Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merilis inovasi teknik Silvikultur Intensif (Silin) untuk tanaman merbau, sekaligus melakukan peluncuran Sistem Informasi Rencana Kerja dan Pelaporan (SI-CAKAP) di Jakarta, pada Senin (29/11). Teknik Silin diyakini dapat mendukung peningkatan produktivitas hutan alam.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Agus Justianto, yang mewakili Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menyampaikan pencanangan Silin merbau menjadi momentum penanda peran penting dan strategis Silin dalam mewujudkan peningkatan produktivitas hutan alam dan pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan, khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat. Sebelumnya, pada Januari 2019, KLHK telah mencanangkan teknik Silin untuk pohon meranti.
"Merbau, merupakan jenis kayu niagawi yang secara alami banyak tumbuh di Provinsi Papua dan Papua Barat. Teknik Silvikultur Intensif merbau merupakan inovasi yang dibangun secara kolaboratif untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan dengan tercapainya optimalisasi fungsi hutan baik dari sisi ekologi maupun ekonomi dan sosial," jelas Agus Justianto dalam keterangan tertulis, Selasa (30/11/2021).
Agus berharap Silin yang dikembangkan ini dapat senantiasa dievaluasi, diinovasi dan menemukan hal-hal baru untuk perbaikan sistem ke depannya. Selain itu, dengan adanya teknik Silin diharapkan target produktivitas kayu hutan alam sebesar 120 meter kubik per hektar dengan daur 20 tahun untuk jenis meranti dan daur 30 tahun untuk jenis merbau dapat terealisasi.
Agus pun meminta unit manajemen pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) agar melaksanakan Silin dengan baik, karena saat ini pemerintah telah memberikan insentif yang selama ini diharapkan yakni bahwa untuk tanaman hasil budidaya tidak dikenakan Dana Reboisasi (DR) dan tanaman menjadi aset pemegang PBPH selama izinnya masih berlaku.
"Oleh karena itu PBPH agar secara optimal melaksanakan SILIN yang saat ini diandalkan dalam upaya peningkatan produktivitas hutan alam," kata Agus.
Selain itu, Agus juga meminta kepada seluruh PBPH untuk membangun persemaian yang baik, sesuai dan memenuhi kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia menekankan bibit-bibit yang digunakan harus sesuai standar dan berasal dari pohon induk yang baik kualitasnya dan yang paling penting adalah persentase hidup tinggi, karena peningkatan produktivitas hutan alam produksi hanya akan tercapai apabila pohon yang ditanam mampu hidup dan tumbuh dengan baik. Ia berpesan bibit yang ditanam harus dirawat dan dipelihara untuk mendapatkan kayu dengan kuantitas dan kualitas yang baik.
Agus menyampaikan sesuai pernyataan Presiden RI Joko Widodo dalam forum COP ke 26 di Glasgow tentang komitmen Indonesia dalam melakukan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, sebagaimana tertuang dalam dokumen updated Nationally Determined Contribution (NDC), target Indonesia dalam penurunan Emisi Gas Rumah Kaca pada tahun 2030 adalah sebesar 29% dengan National Effort sampai sebesar 41% dengan International Support.
Terkait dengan hal ini, Agus menyampaikan sektor kehutanan memiliki porsi terbesar di dalam target penurunan emisi GRK sebesar 59,76%. Untuk itu, KLHK mengakselerasi penurunan emisi GRK menuju Net Sink Forest and Other Land Use (FoLU) yang dituangkan dalam dokumen Long Term Strategy Low Carbon Climate Resilience (LTS-LCCR). Salah satu aksi mitigasi sektor FoLU adalah Pengelolaan Hutan Lestari, antara lain melalui penerapan Reduced Impact Logging (RIL), multiusaha kehutanan, dan sistem silvikultur yang sesuai disertai penerapan teknik Silin. Berdasarkan semua upaya yang telah dilakukan, kata Agus, pemerintah optimistis dapat mencapai FoLU Net Sink pada tahun 2030.
"Penguatan kebijakan multisistem silvikultur, multiusaha kehutanan dan teknik Silvikultur Intensif di dalam pengelolaan hutan produksi merupakan strategi jitu dalam upaya meningkatkan produktivitas hutan alam. Sehingga pemerintah akan terus mendorong penerapan SILIN melalui dukungan regulasi dan partisipasi para pihak," papar Agus.
Agus menambahkan agar Silin merbau ini berhasil, semua pihak harus berkomitmen untuk menerapkan Silin yang dilandasi oleh pemahaman bahwa penerapan teknik tersebut adalah untuk menjawab permasalahan yang dihadapi bersama, bukan hanya pemerintah, tapi juga para pihak terkait pengelolaan sumberdaya hutan, unit manajemen, lembaga swadaya masyarakat, institusi perguruan tinggi, dan masyarakat. Ia menegaskan Silin tidak boleh berhenti, karena merupakan salah satu strategi Kementerian LHK dalam mewujudkan pengelolaan hutan alam produksi yang lestari.
Pada kesempatan tersebut, Kementerian LHK juga meluncurkan Sistem Informasi Rencana Kerja dan Pelaporan (SI-CAKAP). Agus mengatakan pengembangan SI-CAKAP bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi PBPH dalam proses perencanaan dan merupakan salah satu bentuk komitmen Pemerintah untuk memberikan layanan prima bagi dunia usaha. Kemudahan dalam berusaha diharapkan dapat meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja di sektor kehutanan.
Hadir dalam kegiatan ini Prof. Dr. Moh Naiem selaku Ketua Tim Pakar Silin beserta seluruh anggota tim pakar dari berbagai bidang keilmuan yang berasal dari berbagai Fakultas Kehutanan di Indonesia, jajaran eselon I di lingkungan KLHK, jajaran eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah I s/d XVI, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi terkait, dan Unit Manajemen perusahaan pemegang izin berusaha pemanfaatan hutan.
(adv/adv)