'Ke-uwu-an' Saski dan Rio di film ini hadir dalam takaran yang pas untuk membuat saya dan mungkin penonton lainnya kembali bisa merasakan momen indah di masa-masa suram seperti saat ini.
Sayangnya, momen-momen romantis seperti itu harus diganggu dengan nilai-nilai adat yang dipaksa untuk masuk menjadi bagian dari film ini. Memang sih, tidak ada salahnya mencampur adat untuk menjadi bagian dalam film yang berlatar kehidupan modern.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Hanya saja pilihan sutradara untuk menentukan adat dalam film ini terlalu banyak bahkan bisa dibilang mengambil alih kehidupan dua tokoh utama dalam film ini. Seperti ketika Saksi dipaksa untuk mengikuti ritual-ritual agar pernikahannya dengan Deni (Giorgino Abraham) bisa berjalan tanpa hambatan.
Syarat ritualnya pun tidak main-main anehnya, seperti mengumpulkan air "kelembutan" apalah itu yang diambil dari 118 mata air. Nasib sama juga dialami tunangan Rio, Tiara (Anggika Bolsterli) yang diwajibkan membawa banyak persyaratan di proses jelang pernikahan mereka.
Untungnya, adat yang rumit tersebut rupanya menjadi jalan agar dua tokoh utama dalam film ini yakni Rio dan Saksi bisa kembali bersatu seperti yang seharusnya.
Metode mencampur adat dalam cerita modern ini rupanya sengaja dipilih Garin Nugroho sebagai penulis naskah yang meyakini bahwa adat yang dianggap sebagai kemunduran justru bisa menyelesaikan masalah.
"Penonton global bisa melihat budaya sebagai hal yang menarik dan tidak memundurkan modernitas. Keunikan budaya dalam film ini akan menimbulkan dilema. Tetapi budaya juga menyelesaikan masalah. Jadi, budaya itu bukan hanya merawat tetapi juga bisa menyelesaikan masalah. Itu yang akan paling menarik bagi penonton global," ujar Garin Nugroho dalam jumpa media virtual Kamis (15/7).
Untungnya, setelah melalui lika-liku adat istiadat yang rumit dan membuat saya harus menyalakan menu terjemahan untuk bisa memahaminya karena menggunakan bahasa Bali, film ini ditutup dengan akhir bahagia bak akhir cerita dongeng.
Saya pun ikut senang melihat Saski dan Rio akhirnya bersama setelah mengalahkan belenggu adat yang menyiksa.
Hal menarik lain dari film ini adalah kehadiran bintang papan atas Christine Hakim, Ayu Laksmi, Mathias Muchus, Karina Suwandi hingga Jajang C. Noer membuat film A Perfect Fit menjadi kombinasi yang pas antara generasi tua dan generasi muda.
Tak hanya unggul dari segi pemainnya, film A Perfect Fit juga menjadi sebuah perpaduan yang apik antara visual yang berisi bentang alam Bali yang sudah tidak perlu diragukan lagi keindahannya dengan lagu-lagu beralunan merdu yang terstruktur dan tidak tumpang tindih.
Film A Perfect Fit telah tayang di Netflix perdana pada 15 Juli 2021.
(fjr)