Sejarawan Kritik Keras Pemprov Larang Pengamen Ondel-ondel
Sejarawan JJ Rizal menilai Pemprov DKI tuna budaya setelah berencana melarang penggunaan ondel-ondel sebagai sarana mengamen. Mereka bahkan juga menyiapkan sanksi bagi yang melanggar.
"Pelarangan dan sanksi kepada ondel-ondel yang mengamen adalah contoh kebijakan yang tuna budaya. Sebab dalam sejarahnya yang mentradisi di Betawi ondel-ondel memang mengamen," kata Rizal kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Rabu (24/3).
Ia menilai Pemprov DKI seharusnya memahami tradisi budaya ondel-ondel sebagai produk kebudayaan terlebih dahulu sebelum berencana melarang. Dengan begitu pemerintah bisa mengedukasi publik, bukan melegitimasi kesalahpahaman terhadap ondel-ondel.
Seniman sendiri, kata Rizal, memiliki cara masing-masing untuk melestarikan ondel-ondel sebagai produk kebudayaan dari kepunahan. Selain bisa bertahan, dengan digunakan sebagai sarana mengamen ondel-ondel hadir di ruang publik.
Terlebih, seniman yang berubah menjadi pengamen ondel-ondel di jalanan melakukan semua itu tanpa bantuan pemerintah. Seketika pemerintah hadir malah untuk melarang, bukan membantu melestarikan.
"Fenomena maraknya ondel-ondel adalah potret pemerintah Jakarta kehadiran di tempat lain, bukan di tengah budaya tradisi Betawi. Ini problem lama yang tidak tertangani dengan serius," kata Rizal.
Ia melanjutkan, "Sebab memang sejak lama pula kebudayaan di Jakarta urusannya di bawah pariwisata. Kini setelah menjadi dinas sendiri seharusnya masalah ondel-ondel mendapat perspektif yang baru."
Seniman Tak Setuju Larangan Pengamen Ondel-ondel
Seniman ondel-ondel, Hasanuddin, memiliki pendapat yang sedikit berbeda dengan Rizal dengan melihat sisi teknis. Sebagai seniman ondel-ondel asli Betawi yang sudah dilakukan secara turun-menurun, ia kesal dengan pengaman ondel-ondel.
"Kebanyakan mereka ini bukan seniman Betawi asli, mereka sewa ondel-ondel buat ngamen. Kemudian dari pakaian dan musik juga tidak menjaga keaslian, musik tidak dimainkan langsung tetapi dari flashdisc," kata Hasan.
Di sisi lain, Hasan tidak setuju dengan pelarangan penggunaan ondel-ondel sebagai sarana mengamen oleh Pemprov DKI. Menurutnya lebih baik pengamen ondel-ondel dikumpulkan untuk diberikan pengertian dan wawasan agar pelestarian ondel-ondel tetap berlangsung.
Sejatinya, menurut Hasan, orang-orang yang mengamen turut ambil bagian dalam pelestarian ondel-ondel. Terlebih mengamen juga mata pencaharian pengamen ondel-ondel, mengamen menjadi pilihan ketika tidak ada izin acara di tengah pandemi.
"Kalau asal melarang semua bisa. Pemerintah harus pikirkan kehidupan seniman Betawi. Sekarang kalau posisinya di balik mereka menjadi seniman Betawi bagaimana? Pasti meminta solsi demi kelangsungan hidup," katanya.
Hasan melanjutkan, "Misalnya ada jaminan bagi seniman Betawi atau bantuan setiap bulan. Melarang tanpa ada solusi atau jalan keluar itu pemerintah otoriter, seenaknya mereka saja."
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan pihaknya ingin ondel-ondel dilestarikan dengan cara yang lebih baik. Atas dasar itu, Pemprov DKI Jakarta bakal tak melarang pengamen ondel-ondel.
Ia menjelaskan Dinas Kebudayaan serta Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan mengkaji tempat yang lebih layak bagi kesenian ondel-ondel. Namun, Rizal menilai cara ini kurang tepat.
"Kalau ondel-ondel dilokalisir maka yang terjadi adalah menyalahi sejarah tradisi ondel-ondel itu sendiri. Selain itu juga akan membuat praktik mafia ruang tampil ondel-ondel dan ini semakin tidak sehat," kata Rizal.
(adp/bac)