Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong menegaskan penetapan kawasan hutan di Indonesia harus selesai pada tahun 2023. Hal ini disampaikan Wamen dalam sambutannya pada acara Pembekalan Penataan Batas Kawasan Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Hal ini merupakan mandat dari Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 11/2020 Tentang Cipta Kerja. Dalam rangka mendukung kinerja KLHK tersebut, telah diterbitkan pula Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 tanggal 10 September 2021 yang menyatakan bahwa Percepatan Penyelesaian Pengukuhan Kawasan Hutan menjadi bagian Program Strategis Nasional dalam kelompok Program Pemerataan Ekonomi.
"Kawasan hutan yang belum dilakukan pengukuhan diselesaikan paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan, artinya KLHK harus menyelesaikan penetapan kawasan hutan paling lama pada Tahun 2023," tegas Alue dalam keterangan tertulis, Kamis, (25/11).
Alue mengatakan kalau dukungan kebijakan itu diwujudkan KLHK melalui target tahun 2021, yaitu menyelesaikan 100% tata batas kawasan hutan untuk 17 Provinsi sepanjang 14.612,80 Km dengan potensi penetapan kawasan hutan seluas 12.068.427 Ha. Sementara target hingga tahun 2023 adalah sepanjang 90.928,38 km dengan potensi penetapan kawasan hutan pada tahun 2021, 2022 dan 2023 seluas ± 36.363.621 Ha.
"Penetapan Kawasan Hutan merupakan hal penting yang harus diselesaikan untuk mendukung seluruh pembangunaan nasional terutama yang termasuk dalam Kegiatan Pembangunan Prioritas Nasional dalam Proyek Strategis Nasional (PSN)," ujar Alue.
Terkait rencana tersebut, Provinsi NTT masuk ke dalam target penyelesaian penetapan kawasan hutan di tahun 2021. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XIV Kupang yang ditunjuk sebagai Unit Pelaksana Tugas KLHK dalam penetapan kawasan hutan di Provinsi NTT merencanakan penyelesaian penataan batas dengan panjang tersisa, yaitu 2.253 km.
Untuk mendukung penyelesaian pelaksanaan penataan batas kawasan hutan provinsi NTT tersebut, BPKH Wilayah XIV Kupang mendapat dukungan bantuan tenaga ukur dari 8 unit satuan kerja sejumlah 82 orang, 5 orang dari Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, 10 orang dari BPKH Wilayah II Palembang, 4 orang dari BPKH Wilayah VI Manado, dan 9 orang dari BPKH Wilayah VII Makassar.
Selain itu BPKH Wilayah XIV Kupang juga mendapatkan bantuan dukungan 20 orang dari BPKH Wilayah VIII Denpasar, 14 orang dari BPKH Wilayah XV Gorontalo, 15 orang dari BPKH Wilayah XIX Pekanbaru, dan 5 orang dari BPKH Wilayah XX Bandar Lampung. Ketersediaan tenaga pelaksana penataan batas kawasan hutan BPKH Wilayah XIV Kupang sendiri adalah 26 orang.
Bantuan-bantuan tersebut merupakan salah satu bentuk strategi mempercepat penataan batas kawasan hutan yang tidak hanya melalui dukungan regulasi, melainkan juga melalui dukungan peningkatan sumber daya manusia dan peralatan ukur yang diperoleh dari BPKH lain di seluruh Indonesia yang telah menyelesaikan proses tata batas.
"Peran serta dan dukungan dari para pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk mencapai target penetapan kawasan hutan 100% di tahun 2023," imbuh Alue.
Adapun strategi percepatan lain diantaranya adalah dukungan dari Komisi Pemberantasan Korupsi melalui program Stranas Pencegahan Korupsi, masukan dari para ahli dan intelektual civitas akademi, pelaksana kegiatan, dan keterlibatan aktif pemerintah daerah serta masyarakat di sekitar hutan.
Karena masuk dalam Program Strategis Nasional kelompok Program Pemerataan Ekonomi, maka Percepatan Penyelesaian Pengukuhan Kawasan Hutan melalui proses penataan batas, penetapan kawasan, dan pemantapan kawasan semaksimal mungkin harus melibatkan pemberdayaan masyarakat lokal sebagai wujud Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa proses kegiatan tersebut, khususnya pada proses tata batas, merupakan kegiatan yang memerlukan keterlibatan masyarakat lokal secara aktif.
Negara juga memegang peranan penting dalam penyelesaian pengukuhan kawasan hutan. Negara harus memberikan kejelasan status hukum pada kawasan hutan dan non hutan sehinggal pengelolaan hutan dapat dilakukan dengan lebih optimal. Selain itu, Kementerian ATR BPN juga akan memiliki pengelolaan pertanahan nasional yang lebih efisien dengan berkurangnya intrusi sertifikasi di kawasan hutan.
Tidak hanya itu saja, hal tersebut juga akan memudahkan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam mengidentifikasi kawasan hutan dan non hutan, sehingga memudahkan dalam melakukan perencanaan, penggunaan, dan pemanfaatan ruang yang sangat dibutuhkan khususnya dalam konteks investasi pembangunan daerah. Dari sisi Masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan, mereka dapat mengetahui secara pasti batas tanah milik mereka dengan kawasan hutan negara. Sektor dunia usaha juga akan memperoleh peningkatan kepastian aset lahannya, karena memiliki kejelasan atas batas tanah yang dikelola dengan kawasan hutan negara.
Dalam rangka mencapai tujuan demi memastikan status dan hak para pihak dengan kawasan hutan, proses pengukuhan kawasan hutan harus selalu melibatkan masyarakat tingkat tapak secara aktif.
"Camat, Kepala Desa dan Masyarakat turut berperan dalam inventarisasi hak-hak kepemilikan di lapangan, sehingga proses pengukuhan dilakukan dapat secara adil dan disertai penjelasan, serta pemahaman atas konsekuensi-konsekuensi hukumnya, bahwa kawasan tersebut secara hukum, legitimate dan dapat diterima serta ditetapkan sebagai Kawasan Hutan," pungkas Alue.
Acara Pembekalan Penataan Batas Kawasan Hutan di NTT turut dihadiri Staf Ahli Menteri LHK Bidang Energi, Staf Khusus Menteri LHK Bidang Edukasi Publik Kelestarian SDA dan Lingkungan, dan Sekretaris Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) KLHK.
(adv/adv)