Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan (BKSDA Sumsel) melepasliarkan 2 ekor Buaya Senyulong (Tomistoma schlegelii) ke habitat alaminya di Sungai Lalan, Desa Muara Medak, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin. Kedua satwa dilindungi tersebut salah satunya memiliki ukuran 3,6 meter dari hasil serahan masyarakat.
Sementara satu ekor lagi dengan ukuran 2,8 meter merupakan satwa milik negara yang sebelumnya dititipkan ke eks penangkaran PD Budiman di Kelurahan Siring Agung Kecamatan Ilir Barat I, Palembang. Adapun kegiatan lepas liar buaya dilakukan pada Kamis (9/12).
"Apresiasi dan terima kasih atas dukungan para pihak yang telah mendukung upaya pelepasliaran kedua individu satwa dilindungi, Buaya Senyulong, sehingga dapat dilepasliarkan ke habitat alaminya," ujar Kepala BKSDA Sumsel Ujang Wisnu Barata.
Terkait pelepasliaran ini, Ujang menyampaikan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Kepala Desa Muara Medak. Hal ini dilakukan karena secara administratif, khususnya daerah sungai Lalan yang akan dijadikan lokasi pelepasliaran, masuk dalam wilayah Desa Muara Medak. Meski relatif jauh dari pemukiman masyarakat.
Upaya ini pun mendapat dukungan Kepala Desa setempat, yang juga mengikuti proses pelepasliaran kedua individu satwa dilindungi tersebut.
![]() Foto: dok. BKSDA Sumsel |
Diketahui, Sungai Lalan merupakan habitat buaya senyulong . Sungai ini termasuk ke dalam salah satu sungai besar yang ada di Sumatera Selatan dan sebagian besar alirannya berada di Kecamatan Bayung Lencir, Musi Banyuasin.
Ujang menjelaskan buaya senyulong adalah satu dari tujuh spesies buaya yang biasa ditemukan di Indonesia. Spesies langka ini penyebarannya berada di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Di Sumatera Selatan khususnya, buaya senyulong dapat ditemukan di aliran Sungai Merang dan Sungai Lalan Kabupaten Musi Banyuasin.
Menurutnya, ukuran buaya senyulong dewasa bisa mencapai panjang 3-4 meter. Ciri khas buaya Senyulong dibandingkan jenis buaya lainnya adalah moncongnya yang relatif sempit (rahangnya menyempit secara gradual), pipih, dan panjang.
"Kami selalu menghimbau kepada masyarakat yang masih memelihara satwa dilindungi, untuk mengembalikan/ menyerahkan satwa tersebut kepada kami. Selain melanggar hukum, bila tidak memahami satwa dengan baik, memeliharanya juga dapat beresiko terhadap keselamatan dan kesehatan pemiliknya," pungkas Ujang.
(adv/adv)