Review Film: House of Gucci

Endro Priherdityo | CNN Indonesia
Sabtu, 18 Des 2021 20:59 WIB
Review Film House of Gucci menyebut cerita dalam film ini cenderung terlalu hambar tanpa ada eksplorasi emosi yang lebih mendalam.
Review Film House of Gucci menyebut cerita dalam film ini cenderung terlalu hambar tanpa ada eksplorasi emosi yang lebih mendalam. (dok. MGM via YouTube)

Ketika adegan pembunuhan itu terjadi, terasa "ya sudah". Terjadi begitu saja, tidak ada eksplorasi emosi dan cerita. Semua berjalan begitu saja. Jangankan meninggalkan kesan dalam benak, terenyuh pun tidak.

Rasanya Ridley Scott, yang bertindak sebagai sutradara dan salah satu produser film ini, terlalu fokus mengurusi pemain yang terlalu banyak diisi aktor papan atas alih-alih mempersiapkan sebuah naskah yang apik dan dramatis, seperti selayaknya cita rasa seni akting Italia.

Padahal, kisah pembunuhan seorang tokoh sebesar pemimpin Gucci bisa menjadi kisah yang epik. Seperti ketika kisah pembunuhan Gianni Versace yang diangkat menjadi serial televisi terbatas, itu terasa begitu berkelas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saya masih ingat ketika The Assassination of Gianni Versace: American Crime Story tayang. Emosinya begitu nyata, tragedinya begitu tragis, dan keterlibatan emosi antar pemainnya mulai dari kejadian hingga kronologi sebelum dan sesudahnya bisa dirasakan hingga ke luar layar kaca. Padahal saya hanya menyaksikannya lewat ponsel.

Terlepas dari persoalan faktual dalam drama kriminal macam House of Gucci dan Versace, rasanya sebagian besar penonton yang memilih menonton sudah sadar bahwa ini adalah produk hiburan. Dan sudah selayaknya mereka terhibur dari drama tersebut.

Nyatanya, House of Gucci lebih memilih menggarap cerita secara kronologis dan sedatar mungkin, seolah tidak bebas dalam berkreasi dan mengembangkan gagasan cerita. Hal ini yang mungkin menjadi kendala Scott, Johnston, dan Bentivegna membuat emosi penonton larut dalam cerita tersebut.

Ketiganya juga terlihat hanya mengandalkan bumbu-bumbu asmara dari cerita Patrizia dan Maurizio. Itu pun terasa canggung dan terlihat hanya mengandalkan kedekatan secara fisik dan visual semata.

Hal ini berbeda jauh ketika Gaga beradu peran dengan Bradley Cooper dalam A Star Is Born. Emosi, asmara, gairah, cinta, semua terasa nyata. Maka tidaklah heran, banyak yang menganggap keduanya sungguh-sungguh terlibat asmara di luar kamera.

Entah apa yang terjadi dengan House of Gucci. Apakah pelaksanaannya yang bertepatan dengan pandemi sehingga hasilnya kurang maksimal? Tak ada yang tahu selain tim produksinya sendiri.

Namun mengingat film ini sudah dikonsep sejak 2006 dengan gonta-ganti komando sutradara juga pemeran utama, rasanya amat disayangkan bila House of Gucci pada akhirnya cuma jadi pengisi daftar film yang tayang pada 2021.

[Gambas:Youtube]



(end)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER