Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dewanthi menilai aksi adaptasi dan mitigasi di tingkat lapangan berbasis komunitas perlu didorong dengan melibatkan seluruh pihak, termasuk dunia usaha. Hal ini dalam rangka merespons perubahan iklim sekaligus mendukung capaian target pengurangan gas rumah kaca (GRK).
Laksmi menyebut dalam dokumen komitmen pengurangan emisi GRK (Nationally Determined Contributions/NDC) Indonesia mengakui besarnya peran multipihak dalam pengendalian perubahan iklim.
Menurutnya salah satu program yang mendukung kemitraan multipihak, mulai dari nasional hingga di tingkat tapak adalah Program Kampung Iklim (ProKlim).
"ProKlim dikembangkan sejak tahun 2012 dan terus diperkuat sebagai program strategi pengendalian perubahan iklim," katanya.
Dalam Konferensi Pengendalian Perubahan Iklim COP26 UNFCCC di Glasgow, Skotlandia pada Selasa (9/11), dia menjelaskan penguatan ProKlim menjadi salah satu amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi). Jokowi menekankan pentingnya memobilisasi potensi masyarakat di tingkat tapak dalam pengendalian perubahan iklim.
Lebih lanjut diungkapkan Laksmi, pihaknya menargetkan akan ada 20.000 kampung ProKlim pada tahun 2024 mendatang. Dengan begitu diharapkan dapat menjembatani kebijakan pengendalian perubahan iklim pada aksi kongkret di tingkat tapak. Sekaligus menjadi pendekatan inovatif dari skema kemitraan public dan swasta dalam pengendalian perubahan iklim.
Laksmi menyatakan ProKLim terus mengalami pembaruan dan perbaikan, di antaranya menyediakan platform pembelajaran jarak jauh dan instrumen perhitungan pengurangan emisi GRK di tingkat tapak (SPECTRUM).
"Sistem informasi yang disediakan juga bisa dimanfaatkan semua pihak untuk meningkatkan kapasitas stakeholder dalam pengurangan emisi GRK," ujarnya.
Konsep ProKlim turut diadopsi oleh dunia usaha, salah satunya PT. APP Sinar Mas. Untuk mendukung penguatan aksi adapatasi dan mitigasi perubahan iklim, PT. APP Sinar Mas menggunakan konsep ProKlim untuk memperkuat program Desa Makmur Peduli Api (DMPA).
Chief Sustainability Officer PT. APP Sinar Mas, Elim Sritaba menyatakan DMPA telah berlangsung sejak 2016. Program tersebut diyakini mampu menekan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sekitar desa-desa rawan hingga 70 persen.
Sejak awal diluncurkan, kata Elim, program DMPA yang dilakukan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Kini program tersebut menjangkau 500 desa rawan karhutla.
Elim menjelaskan dengan program DMPA edukasi kepada masyarakat bisa dilakukan terutama untuk tidak membuka lahan dengan cara dibakar. Masyarakat setempat didukung untuk mengelola lahan dengan metode agroforestri (wana tani), yakni bercocok tanam tumpangsari hortikultura tanaman pangan, peternakan, perikanan, serta industri kecil untuk olahan pangan. Pembinaan diberikan bukan hanya memberikan olusi pemilihan komoditas terbaik, melainkan juga bagaimana produk tersebut bisa memasuki pasar dengan harga kompetitif.
"Sejumlah pelatihan kewirausahaan dan pelestarian tanaman herbal kepada masyarakat lokal, khususnya untuk perempuan dapat memanfaatkan berbagai tanaman herbal secara berkelanjutan," tuturnya.
Dari pendampingan sejak tahun 2016 hingga saat ini, sejumlah desa binaan sudah mendapatkan penghargaan Kampung Iklim Utama, dan sudah berhasil merangkul 386 desa, serta memberikan pengaruh pada 82 kelompok usaha perempuan dan memberikan manfaat pada sekitar 31.418 keluarga.
Sementara itu, Corporate Secretary, PT. Pertamina Brahmantya Satyamurti Poerwadi dan Head of Environment & Social Responsibility PT. Astra Tbk, Diah Suran Febrianti, juga menyatakan dukungan bagi pengembangan ProKlim di tingkat tapak.
Di sisi lain, Pendiri Indonesia Energi and Environmental Institute (IE2I) Satya Hangga Yudha menekankan pentingnya peningkatan kapasitas masyarakat di tingkat tapak soal pengendalian perubahan iklim.
"Karena masyarakat di tingkat tapak adalah yang paling terancam dari perubahan iklim," katanya.
Hangga pun menjabarkan aktivitas IE2I yang ikut memberikan pendampingan bagi masyarakat di Desa Kanapa-napa, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Selatan. Menurutnya masyarakat setempat melakukan penanaman dengan jumlah bibit mencapai 12.000 batang. Masyarakat juga didampingi untuk mengembangkan budidaya komoditas alternatif seperti hortikultura.
(adv/adv)