Jakarta, CNN Indonesia --
Beberapa hari terakhir ini publik diramaikan dengan berita mural bergambar wajah mirip Presiden Joko Widodo (Jokowi) disertai tulisan '404: Not Found'.
Mural yang terletak di sekitar wilayah Batuceper, Kota Tangerang itu telah dihapus oleh aparat gabungan menggunakan cat berwarna hitam. Tak sampai di situ, polisi juga telah memeriksa dua saksi untuk mengusut pembuat mural tersebut.
Nasib yang sama juga menimpa mural 'Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit' di Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Atas perintah Satpol PP Kabupaten Pasuruan, mural tersebut dihapus aparat karena dianggap melanggar ketertiban umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mural 'Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit' semula terpampang di sebuah tembok rumah kosong di Bangil, sejak beberapa hari lalu. Mural yang tak diketahui siapa pelukisnya itu juga menampilkan dua karakter menyerupai hewan.
Karya mural di ruang-ruang publik sebenarnya bukan hal yang baru di negara ini. Sudah sejak lama, karya seni ini sering dipakai untuk mempercantik tampilkan dinding atau permukaan luas yang bersifat permanen.
Hal ini sesuai dengan keterangan dalam laman Mural Form bahwa mural adalah karya seni yang dilukis di dinding. Seni mural umumnya dibuat dalam ukuran yang besar dan berada di tempat umum.
Karya seni yang membutuhkan keahlian artistik tinggi ini telah ada sejak 30.000 sebelum Masehi (SM). Lukisan yang disebut mural pertama di dunia ditemukan di sebuah dinding gua di Chauvet, Perancis.
Lukisan di dinding terus bermunculan hingga di zaman Paleolitik Atas seperti yang ditemukan di Mesir pada 3150 SM, di Pompeii pada 100 SM hingga 79 SM dan di Milan pada 1700-1600 SM.
Seiring waktu, lukisan mural terus berkembang hingga akhirnya muncul lukisan mural menggunakan teknik fresco secco di Kerala pada abad ke 14. Seni lukis dinding pada plester basar ini berakar di Italia sekitar tahun 1300.
Lukisan mural dengan teknik fresco dibuat menggunakan campuran cat air dan kapur lalu dituangkan ke permukaan dinding membentuk gambar tertentu.
 Mural sebagai corong suara keresahan (Foto: AP/Wong Maye-E) |
Setelah cat tersebut mengering, warna pada lukisan akan muncul. Selain teknik fresco, ada juga seni mural yang menggunakan teknik Marouflage.
Seiring berjalannya waktu, teknik seni mural mengalami perkembangan. Meksiko menjadi pelopor seni mural modern. Pelopor gerakan ini antara lain Diego Rivera, David Siqueiros dan Jose Orozco.
Tak hanya soal bentuk lukisannya, teknik dan media lukisannya juga mengalami perkembangan. Ada yang menggunakan cat minyak, cat tembok atau bahan-bahan lain yang populer.
Seni mural di dinding terus mengalami perkembangan. Tak hanya menggunakan media dinding di dalam ruangan saja. Seniman mural juga mulai beralih pada media dinding di luar ruangan sebagai sarana untuk menyampaikan ekspresi sosial.
Kemudian munculah seni mural bernama grafiti yakni lukisan di dinding berbentuk tulisan tertentu. Karya seni ini telah muncul sejak perang dunia kedua yakni sekitar tahun 1939.
Kala itu grafiti dipakai sebagai media perlawanan. Dalam Perang Dunia Kedua, seniman di Spanyol menulis tanda "V" di dinding setelah pemboman RAF menandakan dukungan ke tentara sekutu.
Sedangkan selama Perang Sipil, aktivis anti-Franco menggunakan grafiti sebagai panggilan untuk aksi protes. Mereka menulis huruf P di dinding sebagai alat untuk menyebarkan informasi.
Seni grafiti juga muncul di Tembok Berlin, Jerman pada tahun 1961 hingga 1989. Selain di Jerman, grafiti berisi pesan sosial juga muncul di tembok pembatas yang memisahkan Israel dan Palestina.
Hingga yang terbaru, sejumlah seniman mural di sejumlah kota di Amerika Serikat melukis wajah George Floyd, yakni warga kulit hitam di AS yang meninggal akibat tindak kekerasan oleh polisi, tampil di dinding-dinding kota untuk menyuarakan penghapusan diskriminasi dan rasisme.
Salah satunya yang berada di dinding sudut 38th Street dan Chicago Avenue South tempat Floyd ditangkap.
Lima seniman asal Minneapolis yakni Niko Alexander, Cadex Herrera, Greta McLain, Xena Goldman, dan Pablo Helm Hernandez, menggambar sosok George Floyd yang tampak bersinar seperti bunga matahari.
Di bawah mural wajah terdapat kata 'saya bisa bernapas', kebalikan dengan kalimat terakhir yang diucapkan Floyd sebelum meninggal tercekik seorang polisi.
 Mural yang disebut sebagai karya Banksy, seniman asal Inggris (Foto: REUTERS/MATTHEW CHILDS) |
Salah satu seniman mural kenamaan adalah Banksy. Ia berkesenian dengan konsep anonim. Karya-karyanya masyhur, khususnya di tanah kelahirannya Inggris.
Banksy tak melulu bicara keresahan sosial. Karya-karyanya kerap menimbulkan tafsir beragam. Memang menyentuh ranah umum, namun nyatanya hal tersebut jadi bagian dari keindahan.
Tak hanya di luar negeri, mural berisi kritik sosial juga terdapat di Indonesia. Seperti mural yang menampilkan wajah mirip presiden Jokowi bertuliskan 404 Not Found di sekitar wilayah Batuceper, Kota Tangerang.
Menurut pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna, mural 404 Not Found Jokowi itu dibuat untuk mengkritik presiden Jokowi sebagai sosok yang memegang kendali terkait persoalan Covid-19 di Indonesia.
"Sekarang ada perdebatan mural 404 not found yang mengkritik Presiden Jokowi, apa itu 404 not found, itu kan artinya error, dalam ini konteksnya sebagai komunikasi, dia [pembuat mural] merepresentasikan orang-orang yang marah atas suatu kebijakan yang merugikan tapi dia tidak bisa bicara," ujar Yayat.
"Jadi lebih menyoroti kebijakan presiden yang tidak semua kebijakannya itu nyaman untuk masyarakat jadi itu adalah cermin bentuk protes yang disampaikan dalam situasi negara sedang tidak aman, sedang genting karena persoalan Covid ini akan sampai kapan, karena ini sudah menyentuh kehidupan yang mendasar," lanjutnya.
Sementara itu, menurut Seniman muralist asal Bandung John Martono menjelaskan bahwa ketika seniman mengkritik pemerintah, berarti ada sesuatu yang salah dengan kondisi di masyarakat.
Namun ia mengingatkan agar seniman dalam menyampaikan kritik dan masukan terhadap pemerintah juga dibarengi dengan masukan dan solusi.
Lebih lanjut, John menjelaskan bahwa seni mural adalah sebuah media seni untuk menuangkan ide atau gagasan yang digunakan untuk berbagai tujuan. Seperti untuk pendidikan, politik dan sebagainya.
"Kategorinya bermacam-macam bisa, bisa dekoratif, bisa jadi alat politik, perjuangan juga, misal untuk memperjuangkan lingkungan, sehingga banyak orang yang akhirnya tersadar misalnya jadi ikut menjaga lingkungan, peduli lingkungan," ujarnya.
John pun berpesan kepada seluruh seniman di Indonesia agar tidak takut mengkritik pemerintah asalkan bersifat membangun.
"Berkarya jangan takut, memberikan gagasan tidak boleh takut, mengkritik ya berikan kritikan yang membangun. Kritik dan nyinyir itu kan berbeda," ujar John Martono.
Seniman asal Bandung ini juga berpesan bahwa kritik yang disampaikan juga harus sesuai kaidah dan bisa dipertanggungjawabkan. Hal itu dikarenakan seni mural memang sejatinya adalah karya seni yang serius dan menjadi wadah untuk menyebarkan pesan-pesan penting sejak berabad-abad silam.