2 Ekor Trenggiling Dilepasliarkan di SM Malampah Pasaman
Dua ekor satwa langka dan dilindungi jenis Trenggiling (Manis Javanica) dilepasliarkan di kawasan hutan konservasi Suaka Margasatwa Malampah Alahan Panjang, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat, Sabtu (6/11) lalu.
Satwa tersebut dilepaskan setelah hasil observasi petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat memastikan kondisi satwa sehat, tidak terdapat luka atau cacat dan masih memiliki sifat liar.
Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono mengungkapk awalnya dua ekor satwa langka tersebut diterima oleh BKSDA melalui Resor Agam bertepatan dengan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional tahun 2021 yang jatuh pada tanggal 5 November.
Trenggiling (Manis Javanica) itu merupakan induk dan anak, yang ditemukan oleh warga setempat yakni Ronaldy dan Soni Eka Putra. Keduanya merupakan warga Lubuk Panjang Jorong II Garagahan, Nagari Garagahan, Kecamatan Lubuk Basung, Agam.
"Satwa dilindungi itu ditemukan oleh warga pada Jum'at dini hari sekitar pukul 02.00 WIB saat melintas di jalan raya. Khawatir satwa ini akan terlindas kendaraan yang melintas, maka warga tersebut berinisiatif menangkapnya untuk diselamatkan dan dibawa kerumahnya," jelasnya dalam keterangan tertulis.
Dia juga mengungkapkan sebelumnya 2 ekor satwa Trenggiling ini, akan dilepasliarkan di kawasan hutan Cagar Alam Maninjau Kecamatan Tanjung Raya, Agam. Namun, hal itu diurungkan karena sebaran populasi yang tidak merata.
"Mengingat keseimbangan sebaran populasi, maka satwa akhirnya dilepasliarkan di kawasan hutan Suaka Margasatwa Malampah Alahan Panjang," ujarnya.
Untuk diketahui, Trenggiling adalah mamalia unik bersisik satunya-satunya dari famili Pholidota. Sisik pada Trenggiling berfungsi sebagai alat berlindung dari mangsa. Namun saat ini menjadi ancaman karena menjadi target perburuan liar dan membawanya ke dalam status Kritis (Critically Endangered/CR) berdasarkan daftar merah lembaga konservasi dunia, IUCN. Status konservasi dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) adalah Appendix 1 yang artinya tidak boleh diperjualbelikan.
Di Indonesia sebagaimana diketahui, sesuai dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 106 tahun 2018 termasuk jenis satwa dilindungi, dan sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup atau mati ataupun berupa bagian tubuh, telur dan merusak sarangnya.
"Sanksi hukumnya adalah berupa pidana penjara paling lama Lima tahun dan Denda paling banyak Seratus juta rupiah," pungkas Ardi.
(adv/adv)