meskipun sering memicu kontroversi terkait akurasi sejarah pada ceritanya.